Langsung ke konten utama

My Name Is ...

nothing last forever...
things and people will change...
with the new colors, new spirit, new hopes, and new dreams.
change to survive, change to stay alive and change to be a better one.
so be ready for something new.


*catatan : artikel yang seharusnya sudah dapat saya selesaikan jauh-jauh hari dan bahkan seharusnya ( rencana awalnya ) akan saya posting-kan bertepatan dengan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1433 H. Ya, artikel yang, lagi-lagi, sebenarnya merupakan artikel yang saya buat sebagai salah satu cara saya untuk memperingati Tahun Baru Islam, karena moment tahun baru saya pikir sangat tepat dengan tema perubahan yang saya tuliskan dalam tulisan ini. Tapi, itu-lah manusia, hanya dan hanya akan selalu bisa untuk berencana dan berusaha diiringi oleh do’a, setiap hasil yang ada sungguh sangat di luar dari kekuasaan seorang manusia, cause u know what? I’ve been so damn busy this week, I was so busy till i forgot to look after my face and now my face full of acne! Shit!! But, I still face it with smile, just let it flow and enjoy it. Karena yang terpenting adalah akhirnya saya tetap bisa menyelesaikan tulisan ini walaupun dengan agak terburu-buru dan dengan tulisan yang bila boleh saya katakan agak kurang “mengena”, It’s a little fucked up!
So, as the wise man said, it’s better late than never, saya ingin mengucapkan Selamat Tahun Baru Islam 1 Muharram 1433 H., moment yang tepat bagi kita umat Islam untuk meningkatkan kualitas Iman, Ikhsan dan Islam kita. Bermuhasabah dan membuat resolusi, untuk menjadi insan yang lebih Qur’ani dan lebih mampu untuk menjadi manusia secara kodrati tidak sedikit pun menyalahi aturan Illahi dan terus mampu mempertahankan ibadah diri.
Peace and Cheers, enjoy!


Apa yang akan saya bicarakan di sini adalah berkenaan dengan sebuah nama, sebuah istilah. Banyak orang yang berkata, “apa-lah artinya sebuah nama”, tapi saya akan dengan sangat mudah untuk menyerang pernyataan tersebut dengan segala argument pembantahan, sejuta alasan untuk menunjukan ketidaksetujuan. Tapi walaupun sebenarnya pernyataan tadi tidak sepenuhnya salah tapi juga tidak seleruhnya benar. Saya pribadi mempunyai pemikiran bahwa sebuah nama/istilah hanya-lah sebuah cara bagi kita ntuk menyebutkan sesuatu hal, membedakan satu hal dengan hal yang lainnya agar tidak ada suatu kerancuan, suatu kesalahan dalam penggunaannya.
Sehingga menjadi jelas, objek apa yang sedang dibicarakan atau dipermasalahkan. Bayangkan bila tidak ada sebuah nama/istilah dalam dunia ini. Perlu waktu yang lama bagi kita untuk dapat memahami suatu maksud pembicaraan seseorang, karena bukankah lebih mudah bagi kita untuk menyebutkan “mobil”, daripada “ sebuah kendaraan bermotor yang memiliki empat roda atau lebih”, it’s too damn long! Dan ya, dalam konteks ini, sangat jelas apabila sebuah nama/istilah itu memang sangat berperan penting.

Tapi akan menjadi lain permasalahannya, apabila sebuah nama/istilah tersebut ada dan terus kita gunakan, kita ucapkan tetapi sungguh salah maknanya dan bahkan sama sekali tidak kita ketahui maknanya. Dan disini-lah letak suatu permasalahan itu muncul, salah penggunaan nama/istilah karena tidak pahamnya kita tentang arti atau makna dari nama/istilah memang harus sesegera mungkin kita perbaiki. Hal iu selain memang merusak tatanan bahasa juga membuat sebuah makna dari sebuah nama/istilah bergeser dari postif menjadi negatif dan bahkan negatif menjadi positif. Saya akan mencoba memberikan sebuah contoh dari kesalahan kita memahamai sebuah makna sehingga menjadi salah juga kita menggunakan sebuah nama/istilah.

Islam, agama saya, merupakan agama yang indah dan smpurna ( baca : Shaum bukan Puasa, Berawal Dari Permasalahan Nifsu Syaban ), seakan sudah memprediksi tentang hal ini, tentang masa kini yang semakin banyaknya orang salah dalam menggunakan sebuah nama/istilah, orang-orang dewasa ini dengan lagaknya menggunakan nama/istilah ilmiah atau barat atau latin atau bahkan yunani kuno tapi sedikit saja diantara mereka yang mengerti apa yang mereka katakan itu, atau kalaupun mereka mengerti sungguh mereka hanya mengerti secara dangkal saja.

Ya, seakan sudah mampu untuk mengetahui hal itu, Islam dalam kitabnya, selalu memberikan suatu pengertian atau pemahaman yang jelas tentang sebuah pemahaman nama/istilah dan bahkan Islam lebih menekankan pada suatu pengertian daripada sebuah nama/istilah belaka. Jadi, apapun nama/istilah yang digunakan, pada zaman apapun, yang terpenting adalah hakikat, isi dari perbuatan/tindakan itu, apapun bungkusnya, apapun sebutannya. Itu-lah yang ditekankan oleh Islam.

Contoh paling sederhana ( dan mungkin satu-satunya contoh yang bisa saya berikan ), berkenaan dengan istilah “pacaran”. Polemik yang berkembang sekarang, banyak orang dengan lantang berkata bahwa pacaran itu haram dan bla bla bla lain sebaginya. Tapi saya walaupun dengan segala keterbatasan ilmu agama yang saya miliki, tetap akan dengan angkuhnya berkata bahwa bukan pacaran itu yang haram akan tetapi Islam hanya mengharamkan perbuatan zina! Bukan pacaran! Sekarang begini, walaupun dengan status sebagai teman, sahabat, keluarga sekalipun bila anda berbuat zina maka itu-lah yang menjadi haram dan merupakan perbuatan dosa. Dan dalam hal ini, nama/istilah menjadi tidak terlalu penting, tapi yang terpenting adalah isi/arti/makna yang terkandung dalam sebuah nama/istilah itu.

***

Setelah cukup melenceng jauh dengan ruang lingkup yang terlampau luas, maka di bagian kedua tulisan ini saya akan mempersempit bahasan kita hanya pada istilah nama seorang manusia.

Bila berkaitan dengan nama seorang manusia maka jelas pendapat saya bahwa penamaan itu sangat penting karena nama seorang manusia merupakan perwujudan dari do’a serta harapan yang ingin dicapai dalam diri manusia tersebut. So, allow me to describe the meaning of my name..
Nama saya Adima Insan Akbar Noors, saya lahir pada tanggal 10, bulan Mei, Tahun 1992. Dan setelah melakukan sedikit investigasi dengan menginterogasi kedua orang tua saya, ternyata Bapak saya-lah yang mempunyai peranan dominan dalam memberi nama itu kepada saya dan bahkan untuk semua anak-anaknya.

a. Adima :
Ini merupakan sebuah singkatan, bisa singkatan dari “adiknya Mariam” ataupun “adiknya Raima”. Karena saya sendiri merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dan kakak saya yang pertama bernama Mariam Awallyn Noors dan kakak saya yang kedua bernama Raima Syahidah Noors, bahkan Raima sendiri merupakan sebuah singkatan juga, kepanjangan dari “rainya Mariam”, “rai” dalam bahas Sunda berarti “adik”.

b. Insan :
Manusia; orang tua saya jelas menginginkan saya menjadi seorang manusia yang bersifat dan bertingkah laku selayaknya seorang manusia. Tidak melanggar segala kodrat, hak dan kewajiban saya sebagai seorang manusia.

c. Akbar :
Besar; ya…orang tua saya ingin saya menjadi seorang yang “besar”, dalam pemaknaan positif tentunya.

d. Noors :
Cahaya; asal katanya adalah “Nur”. Karena tidak cukup hanya menjadi “manusia yang besar”, tentunya orang tua saya pun mengharapkan saya menjadi seperti cahaya mampu untuk menerangi, mampu untuk bermanfaat bagi yang lain.

Noors sendiri bisa dibilang merupakan sebuah nama keluarga, karena saya dan kedua kakak saya sama-sama mempunyai nama akhir Noors, walaupun memang Noors itu adalah nama keluarga “tidak resmi”, karena bapak saya mempunyai nama asli Iman Nursyah. Jadi seharusnya nama keluarga kami adalah Nursyah. Tapi itu-lah bapak saya, beliau memang mempunyai jiwa pemberontak, memberontak dan menerobos kebiasaan untuk menegakan sesuatu hal yang benar. Begitu halnya dengan nama keluarga, dalam kebiasaan ataupun adat sunda hampir tidak ada yang namanya nama keluarga, tapi dengan segala keberaniannya beliau menerobos itu semua dengan tetap “keukeuh” untuk memakai nama keluarga pada ketiga anaknya dan bahkan beliau melakukan sedikit modifikasi, yang hasilnya menjadi terasa kebarat-baratan dan pada kenyataannya agak kurang familiar untuk diucapkan oleh kebanyakan orang Sunda, yaitu Noors.

Saya mulai menyadari hal ini sebenarnya semenjak saya duduk di bangku SD, tapi mulai benar-benar merasa “bangga” ketika saya duduk di bangku SMP. Pada saat SMP saya mulai berani untuk menuliskan nama saya dengan Adima I.A. Noors dan lebih radikal lagi saya hilangkan singkatan kedua nama tengah saya, sehingga hanya menjadi Adima Noors. Hal itu terus konsisten saya lakukan, saya tuliskan nama Adima Noors di semua buku saya sehingga hal itu cukup mengundang perhatian teman dan guru-guru saya dan hal itu secara tidak langsung menjadi sebuah ajang promosi bagi saya tentang nama keluarga yang saya miliki, karena setiap kali guru-guru membaca nama saya, mereka pasti setidaknya mengerucutkan dahi dan sejurus kemudian akan bertanya tentang hal itu.

Keradikalan saya mulai bertambah, kebanggaan saya dengan Noors mulai bertambah “gila”. Hal itu dipengaruhi jelas dengan kenyataan bahwa saya amat tertarik dengan julukan dari beberapa orang ternama, seperti The Doctor ( Valentino Rossi ), The Real Slim Shady ( Eminem ), Super Pippo ( Fillipo Inzaghi ), dsb. Terobsesi oleh hal itu saya pun memutar otak untuk membuat sebuah julukan atau nama alias bagi diri saya pribadi dan satu hal yang pasti, konsep utama yang sudah terbayang dalam otak adalah apapun nama alias itu harus diawali dengan nama noors.

Nama pertama yang keluar adalah “noorsmachine”, yang kemudian beubah menjadi “noorzmachine”, akhiran “s” pada nama “noors” saya ganti dengan “z”, karena saya pikir …hmmm…apa ya?..I think it sounds cool, sounds dangerous! Hell yeah!!
Machine saya pilih karena terinspirasi oleh nama studio dari band Linkin Park, Machine Shop. Akan tetapi nama “noorzmachine” tidak bertahan lama, karena saya pikir nama itu tidak merefleksikan siapa saya sebenarnya.

noorzmilanello pun muncul, menyeruak menjadi sebuah ide hebat. Milanello saya ambil dari nama maskot tim Ac Milan, dengan noorzmilanello saya pikir nama itu lebih terasa “hebat”, lebih bisa untuk menjelaskan siapa saya. ( baca : Who Is Noorz?, 19th, Selamat Datang, Kawan )

Setelah sekian lama noorzmilanello bertahan, akhirnya saya dengan banyak pertimbangan, untuk sebuah pembaharuan berharap semangat baru akan datang seiring dengan nama baru dan memotivasi lebih diri ini, terlebih di tahun yang baru ini, 1433 H.
Ya, saya memutuskan untuk menambahkan nomor 58! 58 saya pilih karena nomor itu bermakna lebih, nomor yang dipakai oleh mendiang Simoncelli. ( baca : Marco Simoncelli 1987-2011 ) Saya menyukai dia tapi bukan juga fans berat dia, hanya sekedar seorang pengagumnya. Tapi kematian yang datang terlalu cepat merenggut nyawanya, semakin menambah rasa simpati saya kepadanya dan justru semakin membuat saya menyukai dia, bahkan saya jadi berani untuk mendeklarasikan bahwa saya adalah fans dari seorang Simoncelli. Sehingga nomor 58 menjadi terasa mengena dalam hati ini.

Bila boleh jujur, saya tidak pernah menyukai satu angka/nomor secara spesifik, saya hanya menyukai sebuah nomor karena nomor itu dipakai oleh para idola saya, seperti nomor 46 milik Rossi, 20 Bambang Pamungkas dan 9 Fillipo Inzaghi. Dan pada hakikatnya saya bukan-lah orang yang percaya takhayul, saya selalu percaya bahwa semua nomor itu baik dan indah dengan segala keindahannya masing-masing. Saya memang pernah menyukai beberapa nomor tapi kemudian menjadi biasa lagi terhadap nomor-nomor itu.
Sehingga merupakan sebuah resiko untuk menambahkan nomor 58 ke dalam nama alias ini, akan sangat dekat dengan resiko untuk sering mengalami pergantian. Akan tetapi saya cukup yakin bahwa nama baru ini dengan tambahan nomor 58, akan bisa bertahan lama akan mampu untuk memberikan sesuatu yang baru bagi diri ini di tahun yang baru ini. Ya, ini bukan sekedar gaya, atau sekedar mencari ketenaran bahkan untuk mencari perhatian, ini hanya salah satu bentuk ekspresi diri, mencoba menjadi sesuatu hal yang lain, menjadi seorang yang tidak selalu Adima Insan Akbar Noors, tapi sejenak saya bisa berlari dari segala kepenatan dan rutinitas seorang Adima dan bebas lepas menjadi seorang noorzmilanello, and now be ready for the new noorzmilanello, please welcome....noorz58milanello ( red : noorz fifty-eight milanello )


Komentar

  1. terima kasih kawan, saya bener2 ngucapin terima kasih! mhon doa dan dkungannya ya! :)

    BalasHapus
  2. waaa baru baca sekarang... hmm... bapaknya adima... adalah orang yang "jarang" ada, untuk saat ini. saya suka orang yang "tidak" pasrah pada "kebiasaan". i like Him :D

    btw noormachine keren loch,kalo saya apa ya ?? harrimachine ?? harricute ?? harrimauhujan ?? atau harrisan brondong ?? ada saran...?? :P

    BalasHapus
  3. bang @harri : betul bang, beliau itu lahir di keluarga NU tapi besar dgn pemikiran Muhamadiyah hhe :)

    tp saya yakin, smw orag special dgn kelebihannya masing2, termasuk abang. ;)

    kalo saran saya bang, captain harry, gmn? hhe

    BalasHapus
  4. wah, kebanggaan terbesar dipuji oleh anak muda berprestasi kayak adima... jadi ge-er sedikit...

    captain harry ?? wah, kebagusan namanya ach :p hehehee

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da...

D-IV atau S1 ?

Suatu malam pada hari Sabtu , tanggal 14, bulan Januari , tahun 2012, berlatar tempatkan teras masjid Al-Ilmi IPDN Kampus Kalimantan Barat, terjadi satu percakapan ringan sangat sederhana tapi kemudian mampu untuk membuat otak ini menjadi rumit karena terus memikirkan substansi dari apa yang diperbincangkan itu, terlalu rumit sehingga saya pikir perlu untuk dituangkan dalam sebuah narasi penuh kata, tidak berpetuah dan tidak juga indah. Tapi cukup-lah untuk sekedar berbagi ide dan informasi yang pastinya tidak sesat. Dan ini-lah percakapan singkat itu : HP ( inisial teman saya ) : “Dim, kamu lebih milih mana, S.IP atau S.STP ?” Saya : “mmm….pengennya sih S.IP” HP : “Kenapa, Dim? Kata orang kan kalo S.STP tuh lebih baik buat karir dan kata orang juga S.IP tuh lebih condong buat jadi dosen.” Saya : “Wah gak tau sih kalo masalah yang kayak gitunya, tapi saya ingin S.IP karena yang saya tau S.IP itu lebih mudah untuk nantinya kita mau nerusin ke S2, nah kalo S.STP itu gak semua unive...

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. ...