Langsung ke konten utama

Generasi yang Hilang

SELASA, 4 NOVEMBER 2014
15.57 WIB

Selain blog, saya juga memiliki tumblr

Secara sederhana kedua media sosial ini tak memiliki banyak perbedaan. Keduanya merupakan wadah atau sarana bagi setiap individu yang memiliki hasrat dalam menulis. Walaupun pada kenyataannya, blog dan tumblr bisa juga untuk menampilkan atau saling berbagi hal lain di luar sebuah tulisan, tapi blog dan tumblr kadung tersohor sebagai "buku diari di dunia maya".

Kaitannya dengan itu, pada kesempatan ini, saya akan menuliskan ulang atau lebih tepatnya mem-posting ulang sebuah tulisan dari seseorang yang sebenarnya secara personal tak saya kenal.

Tulisan yang saya pikir sangat baik dan berkualitas serta memberikan sebuah pemamahan baru bagi kita semua yang menyempatkan diri untuk membacanya. Tulisan yang di-posting di media tumblr dengan alamat, http://faldomaldini.tumblr.com/post/100393393971/generasi-yang-hilang.

Saya sangat meyakini manfaat dari tulisan ini sehingga saya merasa harus untuk menyebarkan tulisan ini.

Okay, let's cut this bullshit, and here it is folks.
Enjoy!

Tulisan ini sengaja saya buat tepat di momen akan dilantiknya Presiden Indonesia yang ketujuh, Bapak Ir.Joko Widodo. Tulisan ini merupakan pandangan saya pribadi, observasi pribadi dan disarikan pula dari pengalaman pribadi. Tulisan ini sangat-sangat subjektif. Oleh karena itu, saya cukup memuat tulisan ini di media pribadi saya saja.

Tanpa Nama

Siapa yang kenal Pak Jokowi beberapa tahun silam?

Tidak ada yang mengenal beliau sebelum menjabat sebagai Walikota Solo. Tidak banyak pula yang sadari beliau ketika terpilih dengan mayoritas suara terbesar warga Solo untuk periode kedua. Tak banyak karena memang tak ada catatan sebagai tokoh di diri Pak Jokowi sebelum menjadi walikota Solo (khususnya periode kedua). Pun juga ketika kita telisik lagi lebih jauh profilnya, beliau bukanlah seorang Presiden BEM di KM UGM tempat beliau selesaikan sarjana. Sekali lagi, tak banyak cerita tentang hal ini (diri Pak Jokowi) karena beliau memang seorang yang dulunya tanpa nama. Yang kita tahu beliau seorang mahasiswa jurusan kehutanan UGM yang menjadi pengusaha mebel yang sukses. Cukup itu…

98

Angka 98 untuk masyarakat Indonesia secara umum adalah angka yang tidak mungkin bisa dilupakan, setidaknya untuk masyarakat Indonesia yang lahir hingga di tahun 1990an. Pada tahun 98 memang terjadi sebuah momen besar di bangsa ini yang menjadi sejarah untuk diperbincangkan di kemudian hari. Pada tahun ini (98 –red) terjadi penggulingan Presiden kedua Indonesia, Bapak Soeharto. Sayangnya penggulingan ini tidak berjalan mulus, ada banyak harga yang harus dibayar. Ada banyak nyawa yang hilang, harta yang terbuang, bahkan hingga kehormatan yang juga melayang. Tragedi yang memilukan bagi sebagian orang, namun merupakan momen heroik pula bagi banyak kalangan, khususnya para aktivis dan tokoh penggerak 98. Ya sejak saat itulah lahirnya Reformasi di Republik yang merdeka pada tahun 1945 ini.

Ada cita-cita besar kala reformasi terjadi. Memang masih debatable apakah reformasi membuat bangsa ini lebih baik atau tidak. Memang masih debatable pula apakah semua warga puas dengan pasca reformasi. Saya tidak tertarik membahas itu kali ini. Yang membuat saya tertarik untuk bahas adalah

Kemana aktivis 98 hari ini? Dan apa kaitannya dengan Pak Jokowi?

Aktivis 98 gagal?

Ada banyak nama tokoh yang memang namanya disebut-sebut dan harum kala peristiwa 98 terjadi. Kita sama-sama tahu bahwa ada banyak elemen mahasiswa yang bergerak di kampus, pun hal nya juga dengan kejadian di tahun 98 itu. Tak hanya mahasiswa, masyarakat pun juga disebut bergerak. Untuk mahasiswa sendiri pada hakikatnya terbagi dua, organisasi intra kampus dan organisasi ekstra kampus.

BEM UI kala itu dipegang oleh Bang Rama Pratama. KAMMI kala itu dipegang oleh Bang Fahri Hamzah. Ada juga Forkot yang dipimpin oleh Bang Adian Napitupulu. Ada juga nama Bang Anas Urbaningrum yang memegang HMI. Selain itu, ada banyak nama memang seperti Bang Pius Lustrilanang (kini Gerindra), Bang Heru Cokro (kini HIPMI), Bang Munir (meninggal diracun), Bang Andi Arief (staf khusus SBY), tak ketinggalan Bang Fadli Zon (kini Gerindra), bahkan hingga Bang Andi Malaranggeng. Semua merupakan penggerak di tahun panas, tahun 98.

Pertanyaannya sekali lagi.

Dimana mereka sekarang? Apa yang mereka lakukan detik ini? Berapa di antara mereka yang “di-bui” karena korupsi? Berapa yang bungkam? Berapa yang malah mati?

Bolehkan saya bilang mereka gagal? Ya, mereka gagal untuk benar-benar mengambil peran dari wajah lama. Dengan ketidakpaduan mereka hari ini akhirnya “peran” yang didapat kala reformasi kembali direbut oleh yang wajah tua-tua?

Pak Jokowi dan Aktivis 98

Menurut saya, Pak Jokowi termasuk wajah baru di Pemerintahan kali ini. Sebelum jauh-jauh mari kita samakan definisi mana orang baru, mana orang lama.

- Wajah baru : Pemain (tokoh) baru. Umur 40-60

- Wajah lama : Pemain (wajah) lama. Umur > 60

Oh ya, kriteria ini sama seperti yang dipakai oleh Pak Habibie, tapi saya tidak ikut-ikutan. Dari dulu sebelum Pak Habibie ngomong di Mata Najwa Metro TV, kriteria saya pun begitu. Ya, kasarnya begini saja, kalau ada nama “Megawati” dan “Jokowi” atau “Prabowo” dan “Jokowi” siapapun tahu mana yang lama, mana yang baru.

Melihat timeline dan periode waktu berjalan, saya berasumsi seharusnya di masa 2014 ini lah masa dimana aktivis 98 sedang menuai hasil kerja kerasnya. Asumsi saya lagi, sekaranglah waktunya untuk para aktivis 98 berkarya, karena mereka telah memasuki usia produktifnya saat ini. Ini pula saatnya buat mereka membuktikan bahwa mereka bukan cuma pembual yang ingin turunkan Presiden tanpa karya nyata untuk perubahan.

Namun, mari sekarang kita lihat, siapa aktivis 98 yang bersinar?

Siapa di antara mereka yang membantu Pak Jokowi? Siapa di antara mereka yang menjadi sahabat publik?

Tak sedikit yang sedang mendekam di penjara (bahkan karena korupsi), tak sedikit pula yang memilih diam. Ada yang mati, dan ada pula yang jadi pemimpin publik tapi kontroversial dan jadi musuh masyarakat. Padahal, sesuai definisi yang ditetapkan di atas, mereka (aktivis 98-red) termasuk wajah baru. Wajah baru yang seharusnya bersinar menutupi wajah wajah lama. Alhasil mari kita lihat hari ini, Pak Jokowi sedang berada di lingkaran wajah-wajah lama, termasuk wakilnya.

Mari kita lihat pula sekarang siapa pemimpin partai politik. Tolong sebutkan kepada saya, siapa wajah baru yang memimpin partai politik? SBY? Megawati? Ical? Prabowo? Surya Paloh? Wiranto? Yang ada malah wajah lama semua. Di sisi lain, tak sedikit di antara kita yang berbusa-busa mulutnya bilang “percaya pada partai politik”. Apa yang bisa kita percaya? Toh pemimpinnya wajah lama semua.

Inilah mereka, generasi yang hilang

Untuk generasi 2000-an

Pesan ini saya tuliskan sebagai untuk pengingat bagi diri saya pribadi, karena saya termasuk generasi ini, generasi 2000-an (khususnya saya, generasi dua ribu belasan).

Mau tidak mau apa yang terjadi pada angkatan 98 hari ini tentu jadi catatan buat kita bersama. Saya tidak bilang mereka buruk, tapi saya anggap mereka gagal. Itu dua hal yang berbeda di konteks ini. Mereka saya percaya secara personal ada yang baik (berarti itu tidak buruk kan?). Namun, mereka gagal memanfaatkan momentum ini sehingga membiarkan Pak Jokowi dikelilingi wajah-wajah lama. Hal ini terasa pahit, sangat pahit sekali. Kita harus sadari ini di awal sehingga kita bisa lakukan set ekspektasi untuk Pak Jokowi.

Saya termasuk orang yang tidak akan kaget jika di kemudian hari Pak Jokowi akan tersandera dengan orang-orang berwajah lama ini.

Saya sendiri sejujurnya tidak memiliki solusi komprehensif karena belum mau memikirkan hal ini. Di lain sisi, saya pun percaya, kita semua yang ada di sini (sang generasi 2000-an) sedang meniti karya dan baru di awal lembaran perjuangan. Ada yang sedang bekerja, ada yang sedang berbisnis, ada yang sedang meneliti walau ada juga memang yang sedang berpolitik (praktis). Semua sedang meniti langkah. Terlalu dini memang jika kita klaim bahwa mereka akan sama gagalnya, apalagi klaim ini akan berhasil.

Mungkin sembari berjalan kita perlu pikirkan hal ini, agar ketika momen generasi 2000-an tiba untuk memimpin, benar-benar bisa merebut “bola” dari wajah-wajah lama ini (Bisa jadi angkatan 98 akan berperan sebagai wajah lama nantinya). Terlebih pula, saya percaya para wajah lama ini tidak akan mau serta merta memberi yang muda kesempatan, karena mereka masih belum puas. Mereka masih haus kuasa. Apalagi jika ditambah dengan ketidakberdayaan wajah baru, hal ini makin membuat mereka tertawa.

Saya tidak menjelek-jelekkan wajah lama, tidak. Saya hanya ingin sampaikan, waktu mereka (seharusnya) sudah usai. Kebobrokan yang dibuat sudah akut dan banyak, jangan sampai diperparah lagi dengan mereka masih bercokol di tampuk kuasa. Namun, jika wajah barunya tidak bisa ambil peran? Kekesalan ini hanya akan tinggal kekesalan belaka dan mereka masih terus bisa bercokol di sana.

Saya percaya, setiap masa pasti ada generasi emasnya. Saya tidak tahu, siapakah generasi emas tahun 2000an. Tahun 90an boleh saya bilang para generasi 98an lah yang merupakan generasi emas. Dan ada selang waktu antar setiap generasi emas.

Satu hal yang sudah ada di pikiran saya setidaknya hingga sekarang, sebagai tips bagi generasi 2000an (termasuk saya pribadi) adalah tentang bersatu dan saling mengingatkan. Itu yang sepertinya bisa menjadi bekal. Kita harus sadar bahwa gelombang wajah lama ini sangat massif, banyak dan juga mengakar.

Cara kalahkan wajah lama ini adalah dengan mau tidak mau wajah baru harus hadir dan mampu ciptakan gelombang lebih massif, lebih banyak dan juga lebih mengakar.

Menanti wajah tua mati tidak bijak juga rasanya. Mau tidak mau wajah muda harus segera merebut bola. Jika hal itu tidak bisa terlaksana mungkin kita bernasib sama seperti angkatan 98? Semoga hal itu tidak terjadi, karena jika itu terjadi, kita benar-benar menjadi generasi yang hilang.

See?
This is good, rite?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. Mung

Wahana Wyata Praja IPDN

Sejarah Singkat Wahana Wyata Praja Wahana Wyata Praja adalah organisasi internal Praja IPDN yang pada dasarnya mempunyai tugas dan fungsi sama dari tahun ke tahun, namun namanya berubah sesuai situasi dan kondisi pada masa angkatan tersebut. Nama organisasi praja yang terbentuk sejak awal berdirinya STPDN hingga IPDN adalah sebagai berikut: Manggala Corps Praja Angkatan I STPDN sampai dengan angkatan IV STPDN Organisasi ini bernama MANGGALA CORPS PRAJA, yang pimpinannya adalah Manggala Pati dengan tanda jabatan talikur berwarna merah, nama Manggala Corps ini hanya sampai pada angkatan IV saja, karena pada angkatan V organisasi internal Praja ini berubah nama menjadi WAHANA BINA PRAJA. Wahana Bina Praja Angkatan IV STPDN sampai dengan angkatan XVI STPDN Wahana Bina Praja ini pimpinannya bernama Gubernur Praja dengan tanda jabatan talikur berwarna biru lis kuning nestel dua, dari Wahana Bina Praja inilah mulai di bentuk berbagai instansi dan UKP yang di ang