Langsung ke konten utama

KAMPUS DAERAH DAN SEMANGAT PERUBAHAN


”Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja IPDN menetapkan : Kampus IPDN Manado, Kampus IPDN Makassar, Kampus IPDN Pekanbaru, dan Kampus IPDN Bukittinggi, yang selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 892.1¬829 Tahun 2009 ditetapkan lokasi pembangunan kampus IPDN di daerah yaitu: di Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara, di Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan, di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau, dan di Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat, serta pada saat ini sedang dipersiapkan pengembangan Kampus IPDN di Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat, Kampus IPDN di Mataram di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Kampus IPDN di Jayapura Provinsi Papua.”


Itulah dasar hukum diadakannya kampus daerah di lembaga pendidikan tinggi kepamong prajaan IPDN. Ada banyak sebab kenapa pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan kebijakan untuk membuka kampus-kampus di daerah. Salah satu yang pasti dan paling logis yang dapat kita pikirkan, khususnya masyarakat umum, adalah karena Kementerian Dalam Negeri sebagai atasan langsung dari lembaga pendidikan IPDN ingin merubah kultur, struktur dan prosedur yang telah lama ada di IPDN, yang pada masa lampau pada kenyataannya telah menimbulkan polemik dan bahkan hilangnya nyawa peserta didik.

Kita tak perlu lagi pura-pura tidak tahu dan bahkan saya pribadi pun tidak harus sok tahu menceritakan kepada anda semua tentang apa yang terjadi di masa lampau di lembaga pendidikan kedinasan ini. Ya...yang lalu biarlah berlalu, mari kita berorientasi ke masa depan, toh lembaga ini sudah mawas diri dan melakukan serangkaian perubahan agar peristiwa di masa lampau yang sangat menyakitkan itu tak terulang lagi. Intinya, belajar dari kesalahan dan tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Perubahan bagaimanapun juga sangat diperlukan dalam kehidupan ini, seiring bertambahnya usia dan perubahan zaman kita tidak boleh menjadi seorang yang bebal yang tidak mau berubah untuk beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat ini. Kita harus menjadi seorang yang fleksibel dan dinamis, kita harus mampu beradaptasi dengan baik dan secepat mungkin, agar kita tetap mampu bertahan hidup dan mampu hidup dengan baik. Dan itulah yang terjadi pada lembaga IPDN, ketika dulu di saat pemerintah memegang peranan yang sangat kuat di hadapan masyarakat, ketika pemerintah begitu berkuasa dan mempunyai kekuatan serta kekuasaan yang sangat kuat. Dan rakyat tak lebih hanya sekedar rakyat biasa yang hidup di negara, yang secara kasar hanya memiliki hak untuk hidup, sekedar untuk hidup. Pemerintah memegang kendali untuk segala segi kehidupan manusia pada saat itu, keseragaman dan ketaatan total menjadi doktrin utama. Tak boleh ada perbedaan dan tak boleh ada perlawanan, otoriter begitu biasa kita menyebutnya. Sudah banyak contoh pada waktu itu, ketika ada seorang saja yang berani melawan arus dan menjadi beda diantara yang sama, maka orang itu akan hilang tanpa jejak. Itulah suatu masa yang kita sebut sebagai masa Orde Baru dibawah kepemimpinan Soeharto. Satu hal yang menyebabkan hal itu tak menjadi masalah dan polemik adalah karena faktor ekonomi yang stabil sehingga tidak terlalu banyak keluhan dari masyarakat atas kekangan seperti itu. Itulah kenapa, IPDN (STPDN pada waktu itu) sebagai pencetak kader aparatur pemerintahan, melakukan suatu pendidikan yang keras yang menganut atau berkiblat pada sistem pendidikan militer. Itu semata dilakukan karena memang pada waktu itu, situasi dan kondisi menuntut seorang pegawai pemerintahan yang kuat, penuh wibawa dan ditakuti masyarakat. Agar masyarakat tetap taat patuh pada setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Karena memang sekali lagi, pemerintah pada waktu itu memilki posisi yang kuat dibandingkan dengan masyarakat.
Lalu seiring perkembangan zaman, di era globalisasi ini, khususnya di Indonesia, era perubahan itu ditandai dengan runtuhnya kekusaan Soeharto pada tahun 1998, munculah suatu era yang bernama Reformasi. Di era atau zaman ini lah kekuasaan pemerintah mulai luntur, rakyat mulai menunjukan tajinya dan mulai dari saat itu lah rakyat yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan yang kuat dengan massa sebagai senjatanya (People Power), dengan Demokrasi sebagai sistemnya (oleh, dari, dan untuk rakyat). Tak ada lagi pemerintah yang otoriter dan tak akan bisa lagi ada penguasa yang diktator. Berjuta-juta rakyat mengawasi pemerintah dan berjuta-juta rakyat itu pula siap setiap saat untuk melakukan perlawanan bila ada sesuatu hal yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang ada. Itulah cerminan wajah pemerintah kita masa kini dan itulah kenapa pendidikan dengan kekerasan juga sudah tidak relevan dengan zaman sekarang. Segala bentuk pembentukan mental dan fisik yang menggunakan unsur kekerasan di masa lampau sudah tidak cocok dengan zaman sekarang ini. Karena ini bukan lagi Orde Baru, tapi ini Reformasi. Rakyat sudah tidak lagi mau dipimpin dengan cara-cara yang otoriter nan menakutkan, rakyat ingin dipimpin dengan cara-cara yang positif jauh dari pemaksaan dan kekerasan.

Pemerintah sekarang dalam posisi yang lemah, masyarakat lah yang kuat. Karena memang pada hakikatnya rakyat lah yang mempunyai kekuasaan itu, pemerintah tidak lebih hanya sebagi pembantu yang mempunyai tugas untuk melayani rakyat. Karena dengan uang rakyat, pemerintah bisa hidup dan menjalankan segala tugas pemerintahannya. Inilah yang dipahami oleh IPDN, walaupun proses pemahaman dan perubahan itu harus dilewati dengan terjadinya serangkaian kasus tragis nan menghebohkan. Mungkin bisa dikatakan IPDN terelambat untuk berubah, tapi bukankah lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Menerapkan pendidikan kemiliteran di IPDN yang tujuan akhirnya adalah untuk mencetak kader aparatur pemerintahan yang pada praktek kerja nantinya akan banyak berhadapan langsung dengan rakyat, sudah tidak relevan. Karena pendidikan seperti itu hanya akan membentuk kader-kader yang ingin dilayani bukan melayani. Karena pendidikan seperti itu hanya akan mencetak orang-orang yang keras nan pasif dan hanya bergerak menunggu perintah, padahal kader aparatur pemerintahan haruslah ramah, persuasif, kreatif dan inovatif.
Di zaman ini, ketika rakyat yang memegang kendali, aparatur pemrintahan haruslah mampu melayani masyarakat dengan sebaik mungkin, memposisikan dirinya sebagai pelayan yang harus memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Bukan justru bertindak angkuh, ingin dihormati.

Kembali lagi ke permasalahan awal, kebijakan membuka kampus di daerah merupakan salah satu dari banyak perubahan sistem di IPDN untuk beradaptasi dengan perubahan zaman dan tentunya untuk menjadi perguruan tinggi kedinasan pencetak kader pamong praja menjadi lebih baik lagi. Kampus daerah sudah mulai dibuka sejak tahun 2009, yaitu Kampus Bukittinggi, Kampus Makassar dan Kampus Pekanbaru. Lalu pada tahun 2010 ditambah satu kampus daerah yaitu Kampus Manado. Dan pada tahun 2011 ditambah lagi Kampus Mataram, Kampus Pontianak dan Kampus Jayapura. Jadi, total ada tujuh kampus daerah yang disediakan oleh IPDN.
Angkatan XXI, angkatan muda praja tahun pendidikan 2010/2011, akan menjadi angkatan pertama yang mengisi kampus daerah di Pontianak, Mataram, dan Jayapura. Disamping itu pula mereka akan tetap menjadi angkatan ketiga setelah angkatan XIX dan XX, yang mengisi kampus Pekanbaru, Makassar, dan Bukitttinggi. Serta menjadi angkatan kedua setelah angkatan XX untuk mengisi kampus daerah di Manado. Sistem regional ini menggunakan sisitem KSK (Kumpul Sebar Kumpul), dengan rincian satu dua semester kumpul di Kampus Pusat Jatinangor, semseter tiga, empat, lima, dan enam sebar di beberapa kampus daerah dan kemudian kumpul lagi pada semester tujuh dan delapan di Jatinangor. Tapi, karena situasi dan kondisi program regional dipercepat menjadi pada semester dua. Oleh karena itu, bila tidak ada perubahan, 750 dari 1500 orang muda praja angkatan XXI IPDN akan berangkat menuju regional pada tanggal 15 Maret 2011, 100 orang tiap regional kecuali Mataram 150 orang. Proses penentuan regional masing-masing orang nya, tergantung minat yang telah dipilih oleh setiap pribadinya, walaupun pada akhirnya kebijakan lembaga lah yang menentukan.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. Mung

Wahana Wyata Praja IPDN

Sejarah Singkat Wahana Wyata Praja Wahana Wyata Praja adalah organisasi internal Praja IPDN yang pada dasarnya mempunyai tugas dan fungsi sama dari tahun ke tahun, namun namanya berubah sesuai situasi dan kondisi pada masa angkatan tersebut. Nama organisasi praja yang terbentuk sejak awal berdirinya STPDN hingga IPDN adalah sebagai berikut: Manggala Corps Praja Angkatan I STPDN sampai dengan angkatan IV STPDN Organisasi ini bernama MANGGALA CORPS PRAJA, yang pimpinannya adalah Manggala Pati dengan tanda jabatan talikur berwarna merah, nama Manggala Corps ini hanya sampai pada angkatan IV saja, karena pada angkatan V organisasi internal Praja ini berubah nama menjadi WAHANA BINA PRAJA. Wahana Bina Praja Angkatan IV STPDN sampai dengan angkatan XVI STPDN Wahana Bina Praja ini pimpinannya bernama Gubernur Praja dengan tanda jabatan talikur berwarna biru lis kuning nestel dua, dari Wahana Bina Praja inilah mulai di bentuk berbagai instansi dan UKP yang di ang