Jumat, 10 Januari 2014
09.59 WIB
Sepertinya tulisan pertama di tahun baru masehi, 2014, harus diawali dengan sebuah tulisan ringan entah mungkin juga renyah alakadarnya, tanpa ada substansi yang jelas, terombang-ambing ke sana dan kemari khas obrolan di sudut warung kopi.
Bukan karena tak ada peristiwa yang patut untuk dikomentari tapi saya pribadi memang tidak dalam suasana yang tepat untuk senantiasa memberikan komentar kepada dunia yang belum bosan berputar.
Saya hanya sedang tidak terlalu memperhatikan dan ambil pusing dengan apa yang terjadi atau apa yang terjadi di sekitar saya belum mampu untuk mengusik kemalasan dalam otak, hati, serta semua jaringan motorik yang saya miliki.
Tapi situasi yang ada sekarang memang senyatanya tidak terlalu bersahabat untuk saya menghabiskan waktu menulis untuk kepentingan pencurahan segala kesah dan keluh pada dunia.
Bila saya kini mempunyai semangat, keinginan, dan waktu untuk menulis maka akan jauh lebih baik serta bermanfaat saya curahkan itu semua untuk sesegera mungkin menyelesaikan penulisan Laporan Akhir yang kini tengah saya hadapi.
Ya, saya telah resmi masuk dalam semester 8 (delapan) di perguruan tinggi kepamongprajaan atau semester terakhir yang harus dilalui dengan menulis sebuah karya ilmiah, yang dalam hal ini, di dalam perguruan tinggi ini, mempunyai nama atau istilah Laporan Akhir. Karena kami lulus menyandang gelar Sarjana Sain Terapan Pemerintahan, tingkat D4 bukan S1.
Sebelum saya menulis Laporan Akhir (untuk kemudian akan saya sebut dengan LA) saya harus terlebih dahulu membuat Usulan Penelitian yang kemudian harus di-seminarkan. Dan apabila disetujui maka bisa untuk melanjutkan dalam penulisan LA.
Sesuai jadwal yang ada, Usulan Penelitian (untuk kemudian saya sebut dengan UP) dikumpulkan dari mulai tanggal 13 Januari 2014 s.d. 16 Januari 2014. Adapun pelaksanaan seminar UP akan diselenggarakan pada tanggal 20 Januari 2014 s.d. 28 Januari 2014.
Woow! Jadwal yang cukup padat, iya ‘kan?
Permasalahan yang ada sekarang adalah penulisan UP dan mungkin nanti LA tidak sepenuhnya bergantung pada kita selaku penulisnya. Kenapa begitu? Karena yang saya rasakan saat ini, penulisan UP juga sangat bergantung dengan dosen pembimbing yang kita dapatkan.
Dan ini sungguh bagian yang saya kurang suka!
Faktor keberuntungan sangat terlihat di sini. Ada mahasiswa yang beruntung mendapatkan dosen pembimbing (dosbing) yang baik dalam artian mudah untuk ditemui, memberikan masukan dan arahan yang jelas dan konstruktif. Tapi di sisi lain, ada dosbing sangat, sangat menyulitkan.
Mereka sulit untuk ditemui bahkan ketika mereka mempunyai waktu untuk bertemu mereka hanya dengan mudahnya menolak atau mencoret tulisan yang kita berikan tanpa ada penjelasan apapun.
Dosbing dengan sejuta karakter yang mereka miliki menjadi drama tersendiri dalam penulisan UP. Dan itu terkadang sungguh menjemukan. Tapi ternyata itu telah berjalan lama, menjadi sebuah budaya, jadi ya mau tidak mau, saya pun kini harus bergelut dengan itu semua.
Permasalahan lainnya adalah perbedaan pendapat antara dosbing 1 dan dosbing 2. Hal ini sering juga dialami, dan saya pun sejujurnya belum terlalu mengerti dengan posisi serta peran dari dosbing 1 dan 2 itu seperti apa.
Pada kenyataannya, banyak ego dosbing yang justru membuat posisi kami menjadi dilematis. Benar, dalam hal ini kami dituntut untuk mampu berdiplomasi, bukan justru menjadi penyulut api perbedaan pendapat antara kedua dosbing tersebut.
09.59 WIB
Sepertinya tulisan pertama di tahun baru masehi, 2014, harus diawali dengan sebuah tulisan ringan entah mungkin juga renyah alakadarnya, tanpa ada substansi yang jelas, terombang-ambing ke sana dan kemari khas obrolan di sudut warung kopi.
Bukan karena tak ada peristiwa yang patut untuk dikomentari tapi saya pribadi memang tidak dalam suasana yang tepat untuk senantiasa memberikan komentar kepada dunia yang belum bosan berputar.
Saya hanya sedang tidak terlalu memperhatikan dan ambil pusing dengan apa yang terjadi atau apa yang terjadi di sekitar saya belum mampu untuk mengusik kemalasan dalam otak, hati, serta semua jaringan motorik yang saya miliki.
Tapi situasi yang ada sekarang memang senyatanya tidak terlalu bersahabat untuk saya menghabiskan waktu menulis untuk kepentingan pencurahan segala kesah dan keluh pada dunia.
Bila saya kini mempunyai semangat, keinginan, dan waktu untuk menulis maka akan jauh lebih baik serta bermanfaat saya curahkan itu semua untuk sesegera mungkin menyelesaikan penulisan Laporan Akhir yang kini tengah saya hadapi.
Ya, saya telah resmi masuk dalam semester 8 (delapan) di perguruan tinggi kepamongprajaan atau semester terakhir yang harus dilalui dengan menulis sebuah karya ilmiah, yang dalam hal ini, di dalam perguruan tinggi ini, mempunyai nama atau istilah Laporan Akhir. Karena kami lulus menyandang gelar Sarjana Sain Terapan Pemerintahan, tingkat D4 bukan S1.
Sebelum saya menulis Laporan Akhir (untuk kemudian akan saya sebut dengan LA) saya harus terlebih dahulu membuat Usulan Penelitian yang kemudian harus di-seminarkan. Dan apabila disetujui maka bisa untuk melanjutkan dalam penulisan LA.
Sesuai jadwal yang ada, Usulan Penelitian (untuk kemudian saya sebut dengan UP) dikumpulkan dari mulai tanggal 13 Januari 2014 s.d. 16 Januari 2014. Adapun pelaksanaan seminar UP akan diselenggarakan pada tanggal 20 Januari 2014 s.d. 28 Januari 2014.
Woow! Jadwal yang cukup padat, iya ‘kan?
Permasalahan yang ada sekarang adalah penulisan UP dan mungkin nanti LA tidak sepenuhnya bergantung pada kita selaku penulisnya. Kenapa begitu? Karena yang saya rasakan saat ini, penulisan UP juga sangat bergantung dengan dosen pembimbing yang kita dapatkan.
Dan ini sungguh bagian yang saya kurang suka!
Faktor keberuntungan sangat terlihat di sini. Ada mahasiswa yang beruntung mendapatkan dosen pembimbing (dosbing) yang baik dalam artian mudah untuk ditemui, memberikan masukan dan arahan yang jelas dan konstruktif. Tapi di sisi lain, ada dosbing sangat, sangat menyulitkan.
Mereka sulit untuk ditemui bahkan ketika mereka mempunyai waktu untuk bertemu mereka hanya dengan mudahnya menolak atau mencoret tulisan yang kita berikan tanpa ada penjelasan apapun.
Dosbing dengan sejuta karakter yang mereka miliki menjadi drama tersendiri dalam penulisan UP. Dan itu terkadang sungguh menjemukan. Tapi ternyata itu telah berjalan lama, menjadi sebuah budaya, jadi ya mau tidak mau, saya pun kini harus bergelut dengan itu semua.
Permasalahan lainnya adalah perbedaan pendapat antara dosbing 1 dan dosbing 2. Hal ini sering juga dialami, dan saya pun sejujurnya belum terlalu mengerti dengan posisi serta peran dari dosbing 1 dan 2 itu seperti apa.
Pada kenyataannya, banyak ego dosbing yang justru membuat posisi kami menjadi dilematis. Benar, dalam hal ini kami dituntut untuk mampu berdiplomasi, bukan justru menjadi penyulut api perbedaan pendapat antara kedua dosbing tersebut.
Tapi bukankah jauh lebih baik, dijelaskan sedari awal, dosbing 1 itu berperan dalam hal apa dan dosbing 2 itu dalam hal apa. Juga disebutkan dengan sangat jelas, mana posisi dosbing yang lebih kuat serta utama!
Sehingga cepat ataupun lambatnya penulisan UP dan mungkin nantinya LA, tidak sepenuhnya berada di tangan kami selaku peserta didik tapi juga ada di tangan dosen yang menjadi dosbing.
Hambatan atau lebih tepatnya saya katakan menjadi beban tersendiri bagi saya adalah adanya ungkapan atau pemikiran keliru kepada saya dari sebagian kecil orang, bahwa karena saya mempunyai hobi menulis maka penulisan UP dan LA ini adalah sesuatu yang kecil bagi saya.
Bahkan bagi mereka yang juga mengetahui bahwa saya juga pernah berpartisipasi dalam sebuah lomba karya tulis ilmiah, pernyataan seperti itu hadir dalam bentuk yang lebih “keras”.
Saya tidak bermaksud untuk merendah atau berpura-pura menjadi seseorang yang tidak memiliki keahlian. Tapi harus saya katakan, hal-hal seperti itu justru menjadi beban bagi saya. Perkataan seperti itu dan semua perkataan yang mendekati pujian, saya rasakan berbahaya.
Pada awalnya memang terasa sangat indah, memberikan kita semangat. Tapi ketika berlangsung lama, hal itu justru menjadi candu, lalu berubah jadi racun. Kita terobsesi padanya, terus mencarinya, dan akhirnya kita lupa diri dan tak bisa lagi mengendalikan hati. Kita tak bisa lagi menapaki bumi.
Dan faktanya, saya memang belum mahir dan belum menguasai penulisan secara ilmiah yang memiliki banyak ketentuan dan aturan. Saya hanya mampu menulis secara apa adanya, meledak-ledak, tak ada aturan yang mengikat dan membatasi saya, semua saya curahkan bebas selama itu mampu untuk memuntahkan seluruh yang ada dalam otak.
Bila penulisan UP dan LA selayaknya seperti itu maka ya saya memang akan cepat menyelesaikanya.
Lalu bagaimana dengan lomba karya tulis yang saya ikuti? Kalian semua bisa melihat bagaimana kualitas tulisan saya, sangat sederhana dan masih jauh dari syarat sebuah karya tulis ilmiah. Satu yang menjadi nilai lebih saya pada saat itu adalah mempresentasikan apa yang saya tulis.
Bila memang bisa untuk memilih saya lebih suka untuk dilabeli segala bentuk hal negatif dan dipandang sebelah mata oleh orang lain tapi kemudian mampu untuk membuktikan hal sebaliknya. Hal itu lebih membuat saya nyaman dan bergerak tanpa beban.
Berbeda ketika justru orang telah banyak berharap lebih pada saya, hal itu justru membebani dan membuat gerak saya terbatas hingga akhirnya saya tidak mampu untuk mengeluarkan kemampuan terbaik yang saya miliki.
Well, whatever it is, #PMA all day guys!
Sehingga cepat ataupun lambatnya penulisan UP dan mungkin nantinya LA, tidak sepenuhnya berada di tangan kami selaku peserta didik tapi juga ada di tangan dosen yang menjadi dosbing.
Hambatan atau lebih tepatnya saya katakan menjadi beban tersendiri bagi saya adalah adanya ungkapan atau pemikiran keliru kepada saya dari sebagian kecil orang, bahwa karena saya mempunyai hobi menulis maka penulisan UP dan LA ini adalah sesuatu yang kecil bagi saya.
Bahkan bagi mereka yang juga mengetahui bahwa saya juga pernah berpartisipasi dalam sebuah lomba karya tulis ilmiah, pernyataan seperti itu hadir dalam bentuk yang lebih “keras”.
Saya tidak bermaksud untuk merendah atau berpura-pura menjadi seseorang yang tidak memiliki keahlian. Tapi harus saya katakan, hal-hal seperti itu justru menjadi beban bagi saya. Perkataan seperti itu dan semua perkataan yang mendekati pujian, saya rasakan berbahaya.
Pada awalnya memang terasa sangat indah, memberikan kita semangat. Tapi ketika berlangsung lama, hal itu justru menjadi candu, lalu berubah jadi racun. Kita terobsesi padanya, terus mencarinya, dan akhirnya kita lupa diri dan tak bisa lagi mengendalikan hati. Kita tak bisa lagi menapaki bumi.
Dan faktanya, saya memang belum mahir dan belum menguasai penulisan secara ilmiah yang memiliki banyak ketentuan dan aturan. Saya hanya mampu menulis secara apa adanya, meledak-ledak, tak ada aturan yang mengikat dan membatasi saya, semua saya curahkan bebas selama itu mampu untuk memuntahkan seluruh yang ada dalam otak.
Bila penulisan UP dan LA selayaknya seperti itu maka ya saya memang akan cepat menyelesaikanya.
Lalu bagaimana dengan lomba karya tulis yang saya ikuti? Kalian semua bisa melihat bagaimana kualitas tulisan saya, sangat sederhana dan masih jauh dari syarat sebuah karya tulis ilmiah. Satu yang menjadi nilai lebih saya pada saat itu adalah mempresentasikan apa yang saya tulis.
Bila memang bisa untuk memilih saya lebih suka untuk dilabeli segala bentuk hal negatif dan dipandang sebelah mata oleh orang lain tapi kemudian mampu untuk membuktikan hal sebaliknya. Hal itu lebih membuat saya nyaman dan bergerak tanpa beban.
Berbeda ketika justru orang telah banyak berharap lebih pada saya, hal itu justru membebani dan membuat gerak saya terbatas hingga akhirnya saya tidak mampu untuk mengeluarkan kemampuan terbaik yang saya miliki.
Well, whatever it is, #PMA all day guys!
sudah semester 8 ya...tak lama lagi selesai kuliahnya...semoga sukses selalu menyertaimu sobat...keep happy blogging always, salam dari Makassar :-)
BalasHapusSiap pak, mohon doanya ya pak. Terima kasih banyak pak :)
BalasHapusmaju terus adima, kalo bingung... jangan tanya saya :v
BalasHapus