Langsung ke konten utama

Nekat!

KAMIS, 27 DZULQADAH 1439 H // 9 AGUSTUS 2018
20.09 WIB


Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

BONDHO NEKAT
Saya mencoba mencari arti dari padanan kata Bondho Nekat melalui google.com, tapi saya tidak menemukan sebuah artikel yang bisa untuk dijadikan rujukan atau referensi yang akurat. 
Mayoritas artikel yang ada di halaman depan mesin pencari (google.com) menampilkan artikel yang membahas tentang sepak bola dan mengasosiasikan Bondho Nekat kepada bonek, sebuah komunitas pendukung sepak bola tim Persebaya.

Akan tetapi benang merah yang dapat saya ambil adalah Bondho Nekat mempunyai makna yaitu keyakinan yang tinggi tanpa modal yang berarti, berani menembus rintangan/tantangan untuk hal-hal yang positif. 
Jadi izinkan saya menggunakan istilah Bondho Nekat dalam artikel ini untuk menamakan sebuah niat yang tinggi dalam menjalankan sesuatu yang positif dengan resiko negatif yang akan didapatkan di kemudian hari.

DUNIA BUKAN SURGA, BUKAN JUGA NERAKA
Teringat sebuah nasihat indah dari Ustadz Dr. Musyaffa’ Ad Dariny, beliau menuliskan, “Ingatkan diri, bahwa hidup di dunia bukan di surga, maka jangan harap ada kebahagiaan murni dan abadi. Sebaliknya dunia ini juga bukan neraka, maka tidak mungkin ada kesedihan dan kesengsaraan yang murni dan abadi pula. Kebahagiaan dan kesedihan akan datang silih berganti, maka jangan sampai goyah dalam langkah perjalanan panjang anda menuju surga.”

Masyaallah, apa yang beliau tuliskan di atas memang benar adanya, kesedihan dan kebahagiaan begitu cepat berlalu dan hal ini sangat biasa terjadi. Masih ingat dan segar dalam ingatan saya ketika kebahagiaan datang memeluk erat. 
Kebahagiaan sebentuk pengumuman kelulusan dalam tes untuk mendapatkan beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Berdasarkan Keputusan Direktur Utama LPDP tanggal 19 Juni 2017 dengan nomor KEP-13/LPDP/2017 tentang penetapan hasil seleksi substansi calon penerima Beasiswa Pendidikan Indonesia Program Magister dan Doktoral Dalam Negeri dan KEP-14/LPDP/2017 tentang penetapan hasil seleksi substansi calon penerima Beasiswa Pendidikan Indonesia Program Spesialis Dalam Negeri tahap I  tahun 2017, alhamdulillah saya dinyatakan lulus sebagai calon penerima beasiswa LPDP.

Kemudian kebahagiaan itu mulai menghilang seiring dengan kenyataan bahwa saya telah salah dalam memilih program studi (prodi) tujuan pendidikan ketika mendaftar sebagai calon penerima beasiswa LPDP. 
Kesalahan yang muncul murni akibat keteledoran saya pribadi. Saya tidak bisa menyalahkan pihak lain karena seharusnya saya sebagai calon mahasiswa mampu untuk melakukan kajian sederhana mengenai prodi apa yang sesuai dan bisa menerima saya nantinya.

AWAL MULA CERITA
Di awal ketika mendaftar LPDP, tujuan prodi yang saya pilih adalah Magister Manajemen dan Kebijakan Publik (MKP) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM). Apabila dilihat dari latar belakang pendidikan yang saya miliki yaitu Manajemen Sumber Daya Aparatur (MSDA) Fakultas Manajemen Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), maka ada 2 (dua) prodi yang bisa atau sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang saya miliki, MKP dan Magister Administrasi Publik (MAP) Fisipol UGM.

Apalagi saat ini saya pun bekerja di Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal (Setjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), sehingga secara umum kedua jurusan tadi linier atau sesuai dengan apa yang saya kerjakan.

Akan tetapi, saya memilih MKP karena saya ingin lebih mendalami faktor-faktor pembuatan kebijakan secara spesifik, dan itu bisa saya dapatkan di MKP. MAP pun bisa memberikan pengetahuan tentang pengambilan kebijakan tapi tentu tidak sedetai MKP, karena MAP akan membahas administrasi publik secara lebih umum dan komprehensif.

Argumen di atas membuat saya lupa akan fakta bahwa sebagai lulusan IPDN maka jenjang pendidikan yang saya dapatkan adalah Diploma-4 (D4), sehingga ketika saya berkonsultasi langsung dengan staf MKP Fisipol UGM melalui sambungan telepon mereka menyatakan bahwa sampai dengan saat ini, MKP Fisipol UGM belum menerima lulusan D4!

Saat-saat itu-lah dunia serasa runtuh, saya mulai membayangkan bahwa jerih payah saya untuk mendapatkan beasiswa LPDP harus hilang seketika karena kesalahan saya dalam menentukan prodi tujuan.

Kesedihan tidak berlangsung lama, harapan ternyata masih ada. Saya bisa mengajukan usul atau permohonan perpindahan prodi tujuan kepada LPDP sehingga saya masih memiliki kesempatan untuk tetap mendapatkan beasiswa LPDP. Alhamdulillah!

 
KEBAHAGIAAN, KESEDIHAN, KEBAHAGIAAN, KESEDIHAN…
See the circle here? 
Kebahagiaan, kesedihan, lalu kebahagiaan, maka selanjutnya kesedihan kembali menghampiri.

Kesedihan itu muncul dalam sebuah kenyataan bahwa ternyata proses permohonan perpindahan prodi di LPDP tidak segampang yang saya kira. Pada 10 Januari 2018 saya pun mulai melakukan proses permohonan perpindahan prodi ke LPDP melalui email ke alamat lpdp.dkp3@kemenkeu.go.id, lalu pada tanggal 23 Januari 2018 LPDP memberikan email balasan dan meminta LoA (Letter of Acceptance) sebagai kelengkapan berkas untuk permohonan perpindahan prodi.

Mendengar hal tersebut tentu membuat saya terkejut karena jujur saya pribadi tidak membaca secara detail buku panduan LPDP sehingga saya tidak begitu tau apa saja persyaratan ketika akan mengajukan perpindahan prodi.

Maka ketika kelengkapan dokumen yang diminta adalah LoA, saya menjadi sedikit heran karena LoA didapatkan setelah kita berproses untuk masuk ke universitas yang kita tuju.
Tapi bila kasus seperti saya, yang memiliki kesalahan ketika mendaftar LPDP dan akan mengajukan perpindahan maka syarat tersebut menjadi sesuatu hal yang berat. Berat dalam artian bahwa saya harus melakukan gambling karena saya harus terlebih dahulu mendaftar ke prodi perubahan (bukan sesuai daftar awal di LPDP) setelah itu menunggu pengumuman dan apabila diterima, saya pun tidak bisa serta merta berbahagia karena masih menunggu satu pengumuman lagi yaitu keputusan LPDP terkait perpindahan yang saya ajukan.

Tapi sekali lagi, saya tidak bisa dan tidak mau menyalahkan orang/pihak lain karena saya pun harus menghargai dan menghormati kebijakan LPDP yang tentunya tidak begitu saja dalam mengeluarkan sebuah aturan. Kembali lagi dari awal, semua proses panjang ini terjadi akibat kesalahan dan keteledoran saya pribadi. Maka senang atau tidak, saya harus tunduk dan ikuti aturan yang ada.

KEBIJAKAN VS. KEBIJAKAN
Kebijakan lain yang dikeluarkan LPDP terkait proses perpindahan prodi adalah LPDP mempunyai jadwal pelaksanaan perpindahan perguruan tinggi, program studi dan jenjang studi tahun 2018 sesuai dengan Pengumuman Direktur Umum LPDP Nomor PENG2/LPDP.3/2018 tanggal 5 Januari 2018. 
Berdasarkan jadwal tersebut, maka jadwal perpindahan prodi yang memungkinkan untuk bisa saya ikuti adalah jadwal perpindahan pada gelombang IV, karena kelengkapan berkas berupa LoA bisa untuk dilengkapi pada tanggal 1-3 Agustus 2018, maka dengan asumsi saya bisa diterima di MAP Fisipol UGM yang diumumkan pada tanggal 1 Agustus 2018, maka keesokan harinya saya bisa untuk segera mengirimkan LoA tersebut ke LPDP.

Alhamdulillah, apa yang saya rencanakan tersebut di atas bisa berjalan dengan baik. Maka saya pun kini tinggal menunggu keputusan akhir LPDP apakah menerima atau menolak permohonan perpindahan prodi yang saya ajukan pada tanggal 31 Agustus 2018.

Tapi ternyata ada permasalahan lain yang luput dari perkiraan saya. Bahwa pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) UGM harus dilakukan paling lambat tanggal 9 Agustus 2018 dan perkuliahan perdana di mulai pada tanggal 13 Agustus 2018. Pihak UGM pun tidak bisa memberikan penangguhan pembayaran UKT, termasuk kepada calon mahasiswa penerima beasiswa LPDP yang sedang mengajukan perpindahan seperti saya.

Perlu diketahui dengan status yang kini saya miliki, yaitu calon penerima beasiswa LPDP tapi sedang dalam proses permohonan perpindahan. Maka LPDP belum mau mengeluarkan surat jaminan pemberiaan beasiswa atau LoG kepada pihak kampus. Dan pihak kampus dalam hal ini UGM, tidak mau untuk menangguhkan pembayaran UKT bagi calon penerima beasiswa LPDP yang tidak bisa melampirkan LoG.
Sehingga saya dan LPDP saat ini ibarat status quo. Status quo hingga nanti pengumuman resmi dari LPDP apakah menerima atau menolak permohonan perpindahan prodi yang telah saya ajukan.

MEMILIH BERESIKO
Di dalam status quo, saya dihadapkan dengan beberapa pilihan sulit yang semuanya memiliki resikonya masing-masing.

Pertama.
Saya bisa terus melanjutkan proses perkuliahan dengan membayar terlebih dahulu UKT menggunakan uang sendiri, dengan catatan, apabila LPDP menyetujui perpindahan yang saya ajukan maka UKT yang telah saya bayarkan akan diganti dan ini-lah skenario idaman.
Catatan yang lain, permohonan perpindahan saya ditolak oleh LPDP maka UKT yang telah saya bayar hangus dan saya harus menghentikan perkuliahan di MAP Fisipol UGM karena beasiswa LPDP tidak bisa saya terima. Atau saya bisa tetap melanjutkan kuliah di MAP Fisipol UGM tapi dengan melepaskan beasiswa LPDP dan kuliah dengan biaya sendiri.

Karena apabila permohonan perpindahan prodi ditolak, artinya saya hanya boleh kuliah di MKP Fisipol UGM sesuai data awal saya mendaftar LPDP.

Kedua.
Saya tidak harus membayar UKT dan tetap menunggu pengumuman perpindahan studi pada tanggal 31 Agustus 2018 yaitu dengan cara melakukan permohonan ke UGM khususnya MAP Fisipol untuk menunda perkuliahan (defer) ke semester berikutnya. Tapi ini opsi yang langsung saya tinggalkan karena keputusan Menteri Dalam  Negeri tentang Penetapan Tugas Belajar saat saya telah dinyatakan diterima di UGM telah saya usulkan dan saat ini sedang berproses tanda tangan pimpinan. 
Besar kemungkinan per bulan Agustus 2018 saya telah diberikan izin untuk melanjutkan studi di UGM. Pun saya belum mengetahui apakah pihak MAP Fisipol UGM bisa mengeluarkan kebijakan defer perkuliahan dengan alasan menunggu pengumuman perpindahan prodi? 
Selanjutnya apa mungkin setelah saya mengajukan defer (asumsikan MAP Fisipol UGM memberikan izin defer), lalu permohonan perpindahan prodi saya ditolak LPDP, apakah saya mau tetap melanjutkan studi di MAP Fisipol UGM? 
Bila saya tidak ingin melanjutkan studi (karena mengikuti keputusan LPDP), apakah MAP Fisipol UGM mau menerima pengunduran diri saya setelah saya mengajukan defer? 
Okay, mari kita asumsikan MAP Fisipol UGM mau menerima semua permintaan saya tersebut, lalu di semester berikutnya atau di pembukaan mahasiswa baru selanjutnya saya kembali mendaftar ke UGM tapi kini dengan tujuan MKP Fisipol UGM, berapa besar kemungkinan saya akan diterima dengan track record seperti apa yang telah panjang lebar saya jelaskan? 
Belum lagi dengan realita awal bahwa saya adalah lulusan D4, maka pintu itu rasa-rasanya telah tertutup bagi saya.

Oleh karena itu, setelah diskusi panjang lebar dengan keluarga, menimbang segala kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Maka saya putuskan untuk nekat tetap melanjutkan studi di MAP Fisipol UGM. Beberapa alasannya adalah pertama izin pelaksanaan tugas belajar terlanjur berproses dan kemungkinan terbesarnya akan turun di bulan Agustus ini. Kedua, tak ada jaminan bahwa di seleksi selanjutnya saya akan diterima (lagi) oleh UGM. Ketiga, niat saya untuk melanjutkan studi di tahun ini terlampau kuat dan besar. Sayang bila kemudian saya urungkan.

Ya saya akan banyak kehilangan materi, tapi mudah-mudahan itu sepadan dengan ilmu yang nantinya akan saya dapatkan. Sehingga ini menjadi bukti bahwa saya melanjutkan studi bukan karena alasan pragmatis, tapi ini murni karena alasan idealis. Biidznillah!

Ya, fasilitas beasiswa yang ditawarkan oleh LPDP memang begitu menggiurkan, banyak orang yang pasti akan menyayangkan. Tapi sekali lagi, saya tak ingin menjadi pragmatis. Bila memang secara ketentuan, saya belum bisa melanjutkan studi di MKP Fisipol UGM dan hanya bisa melanjutkan studi di MAP Fisipol UGM, maka kenapa saya harus memaksakan mendapatkan beasiswa?

Saya salah dan saya telah mencoba secara maksimal memperbaiki kesalahan tersebut tapi bila memang LPDP mempunyai pendapat dan pertimbangan lain, maka saya pun harus berjiwa besar serta berlapang dada menerima keputusan. 
Masih ada beberapa hari lagi menuju tanggal 31 Agustus 2018, tanggal penentuan terkait kepastian beasiswa saya. Maka sebagai seorang Muslim saya tidak pernah putus untuk berharap kepada Allah ta’ala, semua telah Allah ta’ala takdirkan, sehingga apapun yang terjadi maka itu adalah yang terbaik dan akan memberi manfaat bagi saya.
Di sisi lain, bila dilihat dari argumen perpindahan prodi yang saya ajukan, maka ada perasaan optimis dalam diri saya bahwa pihak LPDP akan menyetujui perpindahan itu. Karena MKP dan MAP masih dalam satu rumpun keilmuaan. Dan keduanya masih sangat bersinggungan dengan latar belakang ilmu serta pekerjaan yang kini saya miliki. Ini bukan alasan yang "diada-adakan". Tapi memang sebuah alasan faktual.  
Well, setidaknya itu adalah sudut pandang yang saya miliki.
Wallahu'alam.

Komentar

  1. Lalu akhirnya bagaimana kak? lancarkah perjalanan ganti prodi dan beasiswa LPDP nya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Walhamdulillah, Allah mudahkan segala prosesnya.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. Mung

Wahana Wyata Praja IPDN

Sejarah Singkat Wahana Wyata Praja Wahana Wyata Praja adalah organisasi internal Praja IPDN yang pada dasarnya mempunyai tugas dan fungsi sama dari tahun ke tahun, namun namanya berubah sesuai situasi dan kondisi pada masa angkatan tersebut. Nama organisasi praja yang terbentuk sejak awal berdirinya STPDN hingga IPDN adalah sebagai berikut: Manggala Corps Praja Angkatan I STPDN sampai dengan angkatan IV STPDN Organisasi ini bernama MANGGALA CORPS PRAJA, yang pimpinannya adalah Manggala Pati dengan tanda jabatan talikur berwarna merah, nama Manggala Corps ini hanya sampai pada angkatan IV saja, karena pada angkatan V organisasi internal Praja ini berubah nama menjadi WAHANA BINA PRAJA. Wahana Bina Praja Angkatan IV STPDN sampai dengan angkatan XVI STPDN Wahana Bina Praja ini pimpinannya bernama Gubernur Praja dengan tanda jabatan talikur berwarna biru lis kuning nestel dua, dari Wahana Bina Praja inilah mulai di bentuk berbagai instansi dan UKP yang di ang