Langsung ke konten utama

Secuil kisah di Batuah

SELASA, 27 MEI 2014
23.34 WIB

 

Ini adalah tulisan pertama saya di bulan Mei tapi sungguh ditulis ketika bulan ini akan segera berakhir.

Ide dalam bentuk untaian kata itu sebenarnya terus bergulir indah di dalam kepala tapi sulit untuk saya tangkap dan susun menjadi kalimat yang bisa membangun opini.

Maka maafkan bila kemudian tulisan ini terasa sulit untuk dipahami atau terdiri dari kata yang tak memiliki arti, saya sedang kehilangan kemampuan saya untuk menyusun serta memilah kata. Bahkan saya sedang kehilangan keinginan untuk membaca, sangat berbahaya.

Saya tak akan menyalahkan keadaan, karena keadaan hanya sebuah benda mati, tak akan bermakna dan tak akan berarti apa-apa sampai pada akhirnya kita yang memberinya sebuah kesan.

Lalu apa yang akan coba saya tuliskan?

Saya akan mencoba merangkum sedikit banyak apa yang telah saya lalui, berbagi pengalaman, setelah kurang lebih 3 (tiga) minggu berada di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Terhitung mulai tanggal 5 sampai dengan 26 Mei 2014, saya melaksanakan Bhakti Karya Praja (BKP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. BKP itu sendiri merupakan praktek lapangan atau lazim dikenal dengan sebutan Kuliah Kerja Nyata (bila di universitas luar).

BKP di Kabupaten Tanah Bumbu diikuti oleh 100 praja dan terbagi ke dalam 12 kelompok di 9 (Sembilan) kecamatan dan 12 desa.

Saya sendiri masuk ke dalam kelompok 4 (empat) dan mendapatkan tugas di Desa Batuah, Kecamatan Kusan Hilir, Kabupaten Tanah Bumbu.

Pelaksanaan praktek atau BKP di Kabupaten Tanah Bumbu difokuskan pada pendampingan pembenahan administrasi desa, di samping program pembangunan dan kemasyarakatan yang disesuaikan dengan kondisi desa tempat lokasi BKP masing-masing kelompok.

Sebelumnya saya akan terlebih dahulu menjelaskan bahwa setiap kelompok ataupun setiap peserta BKP pasti akan memiliki cerita mereka tersendiri, dengan berbagai masalah serta kelebihan, kekurangan yang tak bisa untuk digeneralisir. Hal ini diperkuat dengan fakta bahwa, lembaga kami, penyelenggara praktek lapangan ini, tidak pernah mempunyai program yang benar-benar berkenaan dengan masalah khusus yang ada di tempat praktek.

Hal ini tidak hanya terjadi pada BKP, tapi di setiap pelaksanaan praktek lapangan, entah itu di tingkat pertama, kedua ataupun ketiga. Lembaga ini seperti tidak pernah melakukan survey secara mendetail mengenai apa yang akan dikerjakan di lapangan nantinya. Sehingga hal itu membuat setiap peserta praktek pada hari-hari pertama berada di lapangan harus sibuk “mencari pekerjaan” apa yang harus mereka lakukan. Hal itu berdampak juga pada ketimpangan kerja nantinya, akan ada kelompok yang bekerja keras dan ada juga kelompok yang tidak memiliki pekerjaan sama sekali.

Bahkan akan ada kelompok yang melakukan pekerjaan tapi di luar program yang telah ditetapkan. Hal-hal seperti itu terjadi terus sepanjang tahun, dan terjadi juga pada pelaksanaan BKP, khususnya BKP di Kabupaten Tanah Bumbu.

Kami, peserta praktek, seperti di lepas begitu saja, dan dibiarkan untuk mencari apa yang harus kami kerjakan tanpa ada panduan yang spesifik. Apabila di lihat secara global, mungkin hal ini berguna untuk kami membiasakan diri beradaptasi dengan setiap masalah yang ada di lingkunga kerja nantinya. Peka terhadap setiap permasalahan yang ada dan cepat memberikan solusi.

Akan tetapi dilihat dari sudut pandang perencanaan, terlebih dalam dunia pendidikan, hal ini sungguh sangat mengecewakan. Tak ada koordinasi, tak ada kejelasan!

Terlepas dari itu semua, saya sangat bersyukur bisa ditempatkan di kelompok 4, dan berada di Desa Batuah, Kenapa? Ini-lah alasan saya, dan ini-lah cerita saya.

Saya berada bersama 7 (tujuh) orang lainnya, dan jujur pada awalnya kami tak mengenal satu sama lainnya. Tapi seiring dengan berjalannya waktu di lokasi praktek, kami pun bisa bersama, menyatu menjadi sebuah keluarga baru.

Hal itu terjadi karena tidak ada diantara kami yang “berleha-leha”, dalam artian semua diantara kami mau untuk diajak bekerja sama, duduk bersama, dan berbicara dalam satu suara. Sehingga tak perlu waktu lama bagi kami untuk akhirnya menjadi akrab.

Satu hal yang paling saya sukai pada kelompok ini adalah tak ada diantara kami yang tak mau untuk bekerja, semua mau dan bisa untuk diajak bekerja sehingga segala program kegiatan yang kami buat mampu terlaksana dengan cukup baik.

Apa yang kami lakukan memang bukan hal-hal besar ataupun hal-hal baru, kami hanya membantu melaksanakan tugas-tugas sehari-hari perkantoran serta membantu dalam perbaikan administrasi serta tata letak arsip, yang sering kali dilupakan dan disepelekan oleh perangkat desa.

Akan tetapi hal lain yang sangat memberikan kesan mendalam bagi saya adalah ketika berkenaan dengan sosialisasi yang kami lakukan dengan warga masyrakat Desa Batuah. Perpaduan antara kelompok kami yang juga memiliki hasrat untuk bisa akrab dengan warga serta kondisi Desa Batuah yang juga sangat antusias dengan kedatangan kami, maka acara silaturahmi dan sosialisasi bisa kami lakukan dengan baik, bahkan tak ada hari tanpa kami berkunjung ke stiap rumah orang-orang yang memiliki pengaruh di Desa tersebut.

Tak cukup hanya dengan kami yang datang berkunjung, kemudian banyak warga desa pun yang mengundang kami untuk datang ke rumahnya hanya untuk sekedar berbincang dan bertukar pikiran.

Pengalaman ini bagi saya, sepanjang praktek lapangan, merupakan hal baru dan sangat berharga. Hal itu melatih saya untuk mampu beradaptasi dengan masyrakat, berbaur dengan masyrakat, dan memahami setiap keluh kesah masyrakat. Hal itu melatih kemampuan saya dalam berbicara dan juga mendengarkan.

Hal yang tidak akan pernah bisa saya dapatkan di dalam dunia pendidikan kampus, dan memang sudah seharusnya menjadi kemampuan lebih kami yang berada dan dididik di kampus ini.

Ya, kemampuan soft skill pada akhirnya akan jauh lebih berperan ketika kita berada di dunia kerja nanti. Sepintar atau sehebat apapun kita apabila kita tidak bisa membangun koneksi ataupun diterima oleh orang-orang yang berada di sekitar kita, maka kita tidak akan pernah mampu berkembang.

Maka sungguh BKP ini merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi saya dan sungguh menjadi sebuah pembelajaran yang akan selalu saya ingat, terlebih di akhir masa pendidikan saya di kampus ini.

Tinggal menghitung hari bagi saya untuk segera melangkah pergi dari dunia fana kampus dan bergerak masuk ke dalam belantara kehidupan nyata dunia kerja. Ketika semuanya tak ada lagi kesempatan bagi kita untuk belajar, semua nyata berpengaruh bagi kehidupan kita jauh ke depan, ketika pilihan itu nyata tersisa antara sukses atau sekedar menjadi pegawai pelengkap, ketika cita-cita itu benar-benar akan mampu kita raih atau terlepas, ketika kita akan mengukir diri menjadi seorang yang "besar" atau hanya sekedar "buih" yang tak terlihat dan hilang begitu saja.

Damn! I'm leaving my comfort zone, dude!
But whatever it is, stay #PMA! ;) 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. Mung

Wahana Wyata Praja IPDN

Sejarah Singkat Wahana Wyata Praja Wahana Wyata Praja adalah organisasi internal Praja IPDN yang pada dasarnya mempunyai tugas dan fungsi sama dari tahun ke tahun, namun namanya berubah sesuai situasi dan kondisi pada masa angkatan tersebut. Nama organisasi praja yang terbentuk sejak awal berdirinya STPDN hingga IPDN adalah sebagai berikut: Manggala Corps Praja Angkatan I STPDN sampai dengan angkatan IV STPDN Organisasi ini bernama MANGGALA CORPS PRAJA, yang pimpinannya adalah Manggala Pati dengan tanda jabatan talikur berwarna merah, nama Manggala Corps ini hanya sampai pada angkatan IV saja, karena pada angkatan V organisasi internal Praja ini berubah nama menjadi WAHANA BINA PRAJA. Wahana Bina Praja Angkatan IV STPDN sampai dengan angkatan XVI STPDN Wahana Bina Praja ini pimpinannya bernama Gubernur Praja dengan tanda jabatan talikur berwarna biru lis kuning nestel dua, dari Wahana Bina Praja inilah mulai di bentuk berbagai instansi dan UKP yang di ang