Langsung ke konten utama

Talk More, Do More

The conversation below was happening in the middle of nowhere. This conversation is between noorz58milanello and Adima Insan Akbar Noors. Enjoy!
Peace and Cheers, my friends!


noorz58milanello : “Okay, let’s be honest, adima insan akbar noors! The truth is you have a very big mouth. Sometimes and always you’re talking too much, too way fuckin’ much! You talk like you know everything, yeah you talk like you’re the smartest man all over the world. One simple word, but you always make it as a long and complicated word. You always choose the long way rather than the short one. Damn! That’s the fact, adima insan akbar noors!”


Adima Insan Akbar Noors : “Yeah! That’s right and I can’t ignore that fact, noorz58milanello. But at least I’m not telling a lie. I’m talking the truth, I talk in the right place and the right situation. I never talk if there’s not belong to my place, to my capability. I won’t talk about something that I don’t know. The last but not least, I talk much but I do much too. I mean the things won’t work out by itself, the other people won’t understand if we remains silent and the other people will hard to understand something if we choose to explain it with only the sign. We have to speak with our own voice to explain it so other people will understood. ( baca : Speak Up! ) So for me, we have to talk much and do much. That’s me, that’s my damn opinion, noorz58milanello. At least for now ‘cause nothing last forever but my believe in Allah!”


Catatan : Maafkan bila banyak terdapat kesalahan dalam penggunaan kata serta penempatan kalimat. Terlebih kesalahan dalam tata bahasanya. Sekali lagi saya mohon maaf dan dengan segala kerendahan hati yang saya miliki saya memohon koreksi, cacian, hinaan, kritikan serta masukan yang membangun dari anda semua sehingga saya bisa terus belajar menjadi orang yang terus berkembang menjadi terus lebih baik lagi. Karena saya sungguh masih merupakan seseorang yang belajar dalam bahasa dan bahkan dalam setiap segi kehidupan yang ada, ya..saya masih merupakan seseorang yang amatir.


Tapi mohon jangan pernah anda beranggapan bahwa saya adalah seseorang yang tidak nasionalis karena saya dengan sok-nya menggunakan bahasa asing dalam tulisan ini dan beberapa tulisan saya yang lainnya, yang walaupun bahasa asing itu masih sangat jauh dari kata sempurna dan justru dekat dengan kata kacau balau. Walaupun memang itu hak anda dalam berpendapat dan saya tidak mempunyai sedikit pun daya untuk menahan, membatasi ataupun merubah pendapat anda. Tapi izinkan-lah saya untuik memberikan suatu penjelasan, hanya sekedar untuk membela diri dan menunjukan bahwa prinsip ini benar atau anggap-lah ini hanya merupakan suatu wujud implementasi Hak Azasi Manusia, Hak untuk menyuarakan pendapat. Dan apabila setelah saya menjelaskan anda menjadi berubah pendapatnya, menganggukan kepala seraya setuju dengan argumentasi yang saya kemukakan, maka hal itu merupakan bonus bagi saya.


Jadi, alasan kenapa saya menggunakan bahasa asing, dalam hal ini bahasa inggris, itu semata karena tuntutan zaman karena dunia ini “memaksa” kita untuk seperti itu. Dan agar saya mampu bertahan hidup maka jelas saya harus beradaptasi. Karena sekali lagi , Semua bisa berubah sejalan dengan kejadian yang kita alami, entah musibah ataupun anugerah. Persepsi kita, cara pandang kita, opini kita, pengalaman kita, semuanya bisa berubah. Tapi, satu hal yang jangan berubah adalah : Aqidah kita, kepercayaan kita terhadap Allah, terhadap semua kekuasaan-Nya dan pilihan-Nya. ( Wisdom, Justice and Love Part I, II, III )


Dan khusus untuk bahasa, saya sendiri membedakannya menjadi tiga macam, yaitu : bahasa ibu, bahasa pemersatu dan bahasa untuk kita maju.


Bahasa ibu bagi saya adalah bahasa Sunda karena itu-lah bahasa suku saya, bahasa tempat saya dilahirkan dan dibesarkan. Itu-lah bahasa ibu bagi saya.


Bahasa pemersatu adalah bahasa Indonesia karena konsekuensi logis bagi saya sebagai Warga Negara Indonesia, sebagai seseorang yang menyatakan dengan bangganya sebagai seorang Indonesia karena tidak mungkin kita bersatu tanpa ada hal yang mempersatukannya. Terlebih lagi dalam hal yang paling utama dan penting yaitu komunikasi. Kita harus mempunyai bahasa yang satu, dan bahasa itu adalah bahasa Indonesia.


Dan bahasa untuk kita maju adalah bahasa asing. Ya, karena itu-lah resiko kita sebagai Negara berkembang yang berada di bawah ketiak Negara-negara maju yang dalam hal ini adalah negara-negara barat. Negara-negara barat masih memegang kendali penuh dalam edukasi, hiburan, ekonomi dan segala segi kehidupan lainnya. Sehingga menjadi kewajiban bagi kita untuk mampu berbahasa dalam bahasa mereka sebagai syarat utama agar bisa diterima oleh mereka dan bergaul dalam kehidupan globalisasi dewasa ini.


Sebenarnya tak ada keraguan dalam hal itu dan tak sedikitpun pertentangan untuk hal itu. Tapi menjadi sangat ironi dan suatu permasalahan ketika justru bahasa ibu belum dikuasai betul, bahasa pemersatu pun belum sepenuhnya dipahami tapi kita justru terus mengejar bahasa asing dan akhirnya bahasa asing itu pun tidak bisa kita salami benar. Ya, situasi seperti itu sungguh tidak ideal, rawan akan kehilangan identitas diri dan terdapat banyak kemungkinan untuk kita terombang-ambing arus globalisasi tanpa arah, situasi seperti itu sungguh hanya akan membuat kita limbung. Dan ya, situasi seperti itu tergambar jelas dalam diri ini, damn!!


Komentar

  1. bahasa sunda bukan bahasa Ibu tapi " Basa Indung"...hehehe

    BalasHapus
  2. hehehe...ternyata bapak bisa juga bahasa indung saya ya?? :)
    hatur nuhun pak! hhe...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da...

D-IV atau S1 ?

Suatu malam pada hari Sabtu , tanggal 14, bulan Januari , tahun 2012, berlatar tempatkan teras masjid Al-Ilmi IPDN Kampus Kalimantan Barat, terjadi satu percakapan ringan sangat sederhana tapi kemudian mampu untuk membuat otak ini menjadi rumit karena terus memikirkan substansi dari apa yang diperbincangkan itu, terlalu rumit sehingga saya pikir perlu untuk dituangkan dalam sebuah narasi penuh kata, tidak berpetuah dan tidak juga indah. Tapi cukup-lah untuk sekedar berbagi ide dan informasi yang pastinya tidak sesat. Dan ini-lah percakapan singkat itu : HP ( inisial teman saya ) : “Dim, kamu lebih milih mana, S.IP atau S.STP ?” Saya : “mmm….pengennya sih S.IP” HP : “Kenapa, Dim? Kata orang kan kalo S.STP tuh lebih baik buat karir dan kata orang juga S.IP tuh lebih condong buat jadi dosen.” Saya : “Wah gak tau sih kalo masalah yang kayak gitunya, tapi saya ingin S.IP karena yang saya tau S.IP itu lebih mudah untuk nantinya kita mau nerusin ke S2, nah kalo S.STP itu gak semua unive...

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. ...