Langsung ke konten utama

Atas Nama Ideologi

 Artikel ini mulai ditulis pada hari Senin tanggal 19 Rabiul Akhir 1444 H yang bertepatan dengan tanggal 14 November 2022 Masehi, pukul 10.53 WIB.

 

Bissmillah wa shallatu was sallam ala rasulillah.

Saya merasa perlu menuliskan tentang ini, tentang alasan kenapa saya menjual rumah. Karena setiap ada orang yang bertanya, saya tidak mampu untuk mengungkapkan alasan sebenarnya.

Saya takut bahwa apa yang saya niatkan dalam hati, yang menjadi alasan utama saya melepas rumah, tidak tercatat dan tidak dianggap di buku amalan.

Maka saya tegaskan melalui tulisan ini, bahwa saya melepas/menjual rumah adalah karena alasan ideologi. Karena alasan pemahaman agama. Bahwa saya memilih dan meyakani pendapat ulama yang mengatakan bahwa membeli rumah menggunakan skema kredit berbunga adalah perbuatan dosa.

Ya, saya tidak menutup mata. Skema kredit berbunga ada juga asatiz yang memperbolehkannya. Dan mereka tentu punya hujjah dan tak asal mengeluarkan fatwa. Sehingga permasalahan ini menuai pro dan kontra.

Tapi bukankah hidup itu adalah pilihan? Jadi saya hanya mencoba maksimal mencari tahu dan memilih pendapat yang menurut saya paling mendekati kebenaran. Karena pada akhirnya saya harus bertanggungjawab atas semua pilihan yang telah saya tentukan.

Dan untuk urusan diskusi ilmiah, saling memberikan hujjah dan beradu pendapat, biarkan itu menjadi ranah para asatiz yang memiliki kemampuan. Kita yang awam, hanya tinggal memilih, jalani segala konsekuensinya, dan menghormati segala perbedaan yang terjadi di lapangan. Se-simple itu.

Urusan rumah bukan hal yang sepele terlebih di zaman ini, ketika harga properti merangkak naik ke harga yang bahkan tidak masuk akal. Bahkan untuk orang yang telah berumah tangga, rumah telah menjelma menjadi kebutuhan pokok. Sehingga keputusan menjual rumah menjadi sebuah keputusan yang kurang populis.

Lebih jauh lagi, keputusan ini bila harus diukur secara materi dunia maka jelas sangat merugikan. Saya yang telah membayar cicilan selama kurang lebih enam tahun, maka telah banyak uang yang saya keluarkan. Belum lagi dari sisi investasi tanah masa depan, lingkungan tetangga yang kondusif dengan rerata umur yang hampir sama sehingga komunikasi telah terjalin dengan baik. Istri dan anak-anak yang telah betah dan akrab dengan tetangga. Dan kemudian untuk saat ini saya harus mengontrak rumah dengan bayaran per bulan tidak jauh berbeda dari cicilan rumah skema kredit berbunga, maka bukankah semua itu jelas merugikan saya dari segi hitung-hitungan matematika dunia?

Ya, di situlah letak ujiannya. Di sini keyakinan saya pada pemahaman agama mulai dipertanyakan. Apakah saya akan tetap konsisten memilih alasan agama atau tunduk pada segala perhitungan materi di atas? Maka, dengan mengharap pertolongan Allah ta’ala, saya tetap pada pendirian untuk menjual rumah atas nama ideologi dan memulai segalanya dari nol. Biidznillah!

Tapi tentu jangan salah artikan tulisan ini sebagai sebuah klaim bahwa saya adalah orang suci yang terbebas dari dosa. Masih banyak dosa yang secara sadar dan tidak sadar, masih saya lakukan hingga saat ini. Menjual rumah hanya bagian kecil dari sekian banyak dosa yang coba saya hilangkan. Semoga langka ke depan terus Allah mudahkan.

allahu’alam.


Selesai ditulis pada hari hari Selasa tanggal 20 Rabiul Akhir 1444 H yang bertepatan dengan tanggal 15 November 2022 Masehi, pukul 11.41 WIB.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. Mung

Wahana Wyata Praja IPDN

Sejarah Singkat Wahana Wyata Praja Wahana Wyata Praja adalah organisasi internal Praja IPDN yang pada dasarnya mempunyai tugas dan fungsi sama dari tahun ke tahun, namun namanya berubah sesuai situasi dan kondisi pada masa angkatan tersebut. Nama organisasi praja yang terbentuk sejak awal berdirinya STPDN hingga IPDN adalah sebagai berikut: Manggala Corps Praja Angkatan I STPDN sampai dengan angkatan IV STPDN Organisasi ini bernama MANGGALA CORPS PRAJA, yang pimpinannya adalah Manggala Pati dengan tanda jabatan talikur berwarna merah, nama Manggala Corps ini hanya sampai pada angkatan IV saja, karena pada angkatan V organisasi internal Praja ini berubah nama menjadi WAHANA BINA PRAJA. Wahana Bina Praja Angkatan IV STPDN sampai dengan angkatan XVI STPDN Wahana Bina Praja ini pimpinannya bernama Gubernur Praja dengan tanda jabatan talikur berwarna biru lis kuning nestel dua, dari Wahana Bina Praja inilah mulai di bentuk berbagai instansi dan UKP yang di ang