Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2011

Tanggung Jawab, Status, Jabatan, dan Peran

“Setiap orang dari kamu adalah pemimpin, dan kamu bertanggung jawab atas kepemimpinan itu”. (Al-Hadits, Shahih Bukhari – Muslim) “tanggung jawab adalah siap menerima kewajiban atau tugas” “Bila ada seorang tukang tambal ban yang tidak mau untuk menambal ban, tentu sudah gila dia !” Pak Samsu Khoerudin, S.STP., M.Si. , (koreksi dan maafkan saya jika salah dalam penulisan nama dan gelar), Kepala Sub Bagian Bimbingan dan Pengawasan (Kasubbag Bimwas) di Bagian Pengasuhan IPDN Kampus Pusat Jatinangor, adalah seorang pembina sekaligus pengasuh yang sangat disegani, dihormati dan bahkan ditakuti walaupun tak sedikit yang membenci, mencibir dan mencaci. Karena beliau merupakan orang yang saya pikir paling bijak dalam bertutur kata, konsisten dalam penegakan aturan, serta tak kenal ampun dalam memberikan suatu hukuman. Kriteria seperti itu memang membuat beliau sangat ideal menjadi seorang pamong pengasuh, yang bertugas untuk membina dan menggembleng sikap, mental, moral serta perilaku dari par

Berawal dari Permasalahan Nishfu Syaban

"Semua Ibadah itu Haram kecuali yang dihalalkan oleh Allah Swt." "Ibadah itu bukan tentang KUANTITAS, tapi tentang KUALITASNYA!" Islam adalah satu-satunya agama yang benar di dunia ini dan saya beruntung untuk langsung dilahirkan menjadi seorang muslim, tanpa harus bersusah payah mencari jati diri, mencari-cari agama yang benar-benar hakiki. Tapi situasi seperti ini memang membuat saya pribadi terbuai dan terlena. Saya menjadi seorang muslim yang pasif, yang hanya melakukan segala sesuatunya tanpa ilmu yang cukup karena terbuai dan terlena setelah sekian lama disuapi oleh berbagai ilmu agama yang datang dengan sendirinya dan terlalu merasa cukup dengan fakta bahwa saya ini dilahirkan dalam keadaan sudah menjadi seorang muslim. Sehingga diri ini berpendapat bahwa cukup lah hanya kalangan ustadz, kiai dan para cendekiawan muslim lainnya yang mempelajari dan membedah tentang ilmu agama, saya hanya cukup menjadi seorang pengguna, seorang pengikut saja. Seiring waktu ber

Jujur dan Berprestasi

Di Senin pertama di bulan Juli, sekitar seminggu yang lalu atau tepatnya pada tanggal 4, kami semua, Praja IPDN Kampus Daerah Kalimantan Barat melakukan upacara bendera seperti biasanya, sebuah kegiatan wajib setiap hari Seninnya. Ya, kami adalah mahasiswa, tapi kami adalah mahasiswa kedinasan, hidup di biayai dan bahkan diberi uang “jajan” oleh negara setiap bulannya, berkuliah dengan memakai seragam lengkap dengan berbagai atributnya, dan ya..setiap hari Senin dan hari-hari kenegaraan lainnya kami memang diwajibkan untuk mengikuti upacara bendera. Tapi itu bukanlah sesuatu hal yang hendak saya bahas atau bahkan permasalahkan. Di sini, di tulisan/artikel ini, saya akan mencoba membahas amanat dari inspektur upacara pada upacara bendera Senin itu. Bapak DR. Aloysius Mering, M.Pd., Asisten Direktur I bagian Akademik dan Kerjasama IPDN Kampus Daerah Kalimantan Barat, bertindak selaku inspektur upacara pada senin itu. Beliau, di mata saya pribadi, merupakan orang yang cerdas, pekerja kera

MILESTONE

Milestone : batu tanda tiap-tiap mil ; kiasan ; penanda mencapai tahap diidentifikasi dalam tugas apapun ; peristiwa penting dalam hidup Anda (atau proyek). From nothing to something, from one to one hundred, from a big pile of shit to a sack of advise. I told u a story, i told u my problems, i told u how i live this damn life, i told u how u should live ur f***** life. Yeah, that’s my blog, my damn world, my life, and someone else’s life that i writte down with my point of view! Akhirnya setelah kurang lebih dua tahun menjadi seorang blogger, walaupun hanya seorang blogger yang sederhana dan minimalis cenderung gaptek , karena secara tampilan hampir tak ada perubahan positif yang signifikan, masih sangat sederhana, tapi itu tidak menyurutkan penulis (saya sendiri) untuk terus berkarya, terus berkicau mengenai apapun yang ada dalam pikiran dan kemudian penulis ungkapkan dalam sebentuk uraian kata-kata yang membentuk suatu paragraf cerita, resensi, diari, berita, ataupun puisi. Dan wala

Pura - Pura Penuh Rekayasa Sekedar Fiktif Belaka

Ini tentang sebuah situasi dalam acara, acara untuk dua orang manusia. Lelaki-wanita yang dimabuk cinta, bukan kepalang bahagia, karena telah diikat sah dalam ikatan nikah. Dan inilah bentuk syukur suka cita, yang mereka bagi pada sesama, teman, sahabat, rekan kerja, saudara, dan juga tetangga. Ini pun suatu bentuk cara, juga usaha, untuk menghindari segala fitnah, Biar semua orang tau dan paham, kalau sudah sah hubungan mereka. Tapi ada satu fenomena, yang sedikit mengganggu agaknya, Entah cuma perasaanku saja, Yang mungkin terlanjur berburuk sangka, Atau memang itu adanya. “acara itu penuh pura-pura!”, batinku berkata. Dekorasi yang berpura-pura mewah, pura-pura sudah dibayar lunas, padahal masih berhutang disini – sana, Tamu yang berpura-pura suka, dengan segala hidangan yang ada, padahal sungguh tak enak mereka rasa. Nyanyian dari para biduan, atau tamu undangan, yang berpura-pura bernyanyi indah, dan yang lain pun berpura-pura mendengar itu suara, berpura-pura suka, padahal jelek

Balada Shaf Depan

Enggan duduk terdepan, tapi segalanya ingin selalu duluan. Shaf depan kosong melompong, terlihat jelas ompong, tanpa harus kita teropong. Selalu ada di belakang, tapi tak ingin terbelakang. Shaf depan kosong melompong, terlihat jelas ompong, tanpa harus kita teropong. Berdatangan mereka cepat, memburu duduk di belakang tepat. Mereka yang datang terlambat, kecewa sungguh sangat. Duduk terpaksa di depan dengan muka kesal terlihat. Shaf depan kosong melompong, terlihat jelas ompong, tanpa harus kita teropong. Apakah seburuk itu mental kita? Sehingga rasa pede pun sudah sirna, diri sendiri sudah tak dipercaya. Orang lain lebih kita percaya, mengharapkan bantuan di sini dan di sana. Akhirnya tak punya tekad, bersandar pada prinsip hidup yang tak kuat. Shaf depan kosong melompong, terlihat jelas ompong, tanpa harus kita teropong. Imam di mesjid berkata, “rapatkan dan penuhi dulu shaf depan wahai jamaat”. Tapi shaf depan tetap kosong melompong, terlihat jelas ompong, tanpa harus kita teropo

SIAPA ??

Siapa yang berkata bijak, tapi enggan ‘tuk bertindak? Siapa yang skeptis dengan positif yang orang perbuat? Siapa yang takut dengan kebangkitan orang sekitar? Siapa yang tak rela dengan kemajuan para sahabat? Siapa yang selalu mempertanyakan segala kebijakan elite atas? Siapa yang selalu melawan teman dalam sebuah pernyataan debat? Siapa yang memaksakan kehendak karena merasa paling tepat? Masih banyak tanya, Dengan “siapa”, sebagai kata tanya. Yang harus kita tanya. untuk mementahkan segala sikap ironi, yang terlalu lama kita biari, hingga akhirnya telah terinternalisasi, menjadi sikap, budaya, dan akhlak diri, lain di lidah, lain di sikap, lain waktu, lain tempat, lain pula tindakannya. namun banyak nya kata, yang kita tanya, terkesan menjadi percuma, bila yang ditembak, tak jua merasa, dan tetap berjalan sempurna, dengan kontradiksi sifatnya. Tapi sungguh jangan lah kalian bersusah-susah, Mencari sebuah jawaban. Karena ini bukan lah sebuah soal ujian, Yang harus kalian jawab, atau k