Langsung ke konten utama

Desa dan Kelurahan

KAMIS, 7 APRIL 2016
12.45 WIB

“Hanya beda judul (desa/lurah), 7.000 lurah di republik ini tidak dapat sepeser pun. Tolong sampaikan ke ekonom, kemiskinan terbesar ada di kota,” katanya.

Masyarakat Indonesia pada umumnya masih memiliki anggapan yang kurang tepat berkenaan dengan Desa dan Kelurahan. Beberapa diantaranya berpendapat bahwa Desa dan Kelurahan adalah dua hal yang sama. Bagi mereka Desa adalah penyebutan satuan pemerintahan terkecil yang ada di kabupaten sedangkan apabila letaknya di perkotaan maka penyebutannya menjadi Kelurahan. 

Sebagian yang lainnya memandang bahwa Desa itu lebih tinggi derajatnya daripada Kelurahan karena Kepala Desa dipilih secara langsung oleh masyarakat setempat. 

Bila boleh jujur, masih banyak pemikiran keliru lainnya yang ada di dalam benak masyarakat Indonesia. Tapi bagi saya, dua hal tadi adalah pendapat umum yang paling mendominasi alam bawah sadar beberapa diantara kita.

Lantas apa itu Desa? Apa itu Kelurahan?

Mengutip pendapat dari Hanif Nurcholis dalam buku Pertumbuhan & Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, disebutkan bahwa Desa dan Kelurahan adalah satuan pemerintahan terendah dengan status yang berbeda. 

Desa dan Kelurahan sama-sama memiliki peran sebagai satuan pemerintahan terendah dan langsung bersentuhan dengan masyarakat. Akan tetapi secara status mereka berbeda. 

Perbedaan status tersebut muncul karena Desa memiliki hak otonomi adat sehingga menjadi sebuah badan hukum. Adapun kelurahan hanya kepanjangan tangan dari pemerintah kabupaten/kota. Kelurahan adalah satuan pemerintahan administrasi, bagian dari perangkat daerah yang dimiliki oleh kabupaten/kota.

Pertanyaan yang mungkin akan muncul adalah kenapa Desa bisa memiliki hak otonomi sedangkan Kelurahan tidak? 

Hal ini didasari oleh sejarah panjang yang menyertainya. Buku karya Hanif Nurcholis yang telah saya sebutkan di awal bisa menjadi salah satu referensi bagi anda yang ingin mengetahui lebih jauh berkenaan dengan hak otonomi yang dimiliki oleh Desa. 

Akan tetapi secara sederhana, Desa merupakan satuan pemerintahan pertama dan hidup di masyarakat Indonesia. Penyebutan Desa pun berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Karena pada dasarnya Desa terbentuk dengan satu adat atau kultur yang sama diantara masyarakatnya. 

Oleh karena itu, Desa merupakan akar atau awal mula terciptanya bangsa Indonesia secara utuh. Di sisi lain, Kelurahan muncul akibat dari perkembangan zaman dan Negara secara keseluruhan. 

Ketika seiring berjalannya waktu banyak orang-orang desa berpindah dan menetap di satu tempat yang memiliki akses lebih baik daripada desa, maka pemerintah harus membentuk satuan terkecilnya yang mampu menjangkau dan bersentuhan langsung melayani setiap kebutuhan warganya. 

Pembentukan sebuah Desa jelas tidak relevan, karena orang-orang yang hidup di dalamnya tidak berasal dari satu adat yang sama, dan mata pencaharian orang-orang yang di dalamnya pun sangat beragam. Maka Kelurahan muncul sebagai sebuah alternatif.

Hal tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa Desa memiliki ciri khas yakni saling mengenal antar orang di dalamnya, hidup bergotong royong, memiliki adat istiadatnya yang relatif sama, dan mempunyai tata cara sendiri dalam mengatur kehidupan kemasyarakatannya. 

Beberapa ciri khas tersebut sangat bertolak belakang dengan ciri yang dimiliki oleh suatu Kelurahan. Masyarakat Kelurahan relatif mandiri, tidak terikat adat istiadat, pekerjaan beragam, dan memiliki mobilitas yang tinggi.

Pemerintah Indonesia menyadari arti penting Desa beserta sejarah yang menyertainya dengan sangat baik sehingga dewasa ini aturan mengenai Desa telah diatur langsung oleh satu Undang-undang (UU), yakni UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. 

Beberapa tahun yang lalu aturan berkenaan Desa hanya diatur dengan Peraturan Pemerintah sehingga secara politis tidak memiliki daya tawar yang kuat. 

Di dalam UU No. 6 tahun 2014 disebutkan bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Definisi tersebut mempunyai konsekuensi logis bahwa Desa bisa dan harus menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Berbeda halnya dengan Kelurahan, di dalam UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa Kelurahan dibentuk dengan Perda Kabupaten/Kota berpedoman pada peraturan pemerintah. 

Kelurahan dipimpin oleh seorang kepala kelurahan yang disebut lurah selaku perangkat Kecamatan dan bertanggung jawab kepada camat. Kelurahan pun tidak bisa menetapkan anggaran secara mandiri selayaknya Desa. 

Di dalam UU No. 23 tahun 2014 disebutkan secara jelas bahwa Pemerintah Daerah kabupaten/kota mengalokasikan anggaran dalam APBD kabupaten/kota untuk pembangunan sarana dan prasarana lokal kelurahan dan pemberdayaan masyarakat di kelurahan.

Ketentuan-ketentuan di atas telah secara jelas memberikan pemahaman kepada kita bahwa Kelurahan adalah perangkat daerah baik kabupaten maupun kota. Kelurahan tidak memiliki hak otonom seperti Desa. Jadi, secara filosofis, sejarah, dan aturan pun telah sangat jelas menyebutkan bahwa Desa dan Kelurahan adalah dua hal yang berbeda. 

Karena secara filosofis, sejarah, dan aturan telah jelas berbeda maka tentu permasalahan tentang hak dan kewajiban sebagai sebuah satuan pemerintahan terkecil pun berbeda. 

Contohnya adalah Kepala Desa sebagai pimpinan tertinggi di suatu Desa dipilih secara langsung oleh masyarakatnya melalui sebuah Pemilihan Kepala Desa. Sedangkan Lurah yang bertindak sebagai kepala kelurahan, diangkat dari PNS Kabupaten atau Kota setempat melalui SK Bupati atau Walikota. 

Tulisan ini belum mampu untuk merangkum secara keseluruhan berkenaan dengan perbedaan mendasar antara Desa dan Kelurahan. Akan tetapi saya harap tulisan singkat ini bisa untuk memacu rasa ingin tahu kita semua bahwa Desa dan Kelurahan adalah dua hal yang berbeda.

Jadi tak elok rasanya bila masih menyamakan antara Desa dan Kelurahan. Iya 'kan?

#PMA

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. Mung

Wahana Wyata Praja IPDN

Sejarah Singkat Wahana Wyata Praja Wahana Wyata Praja adalah organisasi internal Praja IPDN yang pada dasarnya mempunyai tugas dan fungsi sama dari tahun ke tahun, namun namanya berubah sesuai situasi dan kondisi pada masa angkatan tersebut. Nama organisasi praja yang terbentuk sejak awal berdirinya STPDN hingga IPDN adalah sebagai berikut: Manggala Corps Praja Angkatan I STPDN sampai dengan angkatan IV STPDN Organisasi ini bernama MANGGALA CORPS PRAJA, yang pimpinannya adalah Manggala Pati dengan tanda jabatan talikur berwarna merah, nama Manggala Corps ini hanya sampai pada angkatan IV saja, karena pada angkatan V organisasi internal Praja ini berubah nama menjadi WAHANA BINA PRAJA. Wahana Bina Praja Angkatan IV STPDN sampai dengan angkatan XVI STPDN Wahana Bina Praja ini pimpinannya bernama Gubernur Praja dengan tanda jabatan talikur berwarna biru lis kuning nestel dua, dari Wahana Bina Praja inilah mulai di bentuk berbagai instansi dan UKP yang di ang