Langsung ke konten utama

Kementerian Triumvirat

 

Artikel ini mulai ditulis pada hari Senin tanggal 16 Syaban 1442 H yang bertepatan dengan tanggal 29 Maret 2021 Masehi, pukul 13.22 WIB.

 

Berdasarkan Pasal 8 ayat (3) Undang-undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945, disebutkan bahwa Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan bisa untuk menjadi pelaksana tugas kepresidenan secara bersamaan apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, dan/atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan.

 

Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pertahanan menjadi tiga Kementerian yang secara khusus nomenklatur kementeriannya disebutkan dengan tegas dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

 

Merujuk pada salah satu artikel di Wikipedia (https://id.wikipedia.org/wiki/Triumvirat), tiga orang/lembaga yang pada satu waktu menjadi penguasa disebut dengan istilah triumvirat. Triumvirat sendiri berasal dari bahasa latin yang bermakna dari tiga laki-laki.

 

Kembali pada konteks sistem tatanegara di Indonesia, konsekuensi logis dari disebutkannya secara tegas Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pertahanan di dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah ketiga kementerian tadi akan selalu ada dan hadir di Negara Indonesia, siapapun presiden yang terpilih.

 

Satu-satunya cara apabila presiden tidak ingin membentuk ketiga kementerian tersebut atau bahkan sekadar ingin merubah nama nomenklaturnya, presiden harus terlebih dahulu “merayu” Majelis Permusyaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) untuk melakukan amandemen terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

 

Oleh karena itu, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pertahanan adalah kementerian yang paling sulit untuk dibubarkan.

 

Kenapa harus Kemenlu, Kemendagri dan Kemenhan?

Wallahu’allam, kami pribadi belum melakukan pencarian referensi tulisan tentang alasan di balik pemilihan ketiga kementerian di atas untuk menggantikan Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya secara bersamaan tidak bisa menjalankan tugasnya secara tetap.

 

Akan tetapi, sependek ilmu yang kami miliki, pemilihan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pertahanan sebagai pelaksana tugas kepresidenan adalah sebuah keputusan yang sangat tepat. Kenapa?

 

Karena ketiga Kementerian itu mewakili secara umum tugas yang dilakukan oleh Presiden dan Wakil Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi di dalam pemerintahan.

 

Apabila kita coba klasifikasikan secara umum tugas sebuah pemerintahan, maka kita bisa membuat sebuah klasifikasi secara ringkas ke dalam urusan pemerintahan dalam negeri, urusan pemerintahan luar negeri, dan urusan pertahanan negara. Semua urusan spesifik pemerintahan pasti ujung-ujungnya akan bermuara pada ketiga klasifikasi di atas, entah itu urusan dalam negeri, urusan luar negeri, dan/atau urusan pertahanan negara.

 

Akan tetapi, kami melihat bahwa saat ini fungsi Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pertahanan rasa-rasanya mengalami sedikit reduksi.

 

Sebelum kami melanjutkan artikel ini kami akan terlebih dahulu mengatakan bahwa tulisan ini masih sangat minim referensi ilmiah sehingga kurang berbobot. Kami hanya akan mencoba mengemukakan ide dan gagasan tentang fungsi utama yang harusnya diembang oleh kementerian triumvirat di Indonesia, khususnya Kementerian Dalam Negeri. Semua hanya sekadar opini.


Tugas yang mengalami Reduksi

Sebagaimana yang telah kami sebutkan di atas, secara umum urusan pemerintahan akan bisa dibagi ke dalam tiga klasifikasi global, urusan dalam negeri, urusan luar negeri dan urusan pertahanan.

 

Atas dasar argumen di atas, kami melihat bahwa sepertinya Bapak Bangsa Indonesia menginginkan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pertahanan menjadi poros utama Kementerian yang akan dibentuk di Indonesia.

 

Ketiga Kementerian ini idealnya harus menjelma menjadi koordinator bagi kementerian-kementerian teknis lainnya yang dibentuk oleh Presiden dan Wakil Presiden. Karena nama nomenklatur ketiga kementerian tadi bersifat umum dan layak untuk menjadi kementerian koordinator

 

Sehingga seharusnya Kementerian Luar Negeri menjadi koordinator bagi segala urusan negara yang berkaitan dengan pihak/negara/Lembaga asing, Kementerian Dalam Negeri bertindak sebagai koordinator semua urusan teknis pemerintahan yang ada di dalam negeri, dan akhirnya semua tentang pertahanan negara harus berada dalam koordinasi Kementerian Pertahanan.

 

Akan tetapi praktek yang ada dewasa ini, Presiden dan Wakil Presiden terpilih selalu membentuk Kementerian khusus yang menjadi kementerian koordinator, sehingga Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pertahanan “berada” di bawah kementerian koordinator.

 

Mari kita coba baca Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 68 Tahun 2019 tentang Organisasi Kementerian Negara sebagai dasar hukum terbaru bagi kementerian negara di Indonesia.

 

Berdasarkan Pasal 3, Pasal 30, dan Pasal 47 Perpres Nomor 68 Tahun 2019 memang secara tegas disebutkan bahwa seluruh kementerian berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Sehingga hal itu memberikan gambaran bahwa seluruh kementerian berada di satu tingkatan yang sama.

 

Tapi apabila kita mencermati Pasal 79 Perpres Nomor 68 Tahun 2019 maka kita bisa mengambil kesimpulan bahwa kementerian koordinator berada satu tingkat di atas kementerian lainnya, termasuk kementerian triumvirat, yaitu Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pertahanan.

 

Kementerian koordinator, berdasarkan Pasal 79, mempunyai wewenang untuk memanggil para Menteri untuk melaksanakan rapat dan meminta hasil tindaklanjut rapat koordinasi, untuk kemudian laporan tersebut diberikan kepada Presiden melalui menteri koordinator.

 

Merujuk pada pemahaman tersebut, maka menjadi sedikit aneh ketika nantinya kementerian triumvirat harus mengemban tugas kepresidenan tapi pada pelaksanaan tugas sehari-harinya mereka justru berada di bawah Menteri koordinator.

 

Untuk semakin mempermudah pemahaman para pembaca, semoga Allah memberikan rahmat bagi kita semua, maka kami akan langsung mengambil contoh di Kementerian Dalam Negeri.

 

Kementerian Dalam Negeri, nasibmu kini

Saat ini Kementerian Dalam Negeri dibentuk berdasarkan Perpres Nomor 11 Tahun 2015 tentang Kementerian Dalam Negeri.

 

Pada Pasal 2 Perpres Nomor 11 Tahun 2015 disebutkan bahwa Kementerian Dalam Negeri mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang pemerintahan dalam negeri untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

 

Mari kita bedah terlebih dahulu definisi dari pemerintahan sehingga kita bisa memiliki gambaran tentang tugas yang seharusnya diemban oleh Kementerian Dalam Negeri.

 

Definisi pemerintahan tentu akan sangat beragam terlebih ketika kita berusaha meninjaunya dari segi ilmu pemerintahan. Kita akan dapati banyak ahli yang memberikan definisi terkait pemerintahan.

 

Dalam rangka mempermudah pemahaman dan mempersingkat tulisan, maka kami akan menyebutkan satu definisi pemerintahan yang diberikan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

 

Pemerintahan memiliki arti sebagai segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan negara (https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/pemerintahan).

 

Berdasarkan definisi di atas maka argumen saya di awal bahwa idealnya Kementerian Dalam Negeri menjadi sebuah Kementerian koordinator memiliki landasan yang kuat.

 

Karena Ketika berbicara tentang urusan pemerintahan dalam negeri maka kita sedang berbicara tentang seluruh urusan negara untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera.

 

Maka urusan pekerjaan umum, urusan keuangan, urusan kesehatan, urusan bencana, urusan hukum, pendidikan, sosial, perdagangan, dan seluruh urusan lainnya, sepanjang itu dikerjakan dalam konteks dalam negeri dan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat maka itu adalah bagian dari urusan dalam negeri.

 

Akan tetapi tugas umum yang seharusnya diemban oleh Kementerian Dalam Negeri, kemudian mengalami reduksi oleh Pasal 3 Perpres Nomor 11 Tahun 2015.

 

Di dalam Pasal tersebut dijelaskan bahwa urusan pemerintahan dalam negeri yang diemban oleh Kementerian Dalam Negeri hanya mencakup bidang politik dan pemerintahan umum, otonomi daerah, pembinaan administrasi kewilayahan, pembinaan pemerintahan desa, pembinaan urusan pemerintahan dan pembangunan daerah, pembinaan keuangan daerah, serta kependudukan dan pencatatan sipil.

 

Beberapa tugas di atas membuat Kementerian Dalam Negeri seolah-olah menjadi sebuah “Kementerian teknis” dan di bawah “kendali” Kementerian koordinator.

 

Tugas yang saling beririsan

Reduksi tugas Kementerian Dalam Negeri memberikan dampak negatif akan kurang kuatnya posisi Kementerian Dalam Negeri sebagai sebuah Kementerian Negara. Karena jujur, tugas yang saat ini dikerjakan oleh Kementerian Dalam Negeri sebenarnya bisa dikerjakan oleh Kementerian teknis lainnya.

 

Seperti misalnya urusan pembangunan daerah bisa dikerjakan oleh Bappenas. Urusan keuangan daerah bisa dikerjakan oleh Kementerian Keuangan. Urusan pemerintahan desa bisa sepenuhnya dikerjakan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, beberapa urusan yang terdapat dalam administrasi kewilayahan juga bisa ditangani secara langsung oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk urusan kebencanaan dan pemadam kebakaran, urusan batas daerah bisa dikerjakan oleh Badan Pertanahan, dan masih banyak urusan lainnya.

 

Praktis yang bisa sepenuhnya “diklaim” oleh Kementerian Dalam Negeri adalah urusan otonomi daerah (itu pun sebenarnya sudah mencakup tugas pemerintahan teknis yang sudah dikerjakan oleh Kementerian teknis yang sudah ada), urusan politik dan pemerintahan umum dan urusan kependudukan dan pencatatan sipil.

 

Apalagi ketika wacana penyederhanaan birokrasi yang saat ini gencar dikampanyekan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Kemenpan) ingin benar-benar ditegakan sesuai dengan kaidah keilmuaan yang ada. Maka kaidah menghilangkan tumpang tindih tugas yang sama atau sekadar saling beririsan, maka peran Kementerian Dalam Negeri akan semakin banyak mengalami reduksi apabila konsep tugas yang diemban oleh Kementerian Dalam Negeri tetap dipertahankan sesuai dengan Pasal 3 Perpres Nomor 11 Tahun 2015.

Maka kedepannya, peran Kementerian Dalam Negeri harus lebih komprehensif sesuai dengan definisi awal pemerintahan. Kita harus mau mengkaji secara mendalam alasan dipilihnya Kementerian Dalam Negeri sebagai salah satu Kementerian triumvirat yang secara tegas disebutkan di dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

 

Semoga tulisan sederhana ini bisa menjadi sedikit pemantik diskusi untuk kebaikan dan keberlangsungan tugas Kementerian Dalam Negeri dalam sistem pemerintahan Indonesia.

 

Wallahu’alam.

 

Selesai ditulis pada hari Selasa tanggal 17 Syaban 1442 H yang bertepatan dengan tanggal 30 Maret 2021 Masehi di meja kerja, pukul 11.48 WIB

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. Mung

Wahana Wyata Praja IPDN

Sejarah Singkat Wahana Wyata Praja Wahana Wyata Praja adalah organisasi internal Praja IPDN yang pada dasarnya mempunyai tugas dan fungsi sama dari tahun ke tahun, namun namanya berubah sesuai situasi dan kondisi pada masa angkatan tersebut. Nama organisasi praja yang terbentuk sejak awal berdirinya STPDN hingga IPDN adalah sebagai berikut: Manggala Corps Praja Angkatan I STPDN sampai dengan angkatan IV STPDN Organisasi ini bernama MANGGALA CORPS PRAJA, yang pimpinannya adalah Manggala Pati dengan tanda jabatan talikur berwarna merah, nama Manggala Corps ini hanya sampai pada angkatan IV saja, karena pada angkatan V organisasi internal Praja ini berubah nama menjadi WAHANA BINA PRAJA. Wahana Bina Praja Angkatan IV STPDN sampai dengan angkatan XVI STPDN Wahana Bina Praja ini pimpinannya bernama Gubernur Praja dengan tanda jabatan talikur berwarna biru lis kuning nestel dua, dari Wahana Bina Praja inilah mulai di bentuk berbagai instansi dan UKP yang di ang