Langsung ke konten utama

Lembutnya Dakwah Islam (Sudut pandang kelembutan yang jarang dibicarakan)

Jum'at, 14 Jumadil Ula 1441 H // 10 Januari 2020
14.00 WIB
 
Bissmillah wal hamdulillah was shallatu was sallam 'ala Rasulillah
 
Dewasa ini, ketika mendengar kata “dakwah”, mayoritas masyarakat akan mengartikannya sebagai sebuah aktivitas penyampaian nasihat atau ceramah yang dilakukan oleh seorang ustaz, baik melalui lisan di atas mimbar maupun melalui tulisan. Lembutnya kalimat dakwah Islam akan mengandung gambaran adanya sebuah usaha penyampaian ceramah oleh seorang ustaz melalui retorika yang baik, santun, intonasi yang berirama, dan gerak tubuh yang mengundang simpati banyak orang. 
 
Akan tetapi, dalam tulisan ini, kami tidak membahas secara mendetail mengenai lembutnya dakwah Islam dalam kaitannya dengan retorika yang dibawakan oleh seorang ustaz. Kami bermaksud mengupas lembutnya dakwah Islam dari sudut pandang berbeda yang masih jarang dipikirkan oleh kebanyakan orang. Dalam Al-Qur’an, Allah ta’ala berfirman, 
 
هُوَ الَّذِيْٓ اَرْسَلَ رَسُوْلَهٗ بِالْهُدٰى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهٗ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهٖ ۗوَكَفٰى بِاللّٰهِ شَهِيْدًا
“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.”
(QS. Al-Fath, 28)

Berkenaan dengan ayat tersebut, Ustadzuna Muhammad Rezki Hr hafizahullah pada pertemuan keempat belas MASSE IB (Mahad Sepekan Sekali Indonesia Bertauhid) Angkatan II Semester I[i] menjelaskan makna Al-Huda dan Dinul Haq. Beliau menyebutkan bahwa para ulama mengartikan Al-Huda sebagai ‘ilmu yang bermanfaat’ dan Dinul Haq sebagai ‘amal yang saleh’. 

Merujuk pada makna Al-Huda dan Dinul Haq di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep Islam terdiri atas ilmu yang bermanfaat dan amal yang saleh. Oleh karena itu, seseorang tidak cukup hanya sekadar mengumpulkan ilmu melalui kehadirannya di banyak kajian, melainkan ia pun harus mampu merealisasikan ilmu tersebut ke dalam amal saleh. Selaras dengan hal itu, ulama salaf pun mengatakan bahwa seseorang masih dikatakan bodoh apabila belum mengamalkan ilmu yang telah dimiliki meski dirinya telah berilmu banyak. 
 
Alhamdulillah, Islam bukan sebuah agama yang hanya berisi teori tanpa praktik atau bukti nyata. Wujud pengamalannya bisa dijadikan teladan. Allah ta’ala telah sangat jelas berfirman dalam Al-Qur’an,
 
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”
(QS. Al-Ahzab, 21)

Oleh karena itu, cukup bagi kita untuk membuka Sirah Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk melihat bukti perpaduan antara ilmu dan amal saleh.
 
Dalam buku Fikih Sirah Nabawiyah karya Syaikh Prof. Dr. Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid disebutkan bahwa salah satu penyebab utama ‘Addas –seorang budak dari negeri Naynawa (setelah taufik dari Allah ta’ala) masuk Islam karena ‘Addas merasa heran dengan ucapan “Bismillah” yang dilantunkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam ketika hendak memakan anggur yang diberi oleh ‘Addas.  Dengan adanya kejadian itu, Syaikh menarik sebuah fikih yang berkaitan dengan metode dakwah paling sederhana. Metode tersebut bahkan harus dilakukan oleh setiap orang yang telah Allah ta’ala beri taufik dan hidayah-Nya untuk mengetahui sebuah ilmu syariat. 
 
Syaikh mengatakan, “Karena memang seharusnya demikianlah seorang muslim harus berdakwah dengan perbuatan dan ucapannya, dan hendaknya ia komitmen dengan adab dan etika islami dalam diri pribadinya maupun saat mengajar dan berdakwah kepada orang lain. Sadarlah bahwa setiap tingkah lakunya itu mempunyai pengaruh kepada orang lain, baik secara positif maupun negatif.” (Fikih Sirah Nabawiyah, 227). 
 
Demikianlah sudut pandang lembutnya dakwah Islam yang ingin kami sampaikan dalam tulisan ini. Lembutnya sebuah dakwah harus dipahami dengan perspektif yang luas. Setiap kita mempunyai peran dan beban dakwah yang berbeda sesuai dengan kadar ilmu yang kita miliki. Dakwah bukan hanya monopoli para ustaz yang telah menguasai ilmu alat dan hafal ilmu-ilmu syariat. Dakwah pun tidak melulu harus tampil di depan sebagai pemateri. Bahkan, di zaman ini, dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat, banyak ustaz atau bahkan orang yang mengaku-ngaku “ustaz” mengambil peran tampil ke permukaan dan berbicara di hadapan banyak orang. 
 
Masyarakat butuh figur nyata untuk dijadikan teladan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Apalagi masyarakat awam yang belum Allah ta’ala beri taufik dan hidayah-Nya, mereka masih “asing” dengan segala yang berbau agama sehingga butuh contoh nyata yang mampu mereka lihat langsung oleh mata kepala mereka sendiri. Oleh karena itu, peran tersebut harus mampu diambil oleh kita para penuntut ilmu, seberapa pun kecilnya ilmu yang kita miliki dan pahami.  
 
Islam yang mengandung konsep perpaduan antara ilmu dan amal ini sejalan dengan fikih dakwah Syaikh yang terpapar di atas. Tidak ada lagi alasan bahwa mengamalkan ilmu itu menunggu ilmunya berada dalam level “ustaz” tersebab keduanya harus selaras. Lembutnya dakwah pun salah satunya ditunjukkan dengan kesediaan kita dalam mengamalkan ilmu yang kita punya sedikit demi sedikit. Bisa dimulai dari hal yang kecil, kecil dari segi cakupan dan kecil dari segi kuantitas ilmunya. Dalam kalimatnya, Syaikh menekankan fokus pada adab dan etika Islami. Sebab, pada umumnya adab dan etika Islami adalah ilmu dasar yang dipelajari oleh para penuntut ilmu. 
 
Anak dengan birrul walidain-nya bisa memberikan hidayah bagi orang tuanya. Istri dengan ketaatannya bisa memberikan hidayah bagi suaminya. Pedagang dengan kejujurannya bisa memberikan hidayah bagi pembelinya. Karyawan dengan disiplin waktunya bisa memberikan hidayah bagi atasannya. Pelajar dengan amanahnya bisa memberikan hidayah bagi gurunya. Masih banyak contoh sederhana lainnya yang bisa saling memberikan hidayah, biidznillah. 
 
Berkaitan dengan adab dan etika Islami yang Syaikh sebutkan, itu bukan berarti adab sesuai dengan pemahaman masyarakat secara umum, yaitu adab kepada tetangga atau adab dalam bertamu. Akan tetapi, seperti penjelasan Ustaz Muhammad Nuzul Dzikri hafizahullah[ii], yang dimaksud dengan adab dan etika Islami adalah adab dan etika kepada Allah ta’ala serta kepada Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam. Adab dan etika Islami yang utama dan pertama yang harus dipelajari tersebut berkaitan dengan syahadatain dan rukun Iman. 
 
Pentingnya memahami kelembutan berdakwah dalam perspektif mengamalkan ilmu secara sedikit demi sedikit karena pada realitanya penyebab paling utama dalam memengaruhi orang lain adalah melalui akhlak dan moral (Fikih Sirah Nabawiyah, 99). Hal itu dibuktikan oleh sejarah ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam dipilih oleh kaumnya untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan peristiwa pembangunan Kabah. Padahal, di saat itu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam masih berusia 35 tahun dan bukan termasuk pemuka atau pemimpin sebuah kabilah. Namun, dengan sikap jujur yang dimilikinya, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam dipercaya untuk memberikan sebuah keputusan dalam sebuah permasalahan yang sedang dihadapi beberapa kabilah Arab. 
 
Oleh karena itu, mari kita tunjukkan lembutnya dakwah Islam dengan senantiasa berusaha mengamalkan ilmu yang telah kita pelajari dan pahami dalam kehidupan sehari-hari. Hiasi amalan tersebut dengan akhlak yang baik dan niat yang ikhlas. Mudah-mudahan dengan segala usaha yang kita punya, kita bisa terus menyebarkan Islam kepada masyarakat umum secara luas. 
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. Mung

Wahana Wyata Praja IPDN

Sejarah Singkat Wahana Wyata Praja Wahana Wyata Praja adalah organisasi internal Praja IPDN yang pada dasarnya mempunyai tugas dan fungsi sama dari tahun ke tahun, namun namanya berubah sesuai situasi dan kondisi pada masa angkatan tersebut. Nama organisasi praja yang terbentuk sejak awal berdirinya STPDN hingga IPDN adalah sebagai berikut: Manggala Corps Praja Angkatan I STPDN sampai dengan angkatan IV STPDN Organisasi ini bernama MANGGALA CORPS PRAJA, yang pimpinannya adalah Manggala Pati dengan tanda jabatan talikur berwarna merah, nama Manggala Corps ini hanya sampai pada angkatan IV saja, karena pada angkatan V organisasi internal Praja ini berubah nama menjadi WAHANA BINA PRAJA. Wahana Bina Praja Angkatan IV STPDN sampai dengan angkatan XVI STPDN Wahana Bina Praja ini pimpinannya bernama Gubernur Praja dengan tanda jabatan talikur berwarna biru lis kuning nestel dua, dari Wahana Bina Praja inilah mulai di bentuk berbagai instansi dan UKP yang di ang