Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2013

Mendadak Bukan Konser

#MendadakBukanKonser *catatan : Akhirnya saya kembali harus menutup rapat keinginan untuk bisa kembali menonton sebuah konser atau pertunjukan musik secara langsung, terlebih untuk musisi favorit saya.  Pengalaman itu baru sekali saya rasakan, ketika saya menonton konser dari Band Saosin .   Dan pengalaman itu sangat membekas juga berkesan sehingga menimbulkan keinginan untuk bisa lagi menonton sebuah pertunjukan musik secara langsung. Kini, saat ini, saya lagi-lagi harus menahan keinginan itu karena tak bisa untuk mengambil kesempatan, meluangkan waktu dan uang, untuk menonton sebuah konser.  Sedari dulu hingga sekarang ini, banyak alasan dan sebab yang menghalangi saya. Uang dan waktu adalah dua alasan utama saya tidak bisa memenuhi keinginan ini.  Dan kali ini pun alasan utamanya adalah permasalahan waktu. Saya yang saat ini masih dalam proses pendidikan jauh di luar jawa dan dalam sistem asrama, tentu tidak bisa untuk meluangkan waktu menonton konser yang ak

Membunuh Akal Sehat dengan UN!

http://images.detik.com/content/2013/04/20/1314/090026_cover73.jpg Sikap dan pendapat saya terang juga jelas. Masih juga sama, yaitu saya menolak UN!  Saya menolak segala bentuk penentuan kelulusan oleh sebuah standar yang ditetapkan secara sama dan nasional ketika kualitas pendidikan kita masih sangat timpang dan berbeda satu sama lainnya.  Permasalahan yang ada dalam tubuh UN adalah karena UN menjadi tolak ukur kelulusan setiap siswa, baik SD, SMP, dan SMA (dan segala bentuk sekolah lainnya yang sederajat).  Okay , bahwa kini UN bukan lagi satu-satunya penyebab atau syarat kelulusan, tapi sejauh yang saya tau (koreksi jika saya salah) UN masih mendapat porsi yang besar dalam penentuan kelulusan tersebut.  Akal sehat saya masih belum bisa menerima dengan kenyataan bahwa 3 (tiga) tahun menempuh sebuah proses pendidikan di bangku sekolah (SMP atau SMA) tiba-tiba semuanya harus ditentukan hanya dengan beberapa hari dan oleh beberapa pelajaran saja! Dimana akal sehatnya

Peran Wanita dalam Politik Indonesia

Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam Negara. Politik berasal dari bahasa Belanda politiek dan bahasa Inggris politics , yang masing-masing bersumber dari bahasa Yunani politika - yang berhubungan dengan Negara dengan akar katanya polites ( warga Negara ) dan polis ( negara kota ).  Secara etimologi kata "politik" masih berhubungan dengan polisi ( kebijakan ). Kata "politis" berarti hal-hal yang berhubungan dengan politik. Kata "politisi" berarti orang-orang yang menekuni hal politik. ( http://id.wikipedia.org/wiki/Politik ).  Secara praktisnya, kita seringkali memahami politik sebagai kekuasaan, bagaimana kita mendapatkan suatu kekusaan ( melalui cara konstitusional ataupun inkonstitusional ), dan bagaimana cara mempertahankan kekuasaan yang telah didapatkan.  Politik juga bisa kita pahami sebagai cara untuk menjalankan suatu kekua

Perdebatan akal sehat dan rasa (3)

Saya merasa malu karena baru menyadari bahwa saya memiliki sebuah kesalahan dalam membuat konsep menjalani kehidupan ini, ahh tidak! Bukan konsep kehidupan secara menyuluruh tapi hanya sebuah konsep untuk menjalin sebuah hubungan cinta antara saya dan wanita yang saya sayangi, atau setidaknya yang saya kasihi atau cintai atau inginkan.   Konsep saya yang mengutamakan “cinta pada pandangan pertama” , “komitmen bukan cinta” , serta “pendekatan dalam pacaran” , dengan memberikan sebuah garis pemisah antara akal sehat dan rasa.  Dan ternyata semua itu kurang tepat saya jalani!  Buktinya apa? Buktinya sampai dengan saat ini saya belum berhasil menemukan pasangan yang tepat, belum menemukan sebuah “chemistry” sehingga mampu untuk menemukan kenyamanan mengusir kebosanan dalam hubungan. Setidaknya 12 kali saya harus mengalami fase buruk rusaknya sebuah hubungan. Beragam alasan, hanya sekitar 2 (dua) diantaranya saya menjadi korban. Selebihnya saya menjadi tokoh antagonis deng

Perdebatan akal sehat dan rasa (2)

Sebuah tulisan yang dia labeli dengan nama Perasaan sekaligus Akal Sehat . Sebuah tulisan yang dia buat sebisa mungkin tidak menghakimi, tidak menilai mana yang baik dan mana yang buruk. Tulisan yang dia rangkai sedemikian rupa sehingga terbebas dari nilai, terbebas dari substansi masalah utama. Dia mencoba hanya menggunakan masalah utama yang ada dalam tulisan saya sebagai sebuah latar atau sebuah batu loncatan atau sebuah prolog pembuka paragraf atau hanya pemanis tulisannya saja.  Pada intinya dia hanya berusaha untuk mengungkapkan pendapatnya tentang cara pandangnya dalam melihat sebuah rasa dan akal sehat.  Awal saya membaca tulisannya, saya terhenyak, saya terkagum, dan saya tak bisa untuk berkata apapun. Argumennya kuat, redaksi katanya runtut penuh semangat. Ringan tapi juga berat. Denotasi tapi banyak dibungkus dalam konotasi. Apa adanya tapi penuh makna dalam penuh arti. Bisa apa saya?  Saya yang telah mulai menulis pada pertengahan tahun 2009 merasa malu ketika

Perdebatan akal sehat dan rasa (1)

Pelajaran itu memang bisa datang dari mana saja, melalui perantara apa saja. Kita tak boleh merasa puas, apalagi menjadi sombong dengan segala yang telah dimiliki dan segala pencapaian yang telah terlaksana. Hal itu tidak akan menghasilkan apapun kecuali mempertebal ego dan memandang rendah yang lain.   Akibatnya apa? Akibatnya kita akan selalu merasa benar, selalu ingin menang. Lebih parahnya, kita juga tak memiliki lagi hasrat untuk belajar atau setidaknya mengembangkan apa yang telah dimiliki. Pantas kah seperti itu?  Maka seharusnya tak ada orang yang seperti itu atau berusaha untuk menjadi seperti itu atau ketika merasa telah sedikit demi sedikit menuju kearahnya, cepat-cepat-lah untuk segera memutar arah dan sadari diri bahwa kesombongan itu tak layak untuk kita miliki. Bila memang akal sehat serta nurani masih ada di kandung badan!  Dan saya, yang saya pikir dan saya rasa, masih memiliki akal sehat serta nurani yang setahu saya juga masih sangat sehat, tentu tak in

Pembunuhan besar-besaran akal sehat di dunia asmara!

Saya mungkin terlampau sederhana atau cepat dalam mengambil sebuah keputusan untuk sebuah hubungan.  Saya mungkin terkesan mudah menyerah dan tak mau untuk mencoba.  Pun saya dianggap sebagai orang yang kejam karena dengan begitu mudahnya memutuskan sebuah hubungan.  Tapi ini pembelaan saya!   Secara prinsipnya, saya mencoba untuk hidup tanpa sebuah kemunafikan, menuruti apa yang logika dan nurani saya katakan, berdasarkan apa yang telah menjadi keyakinan dalam kehidupan saya.  Sederhana ‘kan?  Walaupun belum mampu saya melepaskan penuh segala topeng kemunafikan tapi setidaknya saya selalu berbuat tanpa harus mengada-ngada. Karena terkadang situasi dan kondisi itu sendiri yang memang mengharuskan kita untuk menjadi “munafik” , atas dasar menjaga perasaan orang lain dan segala adat ketimuran lainnya dan itu pun saya tidak mempermasalahkannya. Sehingga hal itu menggiring saya pada sebuah kesimpulan bahwa bukan merupakan sebuah dosa ketika pada akhirnya kita harus menj

Menegakan Akal Sehat

Cover Buku Menegakan Akal Sehat Setelah kurang lebih 3 (tiga) bulan atau bahkan lebih lama dari itu, saya “terbelenggu” oleh biografi Steve Jobs yang ditulis oleh Walter Isaacson , akhirnya saya bisa move on ke bacaan yang lain. Bacaan yang telah lama ingin saya baca tapi harus terhalang oleh keterbatasan kemampuan saya dalam membaca sehingga perlu waktu lebih ( atau mungkin kurang ya? ) 3 (tiga) bulan untuk melahap buku setebal 728 halaman itu.  Ini mungkin akan menjadi sebuah lelucon di kalangan mereka yang mengaku menjadikan membaca merupakan hobi dalam kehidupannya, terlebih untuk saya yang juga menuliskan kata “membaca’ dalam kolom hobi biodata diri.  Tapi mau gimana lagi?  itu memang kenyataannya dan kenyataan lain bahwa ada sebuah pengakuan dari seorang teman ( yang walaupun baru sebatas teman BBM-an serta Twitter-an ) meng-klaim bahwa dia hanya membutuhkan waktu sekitar 2 (dua) jam saja untuk membaca buku biografi Steve Jobs itu.  Damn!   Tapi saya prib