Langsung ke konten utama

Pura - Pura Penuh Rekayasa Sekedar Fiktif Belaka

Ini tentang sebuah situasi dalam acara,
acara untuk dua orang manusia.

Lelaki-wanita yang dimabuk cinta,
bukan kepalang bahagia,
karena telah diikat sah dalam ikatan nikah.

Dan inilah bentuk syukur suka cita,
yang mereka bagi pada sesama,
teman, sahabat, rekan kerja,
saudara, dan juga tetangga.

Ini pun suatu bentuk cara, juga usaha,
untuk menghindari segala fitnah,
Biar semua orang tau dan paham, kalau sudah sah hubungan mereka.

Tapi ada satu fenomena, yang sedikit mengganggu agaknya,
Entah cuma perasaanku saja,
Yang mungkin terlanjur berburuk sangka,
Atau memang itu adanya.

“acara itu penuh pura-pura!”,
batinku berkata.

Dekorasi yang berpura-pura mewah,
pura-pura sudah dibayar lunas,
padahal masih berhutang disini – sana,

Tamu yang berpura-pura suka,
dengan segala hidangan yang ada,
padahal sungguh tak enak mereka rasa.

Nyanyian dari para biduan,
atau tamu undangan,
yang berpura-pura bernyanyi indah,
dan yang lain pun berpura-pura mendengar itu suara,
berpura-pura suka,
padahal jelek sungguh terasa oleh telinga.

Satu hal yang sangat ngeri bila terjadi,
satu hal hasil pemikiran imaji,
terpengaruh nyata oleh satu tayangan di tivi.

Apa mungkin pasangannnya juga berpura-pura,
berpura-pura dimabuk cinta,
berpura-pura saling suka,
berpura-pura tertawa bahagia,
padahal hati penuh luka,
dibalut rasa derita,
tertulis dalam untaian bunga,
“turut berduka cita”.

Pasangan yang berpura-pura masih perawan-perjaka,
padahal telah berbadan dua,
tersengat habis oleh barangnya pemuda,
merusak meluluhlantahkan segelnya wanita,
karena termakan nafsu dunia,
hasutan si iblis dari neraka.

Dan hal yang sama terjadi pada mertua,
orang tua lelaki, orang tua wanita,
berpura-pura melempar tawa,
padahal hati penuh benci saling mengumpat.

Tapi kawan,
Ini bukan teori rerata,
yang bisa memukul rata,
segala acara serupa yang ada di dunia,
atau cukup lah di Indonesia.
Ini hanya ilusi ku saja,
sesaat setelah pulang dari satu pesta pernikahan dua manusia.

Dan batinku pun lagi berkata,
“Ku tak mau seperti itu!”.

Menjadi orang yang berpura-pura,
karena nanti di suatu masa,
di masa depan pastinya,
ku juga ‘kan menikah dengan si dia,
wanita idaman jiwa,
pelipur segala dahaga,
wanita harapan sesuai cita,

Dan nanti bila telah ku sunting dirinya,
ku mau kami benar-benar bahagia,
nyata tanpa pura-pura,
tanpa ada rekayasa.
Bukan sekedar fiktif belaka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da...

D-IV atau S1 ?

Suatu malam pada hari Sabtu , tanggal 14, bulan Januari , tahun 2012, berlatar tempatkan teras masjid Al-Ilmi IPDN Kampus Kalimantan Barat, terjadi satu percakapan ringan sangat sederhana tapi kemudian mampu untuk membuat otak ini menjadi rumit karena terus memikirkan substansi dari apa yang diperbincangkan itu, terlalu rumit sehingga saya pikir perlu untuk dituangkan dalam sebuah narasi penuh kata, tidak berpetuah dan tidak juga indah. Tapi cukup-lah untuk sekedar berbagi ide dan informasi yang pastinya tidak sesat. Dan ini-lah percakapan singkat itu : HP ( inisial teman saya ) : “Dim, kamu lebih milih mana, S.IP atau S.STP ?” Saya : “mmm….pengennya sih S.IP” HP : “Kenapa, Dim? Kata orang kan kalo S.STP tuh lebih baik buat karir dan kata orang juga S.IP tuh lebih condong buat jadi dosen.” Saya : “Wah gak tau sih kalo masalah yang kayak gitunya, tapi saya ingin S.IP karena yang saya tau S.IP itu lebih mudah untuk nantinya kita mau nerusin ke S2, nah kalo S.STP itu gak semua unive...

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. ...