Langsung ke konten utama

Sebuah Rangkuman Sederhana : Rekrutmen dan Seleksi

I.    Pendahuluan

      Rekrutmen dan seleksi Pegawai di dalam organisasi publik adalah sebuah fase penting yang harus mendapat perhatian khusus. Karena rekrutmen dan seleksi Pegawai adalah entry point atau titik awal yang menentukan apakah sebuah organisasi akan mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau justru sebaliknya. Pada artikel yang berjudul Recruitment and Selection of Public Workers : An International Compendium of Modern Trends and Practices (selanjutnya akan disebut dengan Recruitment and Selection of Public Workers), dijelaskan bahwa kemampuan organisasi publik untuk merekrut dan menjaga Pegawai yang memiliki talenta merupakan salah satu kesuksesan organisasi tersebut dalam memberikan respon terhadap berbagai macam masalah, tantangan dan tuntutan dari masyarakat. Pegawai adalah aset serta sumber daya utama bagi organisasi. Tanpa adanya pegawai yang berkompeten dalam sebuah organisasi maka sulit bagi organisasi publik untuk bisa memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat.

      Jurnal dengan judul HRM Reform in Decentralised Local Government : Empirical Perspectives on Recruitment and Selection in The Philippines and Thailand (selanjutnya akan ditulis dengan HRM Reform) juga menitikberatkan akan pentingnya proses atau fase Rekrutmen dan Seleksi Pegawai. Akan tetapi jurnal tersebut melihat pentingnya fase rekrutmen dan seleksi Pegawai dari sudut pandang yang sedikit berbeda dengan artikel Recruitmen and Selection of Public Workers. Jurnal HRM Reform melihat bahwa rekrutmen dan seleksi Pegawai harus mendapatkan perhatian lebih karena praktek rekrutmen dan seleksi Pegawai, khususnya di negara-negara berkembang, masih banyak dilakukan dengan kecurangan baik dalam bentuk korupsi, kolusi, maupun nepotisme. Padahal rekrutmen dan seleksi Pegawai adalah langkah awal berjalannya sebuah organisasi. Sehingga bila di awal telah dimulai dengan praktek yang menyalahi etika bahkan aturan yang ada, wajar bila kemudian organisasi publik belum bisa memberikan kinerja yang sesuai dengan harapan masyarakat.


II.    Isi

       Recruitment and Selection of Public Workers

       Organisasi publik dewasa ini mendapat banyak tantangan dan permasalahan. Akan tetapi masalah utama yang harus diselesaikan terlebih dahulu oleh organisasi publik adalah berkenaan dengan masalah Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) itu sendiri. Beberapa masalah tersebut diantaranya adalah :

1.     Pegawai yang memasuki masa pensiun dan kurangnya regenerasi;

2.      Kekosongan bangku kepemimpinan;

3.      Perubahan paradigma tentang “karir”;

4.      Perubahan yang cepat, khususnya kemajuan teknologi;

5.  Kompetisi yang kuat dari sektor swasta untuk mendapatkan pegawai yang terbaik;

6.      Penghematan anggaran;dan

7.      Citra yang buruk dalam masyarakat.

     Permasalahan di atas merupakan permasalahan utama Manajemen SDM yang saat ini dihadapi oleh organisasi publik dan kunci keberhasilan sebuah organisasi publik untuk bisa menyelesaikan semua permasalahan tersebut adalah dengan cara merekrut Pegawai yang memiliki kemampuan yang tinggi sehingga mampu untuk menjalankan organisasi publik dengan baik. Tapi organisasi publik tidak bisa langsung begitu saja melakukan perubahan terhadap tata cara dalam merekrut Pegawai. Karena kesuksesan dalam merekrut Pegawai yang memiliki talenta dan komitmen terhadap pemerintahan tidak hanya dipengaruhi dengan perbaikan pada aspek sistem manajemen SDM tapi harus juga dilakukan perbaikan pada faktor politik, sosial dan ekonomi yang sangat mempengaruhi terhadap iklim organisasi publik.

      Hal-hal yang bisa dilakukan untuk melakukan perbaikan pada faktor politik, sosial dan ekonomi adalah pertama mengembalikan ketidakpercayaan publik terhadap etika pelayanan publik dengan cara memaksimalkan pelajaran kewarganegaraan dan menjelaskan tentang peran penting negara serta Pegawai Negeri. Penjelasan tentang pentingnya seorang Pegawai Negeri harus juga diikuti dengan penjelasan kewajiban dan tanggung jawabnya. Kedua, manajemen SDM harus menjadi partner dalam organisasi. Kantor SDM harus bisa menempatkan dirinya sebagai pelayan bagi organisasi sehingga peran Kantor SDM yang utama adalah mengembangkan kompetensi setiap Pegawai. Ketiga, tradisi dan kultur negatif seperti fokus pada acara ritual, struktur kasta, sikap kekeluargaan, kekuasaan berdasarkan senioritas dan tanggung jawab bersama harus mulai diganti kepada sikap-sikap atau tradisi dan kultur yang positif. Keempat, perbaikan sistem manajerial yang harus memperhatikan beberapa komponen penting yaitu sistem kompensasi yang kompetitif, deskripsi pekerjaan yang dapat dipertanggungjawabkan, skema klasifikasi yang dapat diterapkan, peluang untuk mengembangkan diri, perencanaan yang sukses, dan jaminan keselamatan kerja.

      Apabila usaha perbaikan pada faktor politik, sosial dan ekonomi telah dilakukan maka selanjutnya organisasi publik bisa memaksimalkan proses rekrutmen dan seleksi pegawai dengan 3 langkah perubahan serta perbaikan, yaitu : pertama melakukan perubahan prosedur rekrutmen dan seleksi pegawai menjadi lebih transparan dan user-friendly. Hal itu bisa dilakukan dengan cara mengganti aturan yang terlalu membatasi calon pegawai, mengadopsi prosedur yang fleksibel dan menarik, proses seleksi yang cepat, ujian masuk yang berbasis performance based-test, assessment center, biodata, atau unassembled exam, menanamkan kebijakan yang ramah pekerja, dan membuat deskripsi pekerjaan yang lebih fleksibel. Kedua, peningkatan terhadap proses rekrutmen dan seleksi pegawai dengan cara melakukan desentralisasi kepada unit kerja di bahwa dalam melakukan rekrutmen. Ketiga, dengan cara memanfaatkan kemajuan teknologi dalam proses rekrutmen dan seleksi pegawai.


       HRM Reform

    Rekrutmen dan seleksi pegawai harus mendapatkan perhatian lebih karena merupakan faktor krusial dalam organisasi publik dan dalam pelaksanaannya di banyak negara berkembang, proses rekrutmen dan seleksi masih dilakukan dengan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Praktek korupsi pada proses rekrutmen dan seleksi pegawai adalah isu utama yang ada ketika sebuah negara berkembang mulai menerapkan desentralisasi dalam sistem pemerintahannya. Desentralisasi menyebar luas di belahan dunia karena sebuah respon dari tuntutan publik atau ketidakpuasan publik terkait tidak efisien dan tidak responsifnya birokrasi pemerintahan (gerakan politik) dan/atau disebabkan oleh penerapan paradigma baru di dalam ilmu administrasi publik, yaitu New Public Management (NPM). Kunci utama dari penerapan NPM adalah desentralisasi kekuasaan. Walaupun makna desentralisasi dimaknai berbeda antara Negara-negara Barat dengan Negara-negara Berkembang.

       Negara-negara Barat memaknai desentralisasi sebagai sesuatu hal yang terpisah dari politik, sehingga desentralisasi dalam konteks NPM adalah sebuah kemampuan manajerial. Adapun di negara-negara berkembang makna desentralisasi adalah makna politik dan kemampuan manajerial itu sendiri. Sehingga reformasi birokrasi dalam bentuk desentralisasi dapat dipahami dalam 2 (dua) dimensi yaitu dimensi politik dan dimensi pembagiaan kewenangan manajerial. Praktek di negara-negara berkembang, penerapan desentralisasi justru membuat adanya monopoli kekuasaan yang dilakukan oleh elite lokal. Monopoli kekuasaan itu juga berimbas pada manajemen SDM di tingkat Pemerintahan Daerah (Pemda), khususnya dalam fase rekrutmen dan seleksi pegawai. Seperti apa yang telah di sebutkan di paragraf pertama, isu yang kemudian berkembang dari adanya monopoli kekuasaan itu adalah praktek korupsi. Penyebabnya adalah kurangnya moral dan disiplin pegawai dan hal itu bukan semata diakibatkan oleh tidak adanya aturan tapi karena hilangnya sensitivitas para pegawai terhadap masalah yang ada. Pegawai pemerintahan masih kaku mengacu pada sistem birokrasi Webberian.

       Pilipina dan Thailand adalah dua negara yang mempunyai kesamaan norma sosial yaitu keharusan mengutamakan orang asli daerah atau putra daerah (dalam istilah Pilipina disebut dengan Utang na loob dan di Thailand dikenal dengan Bun khun). Sedangkan dari latar belakang sejarah pemerintahan, negara Pilipina pada masa penjajahan telah merasakan atau memiliki pengalaman dalam penerapan desentralisasi sehingga pada tahun 1991 Pilipina mulai menerapkan desentrallisasi sebagai akibat dari gerakan politik. Adapun negara Thailand tidak memiliki sejarah desentralisasi. Thailand justru terbiasa dengan sistem pemerintahan sentralistik yang kuat sehingga penerapan desentralisasi pada tahun 1997 bukan sebuah gerakan politik tapi merupakan solusi yang coba diterapkan dari masalah fiskal dan kemauan untuk menerapkan demokrasi di pemerintahan daerah.

       Proses rekrutmen dan seleksi Pegawai di Pilipina dan Thailand secara garis besar memiliki kesamaan karena masih diatur oleh Pemerintah Pusat akan tetapi pada prakteknya ada sedikit perbedaan. Di Pilipina, Pemerintah Pusat yang berwenang untuk melakukan Ujian Kompetitif dan Pemda hanya mengeluarkan prosedur dasar untuk rekrutmen dan seleksinya. Pada pelaksanaanya ada lembaga pusat yang disebut dengan Civil Service Commission (CSC) yang membuat aturan dan panduan sebagai bentuk pengawasan. Adapun di Thailand, teknis pelaksanaan ujian rekrutmen dan seleksi pegawai diserahkan kepada Pemda. Tapi prosedur ujian dan kriterianya ditentukan oleh Pusat. Hal itu hanya berlaku bagi regular staf, dan untuk non—reguler staf, baik Pilipina maupun Thailand sama-sama menyerahkan sepenuhnya mekanisme rekrutmen dan seleksinya kepada Pemda. Sehingga pada prakteknya, di Kota A (Filipina) dan Kota C (Thailand) terdapat contoh nyata penerapan desentralisasi yang buruk. Rekrutmen dan seleksi bagi regular staf tidak dilakukan sesuai dengan aturan yang ada atau dengan kata lain masih ada celah pada pengawasannya. Dan praktek kolusi jelas terlihat pada rekrutmen non-reguler staf, Pemda Kota A dan Kota C benar-benar memanfaatkan kewenangannya untuk mengangkat orang-orang yang dekat dengan kekuasaan sebagai seorang Pegawai, walaupun dengan status non-reguler staf. Akan tetapi, praktek di Kota B (Pilipina) dan Kota D (Thailand) terdapat sebuah implementasi yang positif. Kedua kota tersebut mampu menunjukan serta melaksanakan setiap ketentuan yang telah digariskan oleh Pusat dalam hal proses rekrutmen dan seleksi pegawai dengan baik. Hal itu bisa terwujud disebabkan oleh strong leadership yang ditunjukan oleh masing-masing pimpinan Pemda. Dengan faktor itu, maka Kota B dan Kota C mampu untuk melaksanakan setiap ketentuan dan bahkan membuat inovasi yang signifikan dalam proses rekrutmen dan seleksi pegawai.

       Ada hal menarik yang ada di Thailand dalam merespon permasalahan dalam manajemen SDM yang ada di negaranya. Di Thailand, ada gerakan yang justru mendorong dilakukan atau diterapkan kembali sentralisasi dalam hal manajemen SDM, tidak hanya dalam hal mekanisme rekrutmen dan seleksi Pegawai, bahkan Pemda di Thailand menginginkan agar Pemerintah Pusat melakukan mutasi dan promosi Pegawai secara terpusat. Hal itu tidak ditemukan di Pilipina dan secara singkat fenomena itu terjadi karena perbedaan latar belakang politis diantara dua negara tersebut. Pilipina yang secara historis memang telah merasakan desentralisasi sedangkan Thailand telah lama merasa nyaman dengan sistem sentralistik. Sehingga keduanya memberikan respon yang berbeda terhadap permasalahan Manajemen SDM yang ada di Pemda.


III.    Kesimpulan

     Proses rekrutmen dan seleksi Pegawai di dalam organisasi publik tidak bisa dilihat sebagai sebuah kegiatan yang berdiri sendiri atau terpisah dari bagian manajemen SDM yang lain. Akan tetapi proses tersebut harus dipandang secara utuh dan menyeluruh dari sistem manajemen SDM bahkan merupakan sebuah bagian yang tidak terpisahkan dari strategi pengembangan organisasi. Sehingga dalam prakteknya, perbaikan proses rekrutmen dan seleksi pegawai harus dilakukan beriringan dengan usaha untuk memperbaiki iklim yang ada di sekitar organisasi publik. Proses atau gerakan politik desentralisasi harus sejalan dengan proses desentralisasi dalam organisasi publik itu sendiri. Karena desentralisasi bukan hanya tentang reformasi manajerial yang dipengaruhi oleh NPM tapi juga tentang gerakan politik demokrasi untuk mengembangkan negara.

    Hal penting yang harus diperhatikan adalah organisasi publik dan organisasi swsata berada di jalur yang sangat berbeda sehingga strategi atau cara manajemen SDM yang dalam hal ini proses rekrutmen dan seleksi pegawai, sesukses apapun apabila diterapkan di swasta tidak bisa untuk sepenuhnya diadopsi ke dalam organisasi publik. Pun dengan penggunaan serta pemanfaatan kemajuan teknologi, harus mulai dipikirkan solusi ketika penggunaan teknologi telah secara maksimal diterapkan dan mulai mengurangi jumlah Pegawai dalam sebuah organisasi.


IV.    Bahan Bacaan

Lavigna, R. J., & Hays, H. W. (2004). Recrutment and Selection of Public Workers : An International Compendium of Modern Trends and Practices. Public Personnel Management, 33 (3), 237-253.

Ishii, Rohitarachoon and Hossain (2013). HRM Reform in Decentralised Local Government : Empirical Perspectives on Recruitment and Selection in the Philippines and Thailand. Asian Journal of Political Sciences, 21 (3):249-267.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. Mung

Wahana Wyata Praja IPDN

Sejarah Singkat Wahana Wyata Praja Wahana Wyata Praja adalah organisasi internal Praja IPDN yang pada dasarnya mempunyai tugas dan fungsi sama dari tahun ke tahun, namun namanya berubah sesuai situasi dan kondisi pada masa angkatan tersebut. Nama organisasi praja yang terbentuk sejak awal berdirinya STPDN hingga IPDN adalah sebagai berikut: Manggala Corps Praja Angkatan I STPDN sampai dengan angkatan IV STPDN Organisasi ini bernama MANGGALA CORPS PRAJA, yang pimpinannya adalah Manggala Pati dengan tanda jabatan talikur berwarna merah, nama Manggala Corps ini hanya sampai pada angkatan IV saja, karena pada angkatan V organisasi internal Praja ini berubah nama menjadi WAHANA BINA PRAJA. Wahana Bina Praja Angkatan IV STPDN sampai dengan angkatan XVI STPDN Wahana Bina Praja ini pimpinannya bernama Gubernur Praja dengan tanda jabatan talikur berwarna biru lis kuning nestel dua, dari Wahana Bina Praja inilah mulai di bentuk berbagai instansi dan UKP yang di ang