*Artikel ini telah saya tulis pada tanggal 27 Agustus 2009, di www.sman1sumedang.com.
Shaum secara etimologi bermakna menahan diri dari sesuatu, baik dalam perkataan maupun perbuatan. Sedangkan menurut definisi ahli fikih, shaum adalah menahan diri dari makan, minum, dan hubungan intim (seks) pada siang hari disertai dengan niat.
Bagi kita sebagi siswa apalagi sebagi seorang muslim, pengertian itu bukanlah hal yang aneh. Kita semua sudah sangat paham akan hal itu. Tapi, ada satu permasalahan menarik dalam hal Shaum ini. Bukan mengenai perbedaan pendapat tentang pengertiannya, tapi justru istilah untuk menyebut shaum itu sendiri.
Banyak atupun hampir mayoritas muslim Indonesia menyebut ibadah ini dengan sebutan Puasa. Bagi orang awam, sepertinya masih bisa untuk kita maklumi, tapi sebagai seorang yang terpelajar, agak aneh bila masih menyebut ibadah ini sebagai Puasa.
Kenapa?
itulah mungkin reaksi pertama, karena mungkin banyak dari kita yang berpikir, bahwa ini hanya lah masalah pelafalan. Iya, ini memang hanya masalah istilah dan pelafalan, tapi ini juga menyangkut benar dan salah. Hal yang harus kita pahami adalah bahwa puasa bukanlah berasal dari istilah Islam, melainkan berasal dari agama Hindu. Asal katanya adalah Upawasa, yang berarti pendekatan kepada Hyang Maha Esa. Dan, menurut pengertian ini, puasa bermakna tidak makan dan tidak minum selama sehari penuh.
Lalu kenapa sebutan puasa lebih populer daripada shaum?
Itu karena Agama Hindu lebih dahulu masuk ke Indonesia dan mempengaruhi kehidupan luas masyarakat Indonesia. Dan ketika Islam datang, para cendikiawan Islam pada saat itu, sengaja menggunakan istilah Hindu ataupun Budha dalam melakukan dakwahnya, agar lebih mudah diterima, dicerna dan dipahami oleh masyarakat pada zaman itu. Karena, seperti yang kita ketahui, masyrakat pada zaman itu, bukanlah kaum terpelajar. Tapi, sayangnya, perjalanan dakwah mereka belum benar-benar selesai karena banyak faktor, diantaranya adalah tentu saja faktor umur.
Oleh karena itu, kita sebagai kaum yang terpelajar, wajib meneruskan dakwah para pendahulu kita dan marilah kita mulai dengan menggunakan istilah-istilah yang benar dan sesuai dengan ajaran Islam. Bila kita masih ragu, silahkan kita buka Al-Qur'an ataupun Hadits tentang Shaum, maka kita akan membaca "SHAUM" bukan "PUASA".
Jadi, di bulan Ramadhan ini, mari kita laksanakan ibadah Shaum dan semoga Allah SWT. menerima segala amal ibadah kita. Amin...
Shaum secara etimologi bermakna menahan diri dari sesuatu, baik dalam perkataan maupun perbuatan. Sedangkan menurut definisi ahli fikih, shaum adalah menahan diri dari makan, minum, dan hubungan intim (seks) pada siang hari disertai dengan niat.
Bagi kita sebagi siswa apalagi sebagi seorang muslim, pengertian itu bukanlah hal yang aneh. Kita semua sudah sangat paham akan hal itu. Tapi, ada satu permasalahan menarik dalam hal Shaum ini. Bukan mengenai perbedaan pendapat tentang pengertiannya, tapi justru istilah untuk menyebut shaum itu sendiri.
Banyak atupun hampir mayoritas muslim Indonesia menyebut ibadah ini dengan sebutan Puasa. Bagi orang awam, sepertinya masih bisa untuk kita maklumi, tapi sebagai seorang yang terpelajar, agak aneh bila masih menyebut ibadah ini sebagai Puasa.
Kenapa?
itulah mungkin reaksi pertama, karena mungkin banyak dari kita yang berpikir, bahwa ini hanya lah masalah pelafalan. Iya, ini memang hanya masalah istilah dan pelafalan, tapi ini juga menyangkut benar dan salah. Hal yang harus kita pahami adalah bahwa puasa bukanlah berasal dari istilah Islam, melainkan berasal dari agama Hindu. Asal katanya adalah Upawasa, yang berarti pendekatan kepada Hyang Maha Esa. Dan, menurut pengertian ini, puasa bermakna tidak makan dan tidak minum selama sehari penuh.
Lalu kenapa sebutan puasa lebih populer daripada shaum?
Itu karena Agama Hindu lebih dahulu masuk ke Indonesia dan mempengaruhi kehidupan luas masyarakat Indonesia. Dan ketika Islam datang, para cendikiawan Islam pada saat itu, sengaja menggunakan istilah Hindu ataupun Budha dalam melakukan dakwahnya, agar lebih mudah diterima, dicerna dan dipahami oleh masyarakat pada zaman itu. Karena, seperti yang kita ketahui, masyrakat pada zaman itu, bukanlah kaum terpelajar. Tapi, sayangnya, perjalanan dakwah mereka belum benar-benar selesai karena banyak faktor, diantaranya adalah tentu saja faktor umur.
Oleh karena itu, kita sebagai kaum yang terpelajar, wajib meneruskan dakwah para pendahulu kita dan marilah kita mulai dengan menggunakan istilah-istilah yang benar dan sesuai dengan ajaran Islam. Bila kita masih ragu, silahkan kita buka Al-Qur'an ataupun Hadits tentang Shaum, maka kita akan membaca "SHAUM" bukan "PUASA".
Jadi, di bulan Ramadhan ini, mari kita laksanakan ibadah Shaum dan semoga Allah SWT. menerima segala amal ibadah kita. Amin...
Komentar
Posting Komentar