RABU, 13 MEI 2015
09.34 WIB
Praja Pelopor Revolusi Mental (PPRM). Bukan sebuah berita baru bagi saya karena sudah dari beberapa hari yang lalu saya mendengar hal tersebut. Tapi ketika itu, tak ada niatan bagi saya untuk sedikit saja menyinggungnya. Dan kini, setelah saya membaca tulisan dari Bapak Dr. Muhadam Labolo, dosen IPDN, saya mulai tertarik untuk membicarakan tentang Praja Pelopor Revolusi Mental.
Ah, tulisan ini hanya sebuah ulasan singkat, tak menyeluruh, tak juga mendalam. Jangan jadikan ini referensi, cukup baca dan pahami apa yang menjadi pemikiran saya. Alumni yang belum lama lulus dari IPDN.
Di dalam tulisan paling baru milik Bapak Dr. Muhadam Labolo berjudul "Membumikan Kemandirian Praja", secara garis besar disebutkan bahwa sebuah pendidikan jangan lagi dipandang sebagai sebuah "program" tapi lebih dari itu pendidikan harus dipahami sebagai sebuah "gerakan".
Pada akhirnya outcomes dari dunia pendidikan harus bisa menunjukan sebuah hasil akhir yang bermanfaat bagi diri pengenyam pendidikan dan masyrakat serta negara secara keseluruhan.
Indikator utama yang bisa untuk menilai itu semua adalah hasil dari sebuah pendidikan terutama IPDN sebagai pendidikan tinggi kepamongprajaan, harus mampu memberikan kemandirian kepada bangsa dan negara, khususnya kemandirian dalam hal politik, ekonomi dan budaya.
Hal itu diselaraskan dengan visi dan misi Pemerintahan dewasa ini. Ini menjadi penting karena hakikatnya IPDN mencetak calon-calon birokrat (Pegawai ASN) yang harus menjalankan program kerja Pimpinannya. Loyal terhadap visi dan misi yang ada.
Bukan karena bersifat pragmatis atau IPDN tidak memiliki acuan pendidikan dalam jangka panjang. Tapi menurut pendapat saya sebagai seorang yang awam, IPDN adalah sekolah pendidikan kedinasan, yang keluarannya telah jelas akan menjadi seorang Pegawai ASN, sehingga wajar sepertinya apabila outcomes yang dihasilkan harus selaras dengan visi dan misi Pemerintahan yang sedang menampu kekuasaan. Karena Pegawai ASN harus loyal kepada Pemerintahan yang berkuasa.
Kembali pada pokok bahasan awal, jargon pemerintahan dewasa ini adalah Revolusi Mental, yang intinya (maaf saya tidak mengetahui secara detail semua program kerja yang ada), kemandirian ekonomi, politik dan budaya. Sehingga IPDN harus menyesuaikan dengan hal tersebut.
Kritikan saya adalah saya tidak terlalu antusias dengan "launching" lulusan IPDN menjadi Praja Pelopor Revolusi Mental, saya jauh lebih tertarik dengan apa dan bagaimana langkah-langkah perwujudan nyata untuk menciptakan lulusan IPDN menjadi seseorang yang mandiri dalam politik, ekonomi dan budaya.
Bila kini justru segenap pimpinan IPDN lebih mengutamakan persiapan pencanangan program PPRM, maka terlihat dunia pendidikan di IPDN masih berkutat pada "program", bukan pada "gerakan".
Saya tidak anti terhadap segala macam tetek bengek acara seremonial. Karena kemasan, dan publikasi juga penting tapi juga substansi harus tetap berada di jalur utama.
Ketika kini, di situasi sekarang ini, IPDN "keukeuh" me-launching program PPRM, maka saya katakan itu semua hanya NOL, karena isi/substansi-nya tak ada yang mendekati kepada kemandirian dalam politik, ekonomi dan budaya.
Tapi apabila pada saat launching, yang katanya akan berbarengan dengan pengukuhan Pamong Praja Muda Angkatan XXII, juga dijabarkan secara rinci aksi-aksi nyata untuk mewujudkan Revolusi Mental itu, maka saya pun akan sangat berbangga.
Well, saya belum genap 1 (satu) tahun lulus dari IPDN, jadi saya masih ragu IPDN telah berubah begitu banyak. Saya yakin IPDN masih tetap mengutamakan seremonial daripada substansi. Mungkin.
#PMA
kalo boleh berpendapat, PPRM hanyalah penambahan label belaka khususnya untuk purna praja yg fresh graduate bulan depan
BalasHapus