Langsung ke konten utama

Gempa, Media dan Pemerintah.



Musibah memang mutlak kekuasaan Allah, manusia tidak bisa berbuat apa-apa untuk menahan itu semua. Tak ada yang bisa kita perbuat kecuali melewati semua cobaan itu dengan sikap tawakal dan sabar. Hmm...belum hilang dari ingatan kita, belum hilang ketakutan kita tentang gempa yang terjadi di Tasikmalaya, yang saya pribadi pun ikut merasakan guncangan akan "kemarahan" alam tersebut. Kita semua, bangsa Indonesia dikagetkan dengan gempa yang terjadi di kawasan Sumatera Barat pada hari Rabu (30/09/10). Gempa pertama terjadi pada pukul 17:16, lokasi 57km barat laut Pariaman, kedalaman 71km dan berkekuatan 7,6 Skala Ritcher. Gempa yang merupakan gempa tektonik itu, ternyata bukan gempa terakhir yang terjadi pada hari itu. Tepatnya, pada pukul 17:38, gempa susulan terjadi di 22km barat daya Pariaman dengan kedalaman 110km, dan kekuatannya mencapai 6,2 Skala Ritcher. Saya pribadi miris mendengar akan hal itu, tak bisa saya bayangkan bagaimana guncangan yang terjadi, perasaan para korban dan tak bisa saya bayangkan bagaimana guncangan bumi pada hari kaimat nanti...

Dampak gempa pun sangat luar biasa, bisa dibilang inilah gempa terbesar yang terjadi di Indonesia, hampir menyerupai gempa di Aceh, tapi tanpa tsunami tentunya. Secara umum gempa menghancurkan infrastruktur yang ada di kawasan Sumatera Barat dan aliran listrik se-Sumbar pun padam. Korban jiwa, berdasarkan data pada hari Jum'at (2/10/09), korban meninggal : 518, luka berat : 90, dan luka ringan : 1590.

Betapa besar akibat yang ditimbulkannya, kita sebagai manusia harus tetap sabar dan kita sebagai sesama manusia tentunya harus mampu dan berusaha menolong saudara-saudara kita di sana, secara moral ataupun materil. Aapalagi, banyak cara yang bisa kita lakukan untuk itu. Saya pikir, pembirataan media massa, entah itu televisi ataupun koran, sangat keterlaluan bila hati kita tidak terketuk untuk ikut menolong saudara kita di sana. Khusus untuk berita yang ada di televisi, saya pikir mereka sudah melewati moral yang ada, dalam artian mereka terlalu membesar-besarkan peristiwa yang terjadi. Sebenarnya, telah sejak lama media massa pertelevisian kita, melenceng dari tujuan awalnya. Seharusnya, sebagai media massa, mereka hanya berkewajiban untuk menyampaikan fakta yang terjadi di lapangan, tapi apa yang terjadi sekarang, mereka kini telah menjadi media pembentuk opini rakyat. Mereka ramai-ramai menggiring rakyat untuk berpendapat pada satu pendapat tertentu. Tak jadi masalah, bila para jurnalis menyisipkan opini mereka, tapi tentunya tanpa merubah fakta yang ada, apalagi merubah fakta itu sendiri untuk kepentingan tertentu. Ada kesan, Bad News Is A Good News For Them.

Dan apa yang terjadi dalam hal pemberitaan gempa yang terjadi di Sumbar ini pun sangat tidak manusiawi, apalagi di televisi, gambar-gambar dan video-video darah, luka para korban, potongan tubuh, mereka ekspos dengan jelas dan terkesan mengeksploitasi itu semua dan menakuti masyarakat pada umumnya. Jika memang mereka ingin mengetuk hati kita semua, saya pikir tidak perlu berlebihan seperti itu. Saya mengharapkan agar para jurnalis lebih peduli tentang permasalahan ini, lebih mementingkan dalam menyampaikan fakta daripada mengedepankan opini. Jangan mengeksploitasi kesedihan, tapi berilah harapan bagi kita semua, bagi para korban.
Kita semua telah bersedih, jadi jangan ingatkan kita tentang kesedihan itu.

Banyak cara untuk menghibur mereka semua, dan cara itu tentu saja dengan memberi mereka bantuan. Pemerintah dalam hal ini, telah memberi bantuan dana darurat sebesar Rp. 250 miliar untuk hampir 200 ribu korban jiwa. Saya pikir itu jumlah yang tidak kecil, tapi menjadi ironi, karena hampir dalam waktu yang berdekatan dana pelantikan anggota DPR/DPD untuk "hanya" 692 orang, menelan biaya sebesar Rp. 46,049 Miliar. Betapa mereka para wakil kita, belum juga bekerja nyata telah menghabiskan begitu banyak uang disaat sedang terjadi musibah. Dan, yang perlu kita ingat, dana bantuan yang ada dari Pemerintah pun belum sepenuhnya tersalurkan, karena lagi-lagi masalah sepele, yaitu masalah birokrasi yang ada. Begitu ironi memang nasib negara kita...

Pada akhirnya, terjadinya suatu musibah, hanya ada karena 2 kemungkinana, yaitu karena Allah ingin mengingatkan kita agar berintrospeksi diri dan senantiasa mengingat-Nya atau karena Allah mengazab kita semua karena kita telah terlalu jauh melanggar segala hal yang telah Dia tentukan bagi kita. Semoga musibah yang terjadi di Indonesia, bukanlah karena alasan yang kedua. Dan, sekarang kita hadapi semua cobaan ini dengan rasa sabar dan sikap tawakal, jadikan cobaan ini sebagai jalan agar kita semakin dekat kepada Allah Swt. .

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da...

D-IV atau S1 ?

Suatu malam pada hari Sabtu , tanggal 14, bulan Januari , tahun 2012, berlatar tempatkan teras masjid Al-Ilmi IPDN Kampus Kalimantan Barat, terjadi satu percakapan ringan sangat sederhana tapi kemudian mampu untuk membuat otak ini menjadi rumit karena terus memikirkan substansi dari apa yang diperbincangkan itu, terlalu rumit sehingga saya pikir perlu untuk dituangkan dalam sebuah narasi penuh kata, tidak berpetuah dan tidak juga indah. Tapi cukup-lah untuk sekedar berbagi ide dan informasi yang pastinya tidak sesat. Dan ini-lah percakapan singkat itu : HP ( inisial teman saya ) : “Dim, kamu lebih milih mana, S.IP atau S.STP ?” Saya : “mmm….pengennya sih S.IP” HP : “Kenapa, Dim? Kata orang kan kalo S.STP tuh lebih baik buat karir dan kata orang juga S.IP tuh lebih condong buat jadi dosen.” Saya : “Wah gak tau sih kalo masalah yang kayak gitunya, tapi saya ingin S.IP karena yang saya tau S.IP itu lebih mudah untuk nantinya kita mau nerusin ke S2, nah kalo S.STP itu gak semua unive...

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. ...