SABTU, 30 JULI 2016
09.13 WIB
Saya yang telah sangat terbiasa dengan
sebuah hubungan yang jauh dari tuntunan agama, kini mencoba untuk mengawali
sesuatu yang mudah-mudahan sesuai dengan seruan-Nya.
Manusia, pria dan wanita, yang telah
dewasa tentunya, tak akan bisa untuk lari dari segala fitrah yang telah di
sunnah-kan ada pada setiap dirinya. Salah satunya adalah perasaan suka, cinta,
sayang, apapun itu sebutannya kepada lawan jenis. Ini adalah sebuah
kecenderungan yang tak bisa dilawan atau dihindari. Karena pada akhirnya tubuh
manusia, rohani dan fisik, memiliki hak yang harus dipenuhi.
Dengan kata lain, jatuh cinta atau suka
atau merasa tertarik pada lawan jenis, adalah wajar dan bukan suatu perbuatan
dosa yang kita malu dibuatnya. Perkara cara kita menunjukan dan mengungkapkan
perasaan tersebut yang kemudian menentukan apakah haram atau halal perasaan
yang kita miliki.
Sialnya, itu-lah tantangan yang tersulit
yang harus dijalani. Karena perasaan cinta, suka, dan sayang berawal dari
rasa/hati, maka logika sering kali terpinggirkan. Idealnya logika dan rasa
berjalan beriringan dengan berlandas pada agama. Tapi ketika salah satunya
berkuasa, maka seringnya agama sebagai landasan tak lagi terpikirkan.
Mengatasmakan cinta terlampau ramai didengungkan.
Saya pun demikian. Mematok pernikahan
sebagai hasil akhir dari sebuah hubungan, tapi melaluinya dengan proses yang
kurang berkenan. Walaupun ya tujuannya indah tapi karena memang dilalui dengan
serangkaian tingkah laku tak agamis, ujung-ujungnya pernikahan itu tak kunjung
juga saya capai. Kenyamanan tanpa ikatan yang justru membelenggu indah dalam
dekapan.
Semoga saya belum terlambat berubah, dan
tak lagi berulah.
Karena saya yakin pernikahan adalah ibadah
sekaligus penyelemat agar saya tak sejahat rubah. Rasanya saya telah termasuk
kategori wajib untuk segera menikah. Banyak pikiran jahat terlintas, dengan
tenaga yang masih sangat banyak berlimpah.
Tapi menikah tanpa saling mengenal tentu
bodoh namanya. Maka walaupun masih awam, saya pun sesegera mungkin meniatkan
untuk cepat mengenal wanita dengan ta'aruf istilahnya.
Banyak saya cari referensi tentangnya,
bertanya kepada teman yang telah dari awal menjalankannya dan berhasil menikah.
Dan saya dapati bahwa proses ta'aruf sangat fleksibel. Tak kaku dan tak ada
aturan baku. Intinya tidak menyimpang dari hukum agama.
Singkatnya saya memberanikan diri untuk
mendekati seorang wanita. Belum akrab saya mengenalnya. Jadi jelas sebuah awal
yang penuh tantangan. Saya yang masih awam memulai dengan seseorang yang saya
pun belum kenal 100%. Hanya sekedar tau dari media sosial dan beberapa teman.
Dia, saya yakin, walaupun usianya berada
di bawah saya, memiliki pemahaman agama yang lebih dari saya. Terlihat dari
penampilan dan beberapa tulisan yang telah saya baca. Saya pun menghubunginya,
mengajaknya berkenalan dan langsung mengutarakan niat saya untuk mengajaknya
ta'aruf (damn, i don't even know what to do next!)
Dia tak langsung meng-iya-kan dan tak juga
langsung menolak. Dia meminta waktu untuk berpikir dan berdiskusi dengan kedua
orang tuanya. Beberapa hari berlalu, dia pun memberikan jawaban. Dia bersedia
untuk menjalani proses ta'aruf. Sungguh jawaban yang dia berikan semakin
meneguhkan bahwa dia sangat memahami agama dengan baik. Dan semakin meyakinkan
saya bahwa dia merupakan calon istri/ibu ideal dari segi pemahaman agama. Juga
semakin menyadarkan saya bahwa dia jelas layak mendapatkan calon suami lebih
baik dari saya (again, damn!)
Saya jelas senang karena mendapatkan
kesempatan tapi juga bingung karena lantas tak tau harus berbuat apa. Dia
terlihat sangat hati-hati dalam berkomunikasi, tak ingin terjebak dalam obrolan
tanpa ada alasan syar'i. Sedangkan saya tentu asing dengan situasi semacam ini.
Waktu berlalu dengan penuh kecemasan. Akhirnya dia pun menawarkan untuk saling
bertukar biodata. Sebagai langkah awal perkenalan. Juga memecahkan keheningan.
Dia kirimkan form yang harus saya isi dan
permasalahan serta konflik batin pun mulai datang menghampiri. Kurang lebih 2
minggu saya berusaha mengisi biodata, yang sebenarnya sederhana. Saya ingin
mengisinya dengan penuh kejujuran tapi saya pun seperti tertekan karena takut
dia tak tertarik dengan data awal yang saya berikan. Mengisi dengan penuh
tekanan ketakutan membuat jemari sulit untuk mengungkapkan perintah otak. Tapi,
akhirnya, kita pun saling bertukar biodata yang telah terisi.
Saya membaca biodatanya, dan semakin
tertegun tak nyaman. Biodatanya mengalir tanpa tendensi, penuh kejujuran. Cukup
sempurna, dan sangat sesuai dengan impian. Tapi juga sangat bersebrangan dengan
karakter yang saya miliki. Saya pikir dia benar-benar akan mengerutkan dahi
membaca apa yang telah saya tuliskan. Saya jelas kalah telak. Dia mungkin
sesuai dengan keinginan saya, tapi bagaimana dengan dia? Apakah saya memenuhi
ekspektasinya?
Ini mungkin kelemahan hati yang saya
miliki, selalu merasa inferior. Tapi saya hanya mencoba mengukur diri.
Saya bukan bermaksud mengatakan bahwa saya
main-main, saya sungguh serius. Itu-lah inti perubahan. Tapi, saya juga tak
ingin memaksakan kehendak. Ini jelas hanya permulaan. Masih banyak waktu untuk
terus saling mencari informasi. Saya tak putus harapan. Hanya sedikit gundah.
Let me do my best, and Allah will take
care the rest.
#PMA
Mumtaz, semoga lancar dim..
BalasHapusBoleh liat contoh formnya ga?
BalasHapusupload juga formnya dong min
BalasHapus