Rabu, 22 Rajab 1438 H
/ 19 April 2017
19.00 WIB
Pasal 134
Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN)
menyebutkan bahwa Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini (UU ASN) harus
ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini
diundangkan.
Berdasarkan ketentuan
diatas, peraturan pemerintah sebagai bentuk dari peraturan pelaksana berkenaan
dengan UU ASN harus ada selambat-lambatnya tanggal 15 bulan Januari tahun 2016.
Karena UU ASN disahkan serta diundangkan pada tanggal 15 Januari 2014. Akan
tetapi kenyataan yang ada adalah peraturan pelaksana itu baru muncul ke permukaan
di tahun 2017, tepatnya pada tanggal 7 bulan April tahun 2017. Kurang lebih 1
(satu) tahun 3 (tiga) bulan lebih lama dari waktu yang telah ditetapkan.
Ya, Peraturan
Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PP
11/2017) telah resmi disahkan pada tanggal 30 Maret 2017 dan kemudian
diundangkan pada tanggal 7 April 2017. Dengan demikian, seperti juga disebutkan
dalam Pasal 362, PP 11/2017 mencabut 15 PP yang selama ini mengatur tentang
teknis administrasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang ada di Indonesia.
Menurut
pendapat saya, PP 11/2017 merupakan PP yang sangat ambisius dan “gemuk” karena
PP 11/2017 langsung mengatur semua permasalahan, yang dulunya diatur dalam 15
PP. Semangat yang diusung mungkin baik, yakni ingin menunjukan bahwa pemerintah
Indonesia dewasa ini serius untuk memotong jalur birokrasi, tapi rasa-rasanya
memotong jalur birokrasi bukan dengan cara memborong semua permasalahan ke
dalam satu PP, yang akhirnya justru menjadi tidak terlalu “mengena” dan
ujung-ujungnya malah tak jauh beda dengan sebuah UU. Sangat bersifat umum, serta banyak hal pokok yang tak termuat di dalamnya.
Sebelum lebih jauh
saya menyampaikan kritikan/masukan perihal PP 11/2017, saya ingin terlebih dahulu
mengomentari tentang lambatnya pemerintah dalam merumuskan peraturan pelaksanan
UU ASN. Banyak sudut pandang yang bisa digunakan untuk mengomentari
permasalahan itu. Tapi saya sangat tertarik untuk melihatnya dari segi politik.
Keterlambatan pemerintah dalam membuat aturan pelaksanan UU ASN disebabkan oleh
“komoditas” PNS bukan “barang yang laku” atau dengan bahasa lain, permasalahan
tentang PNS tidak dipandang sebagai sesuatu yang strategis. Hal itu bisa
dilihat dengan “adem ayem”-nya DPR, media, serta masyarakat secara umum. Tak
ada pemberitaan besar-besaran tentang permasalahan aturan pelaksana UU ASN.
Pemerintah masih memandang “remeh” PNS. Padahal PNS adalah kunci dari berjalan
atau tidaknya program yang telah direncanakan oleh para pimpinan di negeri ini.
Dan tanpa aturan yang mumpuni, wajar bila proses pelaksanaan program
pemimpin yang ada di Indonesia seringkali terkendala. Sepintar apapun seorang
asrsitektur dan sebagus apapun gambar bangunan yang dibuatnya, tak akan bisa
terealisasikan bila para pekerjanya (kuli bangunan) tidak bekerja dengan baik!
Kembali pada tujuan
awal penulisan tulisan singkat ini, UU ASN dihadirkan sebagai sebuah UU
pengganti UU Nomor 43 tahun 1999 dengan misi yang sangat besar yakni merubah paradigma pengelolaan kepegawaian birokrasi Indonesia seiring dengan perkembangan zaman.
Titik beratnya ada pada keinginan masyarakat luas terhadap birokrasi yang
setidak-tidaknya “mirip” dengan apa yang ditunjukan oleh instansi swasta. Maka
dengan semangat perubahan itu, UU ASN dirumuskan. (http://noorzandhislife.blogspot.co.id/2013/12/ruu-asn-dan-eksistensi-ipdn.html) Akan tetapi karena
lamanya perumusan peraturan pelaksana dari UU ASN, maka semangat perubahan paradigma itu seperti berjalan di tempat. Karena walaupun telah menggunakan UU baru,
segala macam bentuk pengaturan teknisnya masih menggunakan PP lama. Sehingga perubahan
yang digadang-gadangkan itu belum bisa dilaksanakan. Bisa jadi karena beratnya beban
perubahan yang diusung, membuat proses perumusan PP UU ASN berlangsung alot.
Tapi kini, setelah dikeluarkannya PP 11/2017, berdasarkan hasil pengamatan
singkat yang saya lakukan, perubahan besar itu belum juga bisa saya liat.
Di awal tulisan saya telah singgung bahwa PP 11/2017 terlalu ambisius dan gemuk. Membaca
PP 11/2017 seperti membaca sebuah UU. Banyak hal yang masih perlu untuk
dijelaskan/diatur lebih rinci oleh peraturan menteri. Hal itu sangat wajar
terjadi karena urusan penyusunan dan penetapan kebutuhan, pengadaan, pangkat
dan Jabatan, pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi, penilaian
kinerja, penggajian dan tunjangan, penghargaan, disiplin, pemberhentian,
jaminan pensiun dan jaminan hari tua, dan perlindungan PNS diatur di dalam satu
PP, yakni PP 11/2017.
Saya ambil contoh
tentang Kenaikan pangkat PNS (karena salah satu tugas yang saya miliki adalah
berkenaan dengan Kenaikan Pangkat) di dalam PP 11/2017 tidak menyebutkan
bagaimana mekanisme kenaikan pangkat PNS sesuai dengan paradigma UU ASN. Bahkan
tidak dijelaskan apakah PNS masih menggunakan pangkat/golongan seperti yang
saat ini berlaku atau tidak. Permasalahan pangkat/golongan seperti “sengaja”
ditinggalkan. Karena memang kunci utama pengembangan karir PNS ada di
pangkat/golongan. Pemberian gaji pokok PNS, sebagai sumber utama kesejahteraan
PNS, ditentukan berdasarkan pangkat/golongan. Oleh karena urusan
pangkat/golongan bisa dikatakan sebagai sebuah hal yang sensitif, maka dalam
Pasal 352 disebutkan bahwa Pangkat dan golongan ruang PNS yang sudah ada pada
saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, tetap berlaku sampai dengan
diberlakukannya ketentuan mengenai gaji dan tunjangan berdasarkan Peraturan
Pemerintah mengenai gaji dan tunjangan sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Perumusan tentang
bagaimana bentuk pangkat/golongan bagi PNS harus bisa mengakomodir asas
kompetensi serta kompetisi yang sehat dan adil. Tidak bisa terlalu hierarki
selayaknya militer tapi tak bisa juga terlalu bebas seperti swasta. Melihat
pada ketentuan tentang pengisian jabatan administrator dan jabatan pengawas
pada Pasal 54, maka sepertinya memang akan ada “perubahan besar” pada sistem
pangkat/golongan PNS. Karena tidak ada persyaratan yang menyebutkan
golongan/pangkat terendah untuk menduduki jabatan administrator dan pengawas.
Tapi itu baru sebuah spekulasi, karena pada akhirnya kita harus menunggu PP-nya
terlebih dahulu.
Karena walaupun di dalam PP 11/2017 tidak diatur tentang
Kenaikan Pangkat PNS, dan telah dicabutnya PP 99/2000 tentang Kenaikan Pangkat
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan PP 12/2002 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat
Pegawai Negeri Sipil, akan tetapi pada Pasal 363 disebutkan bahwa Peraturan
pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyusunan
dan penetapan kebutuhan, pengadaan, pangkat dan Jabatan, pengembangan karier,
pola karier, promosi, mutasi, penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan,
penghargaan, disiplin, pemberhentian, jaminan pensiun dan jaminan hari tua, dan
perlindungan, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau
belum diganti berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Itu berarti Perka BKN
Nomor 12 tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 99
Tahun 2000 Tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana Telah
Diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 tetap berlaku sehingga
pelaksanaan Kenaikan Pangkat PNS masih bisa dilakukan dengan berpedoman pada
Perka BKN Nomor 12 tahun 2002.
Well, bagi saya yang awam, maka hal itu membuat
saya mengerutkan dahi, UU dan PP telah baru, yakni UU tahun 2014 dan PP tahun
2017. Tapi realitanya masih tetap menjadikan pedoman sebuah aturan yang
dikeluarkan pada tahun 2002, dan berdasar pada dua aturan yang telah dinyatakan
dicabut dan tidak berlaku. Aneh, ‘kan?
Maka seharunya ketika
akan merubah sebuah UU, pemerintah harus terlebih dahulu menyusun PP-nya
sehingga konsep besarnya telah mampu terlihat dan bisa langsung dieksekusi.
Bukan justru terombang-ambing. Jadi jangan membuat sebuah UU tanpa persiapan aturan
pelaksananya, terlebih lagi sebuah UU yang merevisi UU lama.
Wallaahu'alam.
#PMA
terima kasih reviewnya pak, sy pribadi berharap tdk ada lg pangkat/gol. soalnya sy sdh sarjana dr univ. negeri tp masih gol. 2 susah penyesuaiannya, krn terkendala aturan daerah :)
BalasHapussama sama pak, semoga memberikan manfaat dan semoga di masa depan aturan kepegawaian tidak menjadi kendala untuk pengembangan kapasitas pegawai.
Hapusbenar skali komentnya tuh...sy jg dah baca ppnya yg mnurut sy..ga jelas...dan menrt sy ga ada yg baru kok di ppnya...
BalasHapusIya pak, secara umum dan sekilas memang tidak ada yang baru.
Hapusbenar skali komentnya tuh...sy jg dah baca ppnya yg mnurut sy..ga jelas...dan menrt sy ga ada yg baru kok di ppnya...
BalasHapusItulah indonesia pak, ada UU baru tapi PP belum muncul2, kalopun muncul kadang ndak jelas pelaksanaan teknisnya. Masak sampai beberapa tahun UU berlaku masih sperti jalan ditempat, akhirnya hanya impian kosong semata. Yang sudah enak ya tetap enak, yang dibawah hanya mengelus dada dan sabar.
BalasHapusmasyaallah, semoga birokrasi indonesia kedepannya lebih baik ya mas. Aamiin!
HapusUU no 5 tahun 2014 terkesan prematur, hal ini seperti disengaja salah satunya untuk menangkal desakan para tenaga honorer yang ingin diangkat menjadi PNS dengan jalur khusus. Hingga melampaui pertengahan tahun 2017 ini masih banyak PP yang belum diterbitkan, terutama yang terkait dengan hak-hak PNS seperti gaji dan tunjangan, serta jabatan. Hal ini menyebabkan kacau balaunya administrasi kepegawaian di Indonesia dikarenakan aturan-aturan tersebut menjadi campur aduk, sebahagian dilaksanakan dengan aturan (PP) baru, namun masih banyak lagi yang dilaksanakan berdasarkan aturan (PP) lama yg tidak lagi relevan dengan UU no.5 tahun 2014 yang telah diterbitkan. Sebagai contoh PNS yang akan direkrut akan dihadapkan dengan aturan baru yg ada dalam UU no.5 tahun 2014, sementara PNS yang keluar (pensiun) masih diperlakukan dengan aturan lama yang gak tahu sampai kapan akan dibuatkan PP nya. Inilah yg membuat kesan UU no.5 tahun 2014 tersebut terkesan prematur dilahirkan seperti tanpa persiapan yang matang.
BalasHapusiya pak, masih banyak yang harus dibenahi untuk permasalahan aturan kepegawaian di Indonesia. Semoga kita bisa menjadi bagian dari solusi dari segala kesemrawutan yg ada.
HapusCERITA KISAH SUKSES SAYA JADI PNS
BalasHapusAssalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan saya seorang guru honorer di Kalimantan saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar di SD NEGERI 009 di banjarmasin mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya 0853-2174-0123 dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk DR HERMAN M.si No Hp 0853-2174-0123. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wb...
betul sekali PP 11/2017 mengenai manajemen PNS masih perlu disempurnakan lagi.. sangat bermanfaat analisa-nya mas...
BalasHapus