Langsung ke konten utama

Kepentingan elektoral dan akademik.

Senin, 14 April 2025

08.48 WIB


Bissmillah wa shallatu wa sallam ala rasulillah.


Pada tulisan sebelumnya, "Jika Negara Terlalu Banyak Mengurus Kasus", dijelaskan berkenaan dengan fenomena mayoritas politisi yang "memanfaatkan" kasus viral untuk membuat dirinya dikenal sebagai seseorang yang pro rakyat.


Di dalam tulisan ini, kami akan mengemukakan pendapat tentang respon yang ideal dari fenomena tersebut.


Bila seorang politisi memanfaatkan berita viral untuk mendongkrak popularitasnya, maka bagi kami hal itu menjadi sesuatu yang lumrah, toh itu merupakan bagian dari strategi dirinya agar dikenal luas. 

Karena tanpa dikenal, sehebat dan secerdas apapaun seorang politisi maka akan sulit baginya untuk terpilih dalam kompetisi demokrasi yang ada di Indonesia saat ini.


Tapi ketika nantinya politisi tersebut telah mampu terpilih, dalam konteks ini dia terpilih menjadi seorang Kepala Daerah (Gubernur, Walikota/Bupati), maka dia harus bisa menyesuaikan gaya "pencitraan"-nya. 

Dia harus memahami bahwa kini dia telah menjadi seorang Pejabat Negara. Seorang pimpinan birokrasi yang harus mengeluarkan banyak kebijakan untuk menyelesaikan serta mengantisipasi berbagai macam persoalan.


Di sisi lain, dia selaku Kepala Daerah, memiliki sebuah mesin besar yang disebut dengan Birokrasi. 

Birokrasi Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota), terdiri dari banyak Organisasi Perangkat Daerah (OPD). OPD bersifat spesifik menangani beberapa urusan. Oleh karena itu, Kepala Daerah harus bisa mengarahkan mesin birokrasi tersebut dengan baik. Mengarahkan sehingga bisa bersama-sama menyelesaikan segala permasalahan yang ada di masyarakat.


Idealnya, dia harus terlebih dahulu duduk bersama seluruh pimpinan OPD dan melakukan kesepakatan serta membuat semacam SOP tentang alur kerja pemerintahan dibawah nakhodanya. Dia sebagai seorang Politisi, tentu membutuhkan "citra" karena ada kepentingan elektoral yang harus dia raih. 


Forum awal itu, harus bisa menghasilkan kompromi antara tercapainya kepentingan elektoral dan juga terselesaikan segala kebijakan publik yang berbasis akademis. Sehingga kebijakan yang dihasilkan tidak hanya sekadar "menyelesaikan kasus viral" tapi jauh dari itu, mampu juga menjadi sebuah kebijakan yang mencegah berbagai macam kasus-kasus viral di kemudian hari.


Solusi yang terpikir oleh kami adalah, Kepala Daerah harus tetap berada di garda terdepan pemberitaan, dia tetap menjadi figur yang terus terjun ke lapangan untuk "mencari masalah". Akan tetapi dia harus menugaskan Sekretaris Daerah (Sekda) sebagai "penjaga gawang". 


Di bawah komando Sekda, setiap masalah yang telah dia dapatkan di lapangan agar segera di distribusikan ke masing-masing OPD untuk diberikan solusi, baik solusi jangka pendek dan solusi jangka panjang.


Dengan cara seperti itu, maka akan terjadi keseimbangan antara kebijakan yang bersifat nyata dan langsung dirasakan oleh masyarakat serta kebijakan yang bersifat preventif dan baru akan dirasakan di masa yang akan datang.


Selanjutnya, media sosial yang dimiliki oleh Politisi tersebut juga sebaiknya digunakan sebagai sarana keterbukaan birokrasi. 

Rapat-rapat ditayangkan secara live streaming misalnya, sehingga masyarakat bisa melihat seperti apa proses pengambilan keputusan. 

Sehingga secara tidak langsung hal itu juga bisa menjadi proses pendidikan politik bagi masyarakat luas.


Wallahu'allam.

Selesai ditulis pada tanggal 14 April 2025 pukul 15.01 WIB.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da...

D-IV atau S1 ?

Suatu malam pada hari Sabtu , tanggal 14, bulan Januari , tahun 2012, berlatar tempatkan teras masjid Al-Ilmi IPDN Kampus Kalimantan Barat, terjadi satu percakapan ringan sangat sederhana tapi kemudian mampu untuk membuat otak ini menjadi rumit karena terus memikirkan substansi dari apa yang diperbincangkan itu, terlalu rumit sehingga saya pikir perlu untuk dituangkan dalam sebuah narasi penuh kata, tidak berpetuah dan tidak juga indah. Tapi cukup-lah untuk sekedar berbagi ide dan informasi yang pastinya tidak sesat. Dan ini-lah percakapan singkat itu : HP ( inisial teman saya ) : “Dim, kamu lebih milih mana, S.IP atau S.STP ?” Saya : “mmm….pengennya sih S.IP” HP : “Kenapa, Dim? Kata orang kan kalo S.STP tuh lebih baik buat karir dan kata orang juga S.IP tuh lebih condong buat jadi dosen.” Saya : “Wah gak tau sih kalo masalah yang kayak gitunya, tapi saya ingin S.IP karena yang saya tau S.IP itu lebih mudah untuk nantinya kita mau nerusin ke S2, nah kalo S.STP itu gak semua unive...

Menegakan Akal Sehat

Cover Buku Menegakan Akal Sehat Setelah kurang lebih 3 (tiga) bulan atau bahkan lebih lama dari itu, saya “terbelenggu” oleh biografi Steve Jobs yang ditulis oleh Walter Isaacson , akhirnya saya bisa move on ke bacaan yang lain. Bacaan yang telah lama ingin saya baca tapi harus terhalang oleh keterbatasan kemampuan saya dalam membaca sehingga perlu waktu lebih ( atau mungkin kurang ya? ) 3 (tiga) bulan untuk melahap buku setebal 728 halaman itu.  Ini mungkin akan menjadi sebuah lelucon di kalangan mereka yang mengaku menjadikan membaca merupakan hobi dalam kehidupannya, terlebih untuk saya yang juga menuliskan kata “membaca’ dalam kolom hobi biodata diri.  Tapi mau gimana lagi?  itu memang kenyataannya dan kenyataan lain bahwa ada sebuah pengakuan dari seorang teman ( yang walaupun baru sebatas teman BBM-an serta Twitter-an ) meng-klaim bahwa dia hanya membutuhkan waktu sekitar 2 (dua) jam saja untuk membaca buku biografi Steve Jobs itu.  Damn! ...