Selasa, 1 Syaban 1439 H // 17 April 2018
08.30 WIB
Kehidupan dunia memang hanya akan berputar pada 2 (dua) keadaan. Antara kita bersyukur atau bersabar.
Berputar antara kebahagiaan yang membuat kita bersyukur karenanya atau sebaliknya, sebuah kesedihan akan datangnya musibah yang memaksa kita bersabar menjalaninya.
Dunia ini bukan surga sehingga tak mungkin segala sesuatunya terus indah penuh gelak tawa bahagia. Tapi dunia ini pun bukan neraka, yang setiap harinya kesedihan melanda dihiasi tangis beriring sakit.
Maka tak heran bila ada pepatah yang mengatakan bahwa setelah jalan menanjak pasti ada turunan. Hal itu tidak bertentangan dengan syariat karena Allah, rabbul alamin telah berfirman, “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyroh : 5-6)
Berkenaan dengan ayat di atas, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di mengatakan, “Kata al ‘usr (kesulitan) menggunakan alif-lam dan menunjukkan umum (istigroq) yaitu segala macam kesulitan. Hal ini menunjukkan bahwa bagaimana pun sulitnya, akhir dari setiap kesulitan adalah kemudahan. Dari sini, kita dapat mengambil pelajaran, yaitu setelah ada kesulitan pasti ada jalan keluar.”
Toh, titik beratnya bukan pada kebahagian atau kesedihan tapi sikap apa yang kita tunjukan ketika kebahagian dan kesedihan itu datang menghampiri.
Qodarullah wa maa-syaa-a fa'ala (Allah telah mentakdirkan segalanya dan apa yang dikehendaki-Nya pasti dilakukan-Nya), saat ini Paman (Uwa) saya sedang terjerat kasus hukum. Sebuah pukulan telak bagi keluarga besar saya terutama keluarga besar dari jalur Ibu.
Beliau tidak hanya menjadi tulang punggung bagi keluarganya tapi menjadi tulang punggung keluarga besarnya yaitu adik-adiknya. Karena beliau lebih mapan secara ekonomi dan jabatan diantara keluarga lainnya.
Dan sejauh yang saya ingat, beliau menerima tanggung jawab itu dengan jiwa besar. Beliau tidak lantas menelantarkan keluarga besarnya. Beliau merangkul semuanya. Di balik sikapnya yang cenderung dingin ketika berkumpul, tapi saya selalu yakin beliau menyimpan hati yang sangat baik. Selayang pandang, beliau seperti acuh tapi sungguh beliau sangat memberikan perhatian kepada keluarga besarnya.
Saya tidak bisa memungkiri, setelah rahmat dan taufik dari Allah ta'ala, maka selanjutnya Paman saya begitu berpengaruh pada banyak hal yang telah saya dapatkan saat ini. Maka ketika kini beliau harus menjalani sebuah proses hukum, terlepas dengan apa status hukum beliau saat ini, secara manusiawi saya bersedih dan harus sekuat tenaga menahan tangis dalam dada.
Saya pribadi telah lama khawatir kasus hukum ini akan menimpa beliau. Pada tulisan saya yang berjudul Transisi, sedikitnya saya telah menyinggung permasalahan itu. Sikap beliau yang mungkin terlalu baik disamping godaan kekuasaan yang terus menghampiri membuat beliau pada akhirnya terjebak pada situasi seperti sekarang ini.
Tapi apa mau dikata? Ini takdir Allah ta'ala dan ini pasti yang terbaik. Saya berdo'a, semoga situasi ini bisa kami lewati dengan penuh kesabaran dan menjadi titik balik kehidupan beliau dan kami untuk hanya bersandar serta berharap pada Allah ta'ala.
Aamiin!
The situations of this kind cause a number of difficulties. However, there are no problems to be overcome. You should be stronger to reach the final.
BalasHapus