Langsung ke konten utama

ASN Mengaji

 Tulisan ini mulai ditulis pada hari Ahad tanggal 17 Rajab 1442 H yang bertepatan dengan tanggal 28 Februari 2021 Masehi, pukul 19.07 WIB.

 

Ikhwan & asatidzah sekalian, minta tolong untuk mengisi g-form yang linknya ada di deskripsi grup nggih. 

Kemudian tujuan terdekat dari grup ini adalah sarana untuk Guyub & saling menasihati “ikhwan ngaji” yang sudah berada di lingkaran pemerintah. Lebih-lebih bagi para pemula yang baru merasakan dunia pemerintahan, mereka sangat membutuhkan nasihat dari senior yang sudah lebih dahulu ada di lingkup pemerintahan.

“Kok sekarang kayak ngikut arus sistem, dst.” 

Kami sangat butuh nasihat-nasihat dan pengalaman dari para senior agar tetap berada di jalur yang paling minimal bisa menyelamatkan kami.

Lalu untuk kedepannya, mangga jika ada usulan untuk mengadakan taujihat terkurikulum ataupun tidak, semoga bisa menjadi ladang kebaikan untuk kita semua.

*** 


Mengawali tulisan ini, kami ingin katakan bahwa kami sebenarnya belum layak masuk ke sebuah grup WhatsApp, ASN Mengaji. Karena ternyata grup tersebut berisi para guru atau minimal para penuntut ilmu syar’i, bukan berisi orang awam seperti kami. 


Kami masih awam karena memang kami sampai dengan detik ini belum mampu menguasai bahasa arab dan ilmu-ilmu alat (yang dasar) sehingga rasa-rasanya kami belum pantas berada dalam satu majelis diskusi orang-orang yang telah menguasai bahasa arab dan berbagai ilmu alat.

 

Jika bukan karena nasihat salah satu sahabat kami, yaitu “itu grup untuk mereka yang beritikad istiqomah di atas sunnah, walau kita (maksudnya adalah kami pribadi) jauh di bawah mereka, paling ga kita dapat bau wangi mereka, Mas.”

 

Masyaallah, bila bukan karena taufik dari Allah, kemudian pesan tersebut di atas, maka kami mungkin sudah memilih untuk keluar dari grup tersebut.

 

Maka hikmahnya adalah mungkin kami saat ini belum bisa banyak memberi kontribusi dari sisi ilmu syar’i, tapi kami insyaallah bisa banyak mengambil faidah dari para senior di dalam grup tersebut.

 

Dan mungkin, kami pun bisa memberikan sumbangsih informasi mengenai dunia pemerintahan karena kami telah berada di dunia birokrasi sejak tahun 2014 dan mengenyam pendidikan D-4 di salah satu pendidikan tinggi kedinasan, IPDN, sehingga mungkin kami mempunyai sedikit banyak gambaran tentang dinamika dunia birokrasi Indonesia secara umum. 

 

Maka kini kami ingin sedikit berbagi sebuah tulisan.

 

Tulisan sederhana sebagai sebuah nasihat untuk kami pribadi, sekaligus ajang melakukan intropeksi diri sebagai seorang Muslim yang berusaha memahami dan mengamalkan Islam sebagaiaman pemahaman salafus shalih yang bekerja sebagai Pegawai ASN. 

 

Pertama, tentang nama ASN Mengaji.

Berdasarkan Pasal 1 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), maka yang dimaksud Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah profesi bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang bekerja pada instansi pemerintah.

Sehingga bila menggunakan istilah ASN, sejatinya ada dua status yang masuk di dalamnya, yaitu PNS dan PPPK.

Secara sederhana, PNS memiliki status yang lebih “permanen” daripada PPPK. Karena seorang PPPK hanya bekerja dalam durasi waktu tertentu, misal per satu tahun, per dua tahun, per lima tahun, dan seterusnya.

Adapun seorang PNS, maka di awal pengangkatan, yang bersangkutan tidak diikat dengan durasi waktu tertentu. Seorang PNS akan terus menjadi PNS selama tidak menyalahi aturan disiplin sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Wallahu’alam, kami tidak tahu secara detail peruntukan grup ASN Mengai ini, apakah memang dibuat untuk mengakomodir PNS dan PPPK atau hanya sekadar PNS semata. Tapi bila memang ingin konsisten dengan nama ASN Mengaji, maka cakupan anggota grup harus diperluas hingga ke PPPK.

Kedua, tentang kalimat “tetap berada di jalur yang paling minimal bisa menyelamatkan kami.”

Bahasa kasarnya mungkin adalah selamatkan diri sendiri.

Mungkin kalimat di atas perlu penjelasan lebih panjang lebar. Karena bagi kami, kalimat tersebut bisa dimaknai ke arah yang benar dan juga ke arah yang salah.

Singkatnya, kami pribadi kurang setuju dengan kalimat tersebut, karena kami memaknai kalimat tersebut dengan makna yang cenderung negatif.

Bagi kami, kalimat itu menunjukan keinginan untuk bisa selamat sendiri dan tidak begitu peduli dengan orang yang ada di sekitar kita.

Padahal salah satu konsekuensi bekerja dalam sebuah sistem adalah suka atau tidak, tahu atau tidak tahu, maka kehadiran kita mempunyai dampak dalam keberlangsungan organisasi tersebut. Dengan hanya sekadar “adanya” kita di sana, maka kita sudah “membantu” sistem itu berjalan. Ini sebuah keniscayaan.

Terlebih lagi di sebuah sistem yang kita sebut sebagai sistem birokrasi Indonesia. Sependek ilmu yang kami miliki dan pengalaman kerja kami selama kurang lebih tujuh tahun, maka kita sulit untuk terus berada di posisi “tidak tahu” tentang cara kerja birokrasi, khususnya tentang pengelolaan anggaran sebagai pondasi utama sebuah organisasi bisa bergerak (dan disinalah letak segala permasalahannya).

Kecuali anda bekerja sebagai seorang jabatan fungsional yang benar-benar berada “jauh” dari “ruangan administrasi”, semisal mungkin dosen, dokter, apoteker, dan jabatan fungsional lainnya. Mungkin, ya, anda bisa terus berada di posisi tidak tahu tentang roda birokrasi. 

Tapi bila anda masih berada “dekat” bahkan berada “di dalam” ruangan administrasi, maka seiring berjalannya waktu maka anda pasti mengetahui bagaimana roda birokrasi itu berputar.

Kami melihat langsung di lapangan beberapa contoh orang yang memang mampu menyelamatkan dirinya dari segala pelanggaran anggaran birokrasi, tapi hanya sebatas itu, dia tidak mampu melakukan edukasi pada rekan satu ruangan lainnya yang jelas-jelas dia setiap hari berinteraksi. Atau mungkin berusaha untuk sedikitnya memberikan perubahan atau masukan agar setiap pelanggaran bisa terus berkurang setiap harinya.

Intinya adalah, mari kita selamatkan diri sendiri dan juga selamatkan orang yang ada di dekat kita. Konsekuensi masuk ke sebuah sistem ya kita harus bisa merubahnya, bila tidak bisa, ya silahkan keluar!

Mungkin contoh nyata adalah seperti yang dilakukan oleh Ustaz Muflih, semoga Allah menjaga beliau dan kita semua dalam ketaatan, di salah satu ceramahnya beliau bercerita bahwa beliau menolak untuk melakukan tanda tangan pada kegiatan fiktif dan beliau pun mengingatkan teman kerjanya yang lain untuk tidak memberikan tanda tangan di dalam kegiatan tersebut. 

Dan akhirnya, situasi semacam itu menjadi salah satu alasan bagi Ustaz Muflih untuk memilih keluar dari dunia birokrasi, mengundurkan diri sebagai seorang PNS!

Sehingga bila niat dari awal hanya sekadar bisa selamat sendiri, maka insyaallah itu sangat mudah untuk dilakukan, tapi apa memang hanya seperti itu? Hadirnya Muslim dengan pemahaman salafus shalih di dalam roda birokrasi idealnya bisa juga memberikan kontribusi perubahan sekecil apapun itu, sesuai dengan kemampuan dan sesuai dengan tusi yang kita miliki. 

Semoga Allah memberi taufik untuk kita semua.

Wallahu’alam.

 

Selesai ditulis pada hari Ahad tanggal 17 Rajab 1442 H yang bertepatan dengan tanggal 28 Februari 2021 Masehi di Permata Bogor Residence (Desa Cilebut Barat, Kec. Sukaraja, Kab. Bogor), pukul 20.23 WIB

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. Mung

Wahana Wyata Praja IPDN

Sejarah Singkat Wahana Wyata Praja Wahana Wyata Praja adalah organisasi internal Praja IPDN yang pada dasarnya mempunyai tugas dan fungsi sama dari tahun ke tahun, namun namanya berubah sesuai situasi dan kondisi pada masa angkatan tersebut. Nama organisasi praja yang terbentuk sejak awal berdirinya STPDN hingga IPDN adalah sebagai berikut: Manggala Corps Praja Angkatan I STPDN sampai dengan angkatan IV STPDN Organisasi ini bernama MANGGALA CORPS PRAJA, yang pimpinannya adalah Manggala Pati dengan tanda jabatan talikur berwarna merah, nama Manggala Corps ini hanya sampai pada angkatan IV saja, karena pada angkatan V organisasi internal Praja ini berubah nama menjadi WAHANA BINA PRAJA. Wahana Bina Praja Angkatan IV STPDN sampai dengan angkatan XVI STPDN Wahana Bina Praja ini pimpinannya bernama Gubernur Praja dengan tanda jabatan talikur berwarna biru lis kuning nestel dua, dari Wahana Bina Praja inilah mulai di bentuk berbagai instansi dan UKP yang di ang