Langsung ke konten utama

Tugas Negara yang Terlupakan

SENIN, 18 RABIUL AWWAL 1440 H // 26 NOVEMBER 2018
10.11 WIB

Tidak ada negara yang tidak memiliki tujuan. Sebagai sebuah organisasi besar dengan anggota yang berjumlah jutaan, terlalu naïf apabila negara berjalan tanpa visi yang ingin diwujudkan. Oleh karena itu, Indonesia di dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan secara tegas bahwa salah satu tujuan utama yang ingin dan harus dilaksanakan oleh negara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Ya, Indonesia adalah sebuah negara kesejahteraan (welfare state). Sehingga segala misi yang ditetapkan, siapapun kepala negara dan kepala pemerintahannya, harus mencerminkan usaha dan upaya merealisasikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Kemudian kita pun lantas bertanya, apa itu kesejahteraan?

Mendudukan konsep kesejahteraan memang bukan sebuah perkara mudah karena para ahli pun berbeda pendapat dalam memberikan definisinya. Konsep kesejahteraan menurut Nasikun (1993) dapat dirumuskan sebagai padanan makna dari konsep martabat manusia yang dapat dilihat dari 4 (empat) indikator, yaitu : rasa aman, kesejahteraan, kebebasan, dan jati dari. Adapun menurut Suharto (2006), konsep kesejahteraan selalu dihubungkan atau memiliki kesamaan makna dengan kesejahteraan sosial yang berarti proses yang terencana yang dilakukan baik oleh individu, lembaga sosial, maupun instansi pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan melalui pemberian pelayanan sosial dan tunjangan sosial.

Benang merah yang bisa diambil berdasarkan 2 (dua) pendapat tersebut yaitu kesejateraan berkenaan dengan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat yang mampu untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Maka hak yang paling mendasar dan sangat berpengaruh di dalam meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat adalah hak untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan, dan akses kepada sarana penunjang kehidupan yang layak seperti listrik dan air bersih.

Pendidikan, pengetahuan, dan standar hidup layak adalah 3 (tiga) dimensi dasar yang membentuk Indeks Pembangunan Manusia (IPM). (https://www.bps.go.id/) IPM sendiri merupakan alat yang digunakan untuk melihat sejauh mana negara mampu untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya karena IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, dan sebagainya. IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia. (https://www.bps.go.id/). Berdasarkan hal tersebut, IPM mampu menjadi standar untuk melihat serta menilai sejauh mana negara telah memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya.

Di dalam Laporan Pembangunan Manusia Indonesia 2016, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia bercokol di peringkat 113 dari 188 negara. Beberapa pihak lantas membandingkannya dengan peringkat Indonesia di tahun 2015, di mana terjadi penurunan peringkat dari 110 menjadi 113. (https://finance.detik.com/) Walaupun memang selama periode 1990-2015, IPM Indonesia mengalami peningkatan rata-rata 1,07% per tahun, akan tetapi titik beratnya adalah masih besarnya angka ketimpangan yang ada di Indonesia. Hal itu menandakan bahwa di banyak daerah di Indonesia, negara belum hadir untuk melaksanakan tugasnya.

Pemberian pelayanan dasar terutama di seluruh pelosok tanah air adalah murni tugas yang harus dijalankan oleh negara. Karena organisasi lain, terutama sektor swasta tidak mungkin untuk mampu melaksanannya karena tidak ada “keuntungan” yang akan mereka dapatkan. Sehingga seharusnya isu pemenuhan pelayanan dasar menjadi isu strategis bagi setiap pemangku kepentingan yang ada di negara ini. Beberapa kasus “ekstrem” menjadi bukti bahwa negara “lupa” untuk menjalankan tugasnya memberikan pelayanan dasar bagi masyarakat. Salah satu kejadian yang mendapat sorotan tajam dari berbagai media adalah kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) di Kabupaten Asmat, Provinsi Papua. Kurangnya pemenuhan dan akses layanan dasar bagi warga Papua terlihat dengan angka kemiskinan anak di Papua tertinggi 35,37% (BPS, 2016), provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbesar : Papua 28,4% dan Papua Barat 24, 88% (BPS, 2016), bahkan disertai dengan indeks pembangunan manusia (IPM) terburuk di Indonesia sebesar 58,05% (BPS, 2016). (https://geotimes.co.id)

Pemerintah mungkin bisa berdalih dengan argumen bahwa kini pembangunan  infrastruktur jalan telah banyak difokuskan di daerah Indonesia Timur, khususnya Provinsi Papua. Akan tetapi pemerintah sepertinya lupa bahwa yang mereka bangun saat ini hanya berupa akses jalan, tapi pemerintah tidak lantas memikirkan bagaimana cara untuk menghadirkan pelayanan dasar itu. Pemerintah sepertinya tidak membuat skala prioritas bahwa permasalahan pelayanan dasar di setiap daerah itu berbeda. Ada daerah yang butuh untuk peningkatan akses ke layanan dasar karena memang layanan dasar telah ada dan tersedia dengan baik di sana tapi di daerah yang lain mereka membutuhkan pemerintah untuk terlebih dahulu menyediakan pelayanan dasar, karena percuma pemerintah membuka akses akan tetapi tidak ada pelayanan dasar yang tersedia di sana.

Bahkan di masa-masa kampanye saat ini, isu penyediaan pelayanan dasar bukan isu yang menarik bagi setiap pasangan calon presiden Indonesia, mereka hanya berfokus pada peningkatan ekonomi. Tentu hal itu tidak salah akan tetapi kurang tepat, karena sesuai dengan apa yang disampaikan oleh World Bank dalam laporan tahunannya, peningkatan ekonomi tidak akan mampu meningkatkan standar kehidupan masyarakat apabila tidak ada penyediaan dan akses ke pelayanan dasar. Jangan sampai pemerintah menunggu berbagai Kejadian Luar Biasa lainnya untuk menyadarkan bahwa pelayanan dasar adalah kunci utama mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat.

Bahan bacaan :

Nasikun. 1993. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta, PT Raja Grafindo Persada
Suharto. 2006. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung : PT.Refika Pratama.

Internet :
https://www.bps.go.id/subject/26/indeks-pembangunan-manusia.html, diakses pada hari Selasa tanggal 2 Oktober 2018 Pukul 11.03 WIB.
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3455970/peringkat-indeks-pembangunan-manusia-ri-turun-ini-kata-pemerintah, diakses pada hari Selasa tanggal 2 Oktober 2018 Pukul 11.03 WIB
https://geotimes.co.id/opini/kegagalan-pelayanan-publik/, diakses pada hari Selasa tanggal 2 Oktober 2018 Pukul 11.03 WIB

Peraturan Perundang-undangan :
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. Mung

Wahana Wyata Praja IPDN

Sejarah Singkat Wahana Wyata Praja Wahana Wyata Praja adalah organisasi internal Praja IPDN yang pada dasarnya mempunyai tugas dan fungsi sama dari tahun ke tahun, namun namanya berubah sesuai situasi dan kondisi pada masa angkatan tersebut. Nama organisasi praja yang terbentuk sejak awal berdirinya STPDN hingga IPDN adalah sebagai berikut: Manggala Corps Praja Angkatan I STPDN sampai dengan angkatan IV STPDN Organisasi ini bernama MANGGALA CORPS PRAJA, yang pimpinannya adalah Manggala Pati dengan tanda jabatan talikur berwarna merah, nama Manggala Corps ini hanya sampai pada angkatan IV saja, karena pada angkatan V organisasi internal Praja ini berubah nama menjadi WAHANA BINA PRAJA. Wahana Bina Praja Angkatan IV STPDN sampai dengan angkatan XVI STPDN Wahana Bina Praja ini pimpinannya bernama Gubernur Praja dengan tanda jabatan talikur berwarna biru lis kuning nestel dua, dari Wahana Bina Praja inilah mulai di bentuk berbagai instansi dan UKP yang di ang