Langsung ke konten utama

Ibu Rumah Tangga

Jum'at, 13 Rabi'ul Awal 1439 H // 1 Desember 2017 13.20 WIB

PEMBUKA
Dewasa ini, di zaman ketika Allah Ta'ala membuka lebar pintu ilmu. Justru keadaan mayoritas manusia berada sangat jauh dari pemahaman agama Islam yang benar. Bandingkan dengan keadaan di zaman para sahabat, tabi'in, tabiut tabi'in, dan zaman-zaman ulama besar ahlus sunnah setelahnya yang sebenarnya akses untuk mendapatkan ilmu sangat sulit. Tapi mereka mampu mengamalkan agama dengan sangat baik, melahirkan banyak kitab yang alhamdulillah sampai dengan saat ini sangat bermanfaat bagi kita.

Salah satu masalah yang kini ramai diperbincangkan adalah berkenaan tuduhan "kolotnya" ajaran yg menyatakan bahwa tugas utama wanita adalah mengurus rumah tangga. Dengan berbagai paham yang ada sekarang ini, maka orang-orang mengecam (atau setidak-tidaknya mencibir) tindakan suami yang melarang istrinya untuk bekerja. Terlebih ketika suami itu berargumen dengan dalih agama, maka kecaman itu semakin lantang dan kuat menerkam. Karena faktanya tidak sedikit, yg dianggap sebagai "ustadz" atau mengaku sebagai "ustadz", memberikan fatwa yang justru mendorong wanita untuk bekerja di luar rumah, selayaknya seorang lelaki. Ya, secara umum, Islam tidak mutlak mengharamkan seorang istri untuk bekerja. Tapi pembolehan itu perlu pembahasan yang sangat detail dan bersifat kasuistis.

Baik, anggaplah permasalahan ini sebagai  sebuah diskusi ilmiah. Sebuah perbedaan pendapat selayaknya masalah agama kontemporer lainnya. Maka seharusnya kubu yg kontra dan pro saling menghargai dan saling beradu argumen dengan cara yang elegan. Oleh karena itu, izinkan saya sebagai salah satu orang yang pro bahwa tugas utama wanita (istri) adalah menjadi ibu rumah tangga, untuk menyampaikan argumen yang saya miliki dan sampai dengan saat ini saya yakini. Mari kita saling menghargai.

LATAR BELAKANG MASALAH
Sesuatu dikatakan sukses lebih dinilai dari segi materi sehingga jika ada sesuatu yang tidak memberi nilai materi akan dianggap remeh. Cara pandang yang demikian membuat banyak dari wanita muslimah bergeser dari fitrohnya. Berpandangan bahwa sekarang sudah saatnya wanita tidak hanya tinggal di rumah menjadi ibu, tapi sekarang saatnya wanita ‘menunjukkan eksistensi diri’ di luar. Menggambarkan seolah-olah tinggal di rumah menjadi seorang ibu adalah hal yang rendah.

Dianggap sesuatu yang rendah karena tujuan akhir dari mengurus rumah tangga adalah taat kepada suami dan mendidik anak. Outputnya adalah ridho suami dan anak yang sholeh/sholehah. Maka jelas output yang dihasilkan sangat tidak "populer" dan sangat tidak "duniawi". Dibandingkan dengan uang yang jelas didapat setiap bulannya. 

Saya akui, tidak semua wanita, menjadikan alasan di atas sebagai argumennya. Argumen lain biasanya berkisar pada keinginan untuk mengekspresikan diri (aktualisasi) atau merasa mempunyai hak yang sama dengan lelaki. 

Intinya adalah semua alasan di atas didasari oleh sebuah pola pikir. Nah, terkadang karena cepatnya laju informasi. Maka kita seringkali menomor duakan syariat. Kita terlebih dahulu terpapar oleh -isme di luar Islam. Sehingga kemudian sulit menerima ketika ternyata syariat berkata lain.

DALIL ISTRI HARUS MENJADI IBU RUMAH TANGGA
“Dan tinggallah kalian di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berdandan sebagaimana dandan ala jahiliah terdahulu” (QS Al Ahzab: 33).

Ibnu Katsir menafsirkan ayat di atas bahwa janganlah wanita keluar rumah kecuali ada hajat seperti ingin menunaikan shalat di masjid selama memenuhi syarat-syaratnya. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6: 182).

Menetap dan tinggalnya wanita di rumah merupakan perkara yang disyariatkan oleh Allah Ta’ālā. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullāh menjelaskan bahwa makna dari ayat tersebut adalah menetaplah kalian di rumah kalian sebab hal itu lebih selamat dan lebih memelihara diri kalian. Tinggalnya wanita di rumah berarti dia melaksanakan urusan rumah tangganya, memenuhi hak-hak suami, mendidik anak-anaknya, dan menambah amal kebaikan. Sedangkan wanita yang sering keluar rumah, akan membuatnya lalai dari kewajiban.

Disebutkan dalam hadits dari ‘Abdullah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya perempuan itu aurat. Jika dia keluar rumah maka setan menyambutnya. Keadaan perempuan yang paling dekat dengan Allah adalah ketika dia berada di dalam rumahnya”. (HR. Ibnu Khuzaimah no. 1685 dan Tirmidzi no. 1173. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

FATWA ULAMA
Pada asalnya, kewajiban mencari nafkah bagi keluarga merupakan tanggung jawab kaum lelaki. Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullāh berkata, “Islam menetapkan masing-masing dari suami dan istri memiliki kewajiban yang khusus agar keduanya menjalankan perannya masing-masing  sehingga sempurnalah bangunan masyarakat di dalam dan di luar rumah. Suami berkewajiban mencari nafkah dan penghasilan sedangkan istri berkewajiban mendidik anak-anaknya, memberikan kasih sayang, menyusui, dan mengasuh mereka, serta tugas-tugas lain yang sesuai baginya seperti mengajar anak-anak perempuan, mengurusi sekolah mereka, dan mengobati mereka serta pekerjaan lain yang khusus bagi kaum wanita. Bila wanita sampai meninggalkan kewajiban dalam rumahnya, berarti ia telah menyia-nyiakan rumah serta para penghuninya. Hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan dalam keluarga baik secara hakiki maupun maknawi.”

PENUTUP
Well, sebenarnya masih banyak dalil syar'i yang penulis dapatkan ketika mencoba mencari argumen bahwa menjadi ibu rumah tangga adalah pekerjaan mulia dalam pandangan syariat. Dan saya pun sangat yakin semua dalil itu juga telah diketahui oleh mayoritas kaum kontra terlebih mereka yang memang beragama Islam. Tapi seperti apa yang telah saya sampaikan di awal, zaman sekarang banyak syubhat yang terbungkus indah. Sehingga hakikatnya sesat tapi terasa benar. Terlebih hidayah taufik adalah mutlak milik Allah ta'ala. Jadi, tak mengapa bilih permasalahan ini terus menyajikan kubu pro dan kontra dalam praktiknya.

Sekali lagi, saya hanya ingin, kita saling menghargai satu sama lainnya. Kami, kubu pro, insyaallah bertindak tidak berdasarkan syahwat atau rasa kecenderungan ingin menjajah kaum wanita. Kami hanya mencoba tunduk pada perinrah syariat sesuai dengan pemahaman salafus sholih.

Wallahu'allam.
Wallahul musta'aan.

SUMBER TULISAN




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da...

D-IV atau S1 ?

Suatu malam pada hari Sabtu , tanggal 14, bulan Januari , tahun 2012, berlatar tempatkan teras masjid Al-Ilmi IPDN Kampus Kalimantan Barat, terjadi satu percakapan ringan sangat sederhana tapi kemudian mampu untuk membuat otak ini menjadi rumit karena terus memikirkan substansi dari apa yang diperbincangkan itu, terlalu rumit sehingga saya pikir perlu untuk dituangkan dalam sebuah narasi penuh kata, tidak berpetuah dan tidak juga indah. Tapi cukup-lah untuk sekedar berbagi ide dan informasi yang pastinya tidak sesat. Dan ini-lah percakapan singkat itu : HP ( inisial teman saya ) : “Dim, kamu lebih milih mana, S.IP atau S.STP ?” Saya : “mmm….pengennya sih S.IP” HP : “Kenapa, Dim? Kata orang kan kalo S.STP tuh lebih baik buat karir dan kata orang juga S.IP tuh lebih condong buat jadi dosen.” Saya : “Wah gak tau sih kalo masalah yang kayak gitunya, tapi saya ingin S.IP karena yang saya tau S.IP itu lebih mudah untuk nantinya kita mau nerusin ke S2, nah kalo S.STP itu gak semua unive...

Wahana Wyata Praja IPDN

Sejarah Singkat Wahana Wyata Praja Wahana Wyata Praja adalah organisasi internal Praja IPDN yang pada dasarnya mempunyai tugas dan fungsi sama dari tahun ke tahun, namun namanya berubah sesuai situasi dan kondisi pada masa angkatan tersebut. Nama organisasi praja yang terbentuk sejak awal berdirinya STPDN hingga IPDN adalah sebagai berikut: Manggala Corps Praja Angkatan I STPDN sampai dengan angkatan IV STPDN Organisasi ini bernama MANGGALA CORPS PRAJA, yang pimpinannya adalah Manggala Pati dengan tanda jabatan talikur berwarna merah, nama Manggala Corps ini hanya sampai pada angkatan IV saja, karena pada angkatan V organisasi internal Praja ini berubah nama menjadi WAHANA BINA PRAJA. Wahana Bina Praja Angkatan IV STPDN sampai dengan angkatan XVI STPDN Wahana Bina Praja ini pimpinannya bernama Gubernur Praja dengan tanda jabatan talikur berwarna biru lis kuning nestel dua, dari Wahana Bina Praja inilah mulai di bentuk berbagai instansi dan UKP yang di ang...