Langsung ke konten utama

Malcolm X


KAMIS, 20 Maret 2014
20.40 WIB


Yas Budaya, eks-vokalis Alone at Last*, yang berjasa mengenalkan saya pada seseorang yang dikenal dengan nama Malcolm X. Berkat posting-an dia di media sosial, Instagram, dengan sedikit banyak penjelasan singkat mengenai siapa Malcolm X. Seketika saja saya pun tertarik mengenal lebih jauh siapa sebenarnya sosok Malcolm X.

Beruntung bagi saya ternyata kisah hidup seorang Malcolm X telah dituangkan dalam sebentuk buku Otobiografi. Sebuah jenis buku yang sangat saya sukai, bahkan mungkin satu-satunya jenis buku yang saya baca sampai dengan saat ini!

Tak perlu waktu lama dan akhirnya saya mampu untuk menemukan dan membeli buku yang berjudul “Otobiografi MALCOLM X : Sang Negro yang Merevolusi Dunia Islam & Kemanusiaan.”

Buku dengan cover close-up wajah Malcolm X setebal 675 halaman yang terdiri dari 19 Bab itu merupakan sebuah otobiografi yang sangat menyenangkan ketika dibaca.

Semangat dan perjuangan seorang Malcolm X mampu dengan jelas saya terima dan bahkan rasakan. Saya pun bisa mengerti kenapa Yas Budaya mendapatkan inspirasi darinya karena saya pun bisa mendapatkan itu!

Lalu siapa Malcolm X?
 
Judul yang terdapat di cover buku otobiografi itu sebenarnya telah menjelaskan siapa dia dan kenapa dia begitu sangat diperhatikan di zamannya bahkan di masa kini setelah beberapa tahun kepergiannya sehingga pantas untuk kisah hidupnya di tuangkan dalam sebuah buku.

Secara garis besar, saya dapat memberikan anda gambaran bahwa Malcolm X adalah pejuang bagi kaum kulit hitam yang ketika itu (atau bahkan juga di zaman dewasa ini) mendapatkan diskriminasi yang sangat tidak layak dari kaum kulit putih di Amerika dan bahkan di belahan dunia manapun atas dasar pembenaran yang sangat tidak manusiawi.

Kaum kulit hitam atau biasa disebut dengan istilah Negro, diperlakukan rendah bak seekor binatang. Kaum kulit hitam tak ubahnya seperti sebuah property yang bebas untuk dimanfaatkan oleh setiap kaum kulit putih.

Mereka bertindak dan hidup hanya apabila kaum kulit putih memberikan kehidupan pada mereka. Kaum kulit hitam entah kenapa seperti berada jauh di bawah kaum kulit putih.

Hal seperti itu terus dicekcok-kan kepada setiap kaum kulit hitam yang ada sehingga pada akhirnya mereka pun mempercayai bahwa mereka memang diciptakan untuk selalu ada di bawah kaum kulit putih.

Mulanya, Malcolm X juga merupakan bagian dari kaum kulit hitam yang “harus” mempercayai semua doktrin diskriminasi yang ditanamkan oleh mereka ke dalam otak setiap kaum kulit hitam.

Tapi satu keuntungan yang dimiliki dan mungkin menjadi sebuah penyelamat awal bagi Malcolm X adalah dia dibesarkan dengan sebuah kepekaan cukup tinggi terhadap diskriminasi yang sebenarnya telah ada dan terinternalisasi di setiap lapisan masyarakat di Amerika ketika itu.

Hal itu terjadi karena Malcolm X adalah anak dari seorang Ayah yang telah lama berjuang untuk kaum kulit hitam untuk memiliki derajat yang sama dengan kaum kulit putih. Bahkan atas sikap radikalnya itu, Ayah Malcolm X harus dibunuh. Pembunuhan itu pun yang pada akhirnya menjadi sesuatu yang harus juga Malcolm X alami.

Seiring perjalanan waktu Malcolm X berkembang tidak jauh berbeda dengan banyak kaum kulit hitam lainnya. Berakhir di kehidupan jalanan, menjadi pedagang gelap, mucikari, dan perampok bersenjata.

Kehidupan seperti itu yang kemudian menuntun seorang Malcolm X berakhir di penjara. Tapi mungkin itu adalah skenario terbaik Tuhan bagi Malcolm. Karena dengan kehidupannya di penjara, Malcolm perlahan mulai menemukan arti kehidupan dan titik balik serta pencerahan yang di kemudian hari mampu untuk merubah hidupnya bahkan hidup jutaan ribu kaumnya dan pola pikir manusia kulit putih pada umumnya.

Hal besar yang merubah hidupnya adalah mulai tumbuhnya semangat membaca serta mulai menghinggapnya ajaran agama Islam di kehidupan Malcolm X.

Oh iya, saya lupa untuk menyebutkan dari awal, bahwa alasan lain kenapa saya pun tertarik untuk membaca buku otobiografi Malcolm X adalah karena ternyata Malcolm X merupakan seorang Mualaf.

Bagi saya, yang merupakan seorang Muslim, penting rasanya untuk mendahulukan mengenal lebih jauh mengenai pahlawan-pahlawan yang memang memiliki keyakinan sama dengan saya. 
Ini karena ketika kita membaca sebuah otobiografi ataupun biografi, secara tidak kita sadari, segala pola tingkah laku penulis akan sedikit banyaknya mempengaruhi saya.

Dan meskipun saya belum menjadi Muslim yang taat, saya tetap ingin agar sikap saya senantiasa berada dalam koridor moral Islam.

Tapi membaca bab-bab awal dan pertengahan buku otobiografi Malcolm X, saya atau bahkan pembaca Muslim lainnya akan dibuat bingung dan mulai berhati-hati membacanya.

Karena Islam yang diajarkan dan dianut (pada awalnya) oleh Malcolm X bukan Islam yang sebenar-benarnya Islam. Islam Malcolm X (pada saat awal) adalah Islam kelompok Bangsa Islam di bawah kepemimpinan Elijah Muhammad.

Bangsa Islam atau ajaran Islam yang disebarkan oleh Elijah Muhammad bisa dikatakan salah karena Islam Elijah Muhamad hanya mengekslusifkan pada sebuah agama bagi kaum kulit hitam dan terlalu mensucikan peran dari Elijah Muhammad itu sendiri.

“Saya bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Yang Mulia Elijah Muhammad adalah Utusan dan Nabi Allah.”
(Malcolm, 315)

Elijah Muhammad memperayai dan mengatakan kepada pengikutnya bahwa dirinya adalah “Utusan Tuhan.” Dan hal itu jelas tidak bisa saya terima. Hal itu jujur sedikit banyak membuat saya agak kurang tertarik untuk meneruskan membaca buku itu.

Semakin jauh saya membaca, semakin banyak kekeliruan yang saya temukan. Perjuangan seorang Malcolm X seperti sebuah perjuangan yang salah karena dia yang berjuang untuk menghilangkan rasisme tapi sebenarnya dia juga melakukan rasisme!

Agama Islam tak lebih menjadi sebuah kedok dan alat untuk perjuangan kaum kulit hitam. Tapi terus saya membaca akhirnya saya pun mengerti bahwa ternyata Malcolm X pun pada akhirnya mengerti dia telah meyakini sesuatu hal yang salah.

Hal itu, pemahaman Malcolm X, sepertinya juga telah diketahui oleh Elijah Muhammad, sehingga di saat akhir Malcolm X “dikeluarkan” atau dalam bahasa Malcolm X dia mengundurkan diri dari organisasi Bangsa Islam.

Titik balik kedua dalam hidup Malcolm X kemudian terjadi ketika dia pergi ke negara-negara Timur Tengah dan menunaikan ibadah Haji di tanah suci. Di sana-lah dia mendapatkan pencerahan bahwa ajaran Elijah Muhammad salah dan Islam bukan agama ekslusif bagi kaum kulit hitam dan musuh itu tidak selalu terwujud dalam warna kulit putih. 
Bahwa apapun warna kulit seseorang tidak pernah menjadi sebuah masalah tapi masalah itu terletak dari sikap yang ditunjukan oleh setiap orang dengan warna kulit itu.

“Saya bilang kepadanya bahwa Islam yang saya percaya sekarang adalah Islam yang diajarkan di Mekah, yaitu tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad bin Abdullah yang hidup di Kota Suci Mekkah seribu empat ratus tahun yang lalu adalah Utusan Terakhir Allah.”
(Malcolm, 548-549)

Pemahaman Malcolm X seperti itu ternyata semakin menguatkannya dalam terus berjuang menegakan persamaan hak bagi kaum kulit hitam dan juga semakin menambah banyak orang yang menginginkan dia mati.

Bangsa Islam di bawah pimpinan Elijah Muhammad berada dalam daftar teratas yang menginginkan Malcolm X meninggal. 
Malcolm X pun telah menyadari hal itu tapi tak sedikit pun dia menurunkan semangat untuk terus bicara menyampaikan segala hal yang benar dan patut untuk disampaikan kepada banyak orang.

Ya, pada akhirnya, sebelum segala yang diperjuangkan itu mampu untuk benar-benar terwujud, pembunuhan harus mengakhiri kehidupan Malcolm X. Bahkan dia pun belum sempat untuk melihat terbitan pertama buku otobiografi ini. 
Tragis, tapi sepertinya kehidupan seperti itu memang selalu menjadi takdir setiap pejuang yang ada di dunia ini, terlebih pejuang dengan keyakinan Islam yang kuat.

Ahh, kalian harus benar-benar harus membaca buku ini.

Untuk saya pribadi, banyak hal yang mampu saya pelajari dari buku ini, kepribadian keras tapi dengan pikiran yang selalu terbuka khas Malcolm X merupakan hal yang harus saya teladani.

Hasrat membaca yang tak pernah putus dan kemampuan dalam berorasi yang sangat baik sehingga mampu untuk menghipnotis banyak orang, bukan dengan bersilat lidah tapi benar-benar dengan mengatakan segala kebenaran yang tersampaikan dengan baik dan sesuai dengan pendengar yang ada di hadapannya.

Kepekaan jiwa yang juga harus kita miliki sehingga kita mampu untuk melihat segala situasi dari beragam sudut pandang. Tak melulu melihat dari satu perspektif yang memungkinkan salah penafsiran dan akhirnya tak mampu untuk mencapai tujuan hakiki.

Sekali lagi, seorang Malcolm X adalah seorang Muslim yang sangat patut untuk teladani.

#PMA always..

Komentar

  1. Islam seperti yang diajarkan oleh Elijah, banyak terjadi juga di Indonesia..aliran yang menyimpang dari ajaran Islam sejati....
    Malcom X adalah satu tokoh dunia yang membawa contoh perubahan yang sangat berpengaruh dalam memahami Islam yang sebenarnya,
    keep happy blogging always...salam dari Makassar :-)

    BalasHapus
  2. Terima kasih sharenya, jadi lebih faham tentang Malcolm X

    Happy blogging..!

    BalasHapus
  3. @Blogs Of Hariyanto : terima kasih banyak pak :)

    @Boku no Blog : sama2 semoga bermanfaat yaa

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da

D-IV atau S1 ?

Suatu malam pada hari Sabtu , tanggal 14, bulan Januari , tahun 2012, berlatar tempatkan teras masjid Al-Ilmi IPDN Kampus Kalimantan Barat, terjadi satu percakapan ringan sangat sederhana tapi kemudian mampu untuk membuat otak ini menjadi rumit karena terus memikirkan substansi dari apa yang diperbincangkan itu, terlalu rumit sehingga saya pikir perlu untuk dituangkan dalam sebuah narasi penuh kata, tidak berpetuah dan tidak juga indah. Tapi cukup-lah untuk sekedar berbagi ide dan informasi yang pastinya tidak sesat. Dan ini-lah percakapan singkat itu : HP ( inisial teman saya ) : “Dim, kamu lebih milih mana, S.IP atau S.STP ?” Saya : “mmm….pengennya sih S.IP” HP : “Kenapa, Dim? Kata orang kan kalo S.STP tuh lebih baik buat karir dan kata orang juga S.IP tuh lebih condong buat jadi dosen.” Saya : “Wah gak tau sih kalo masalah yang kayak gitunya, tapi saya ingin S.IP karena yang saya tau S.IP itu lebih mudah untuk nantinya kita mau nerusin ke S2, nah kalo S.STP itu gak semua unive

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. Mung