Tulisan ini mulai ditulis pada hari Senin tanggal 5 Ramadhan 1444 Hijriah yang bertepatan dengan tanggal 27 Maret 2023 Masehi.
Bissmillah
was shallatu wa sallam ala rasulillah.
PROLOG
Bermula
dari pidato Presiden RI pada Sidang Paripurna MPR RI pada tanggal 20 Oktober
2019, penyederhanaan dalam tubuh birokrasi menjadi salah satu fokus dari lima
program prioritas Kabinet Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Bapak Joko
Widodo (Jokowi) dan Bapak Ma’ruf Amin. https://setkab.go.id/menteri-panrb-penyederhanaan-birokrasi-akan-dilakukan-dalam-tiga-tahap/
Presiden RI
mengarahkan bahwa penyederhanan birokrasi dilakukan dengan cara membuat
tingkatan birokrasi menjadi 2 (dua) level eselon, yaitu eseon I (Jabatan
Pimpinan Tinggi Madya) dan eselon II (Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama).
Sehingga
eselon III (Jabatan Administrator), IV (Jabatan Pengawas), dan V (ada beberapa
pemerintah daerah yang masih memiliki jabatan eselon V, yaitu biasanya kasubbag
TU di sekolah) akan dihilangkan serta diganti atau disesuaikan pada Jabatan
Fungsional (JF) yang secara teori, lebih menghargai keahlian dan kompetensi.
Apa
tujuan besarnya?
Pertama, pemangkasan akan
mengakibatkan perampingan dalam organisasi;
Kedua, birokrasi dengan dua
tingkatan akan menjadi sebuah organisasi yang dinamis;
Ketiga, desain organisasi
yang dinamis tersebut akan membuat birokrasi Indonesia menerapkan prinsip agile
government;dan
keempat, sistem kerja
birokrasi akan menjadi lebih cepat dan optimal.
Well, beberapa hal di atas
adalah tujuan ideal yang seharusnya mampu di capai oleh birokrasi Indonesia
ketika menerapkan desain organisasi dua level. Tapi tentu hal tersebut baru
sebatas teori atau sekadar hitam di atas putih.
Adapun
prakteknya di lapangan, tidak bisa langsung seindah harapan. Pasti banyak
lika-liku dan permasalahan yang terjadi di sana-sini. Dan hal itu bisa dilihat
di awal tahun 2023, setelah hampir kurang lebih empat tahun program
penyederhanaan birokrasi diimplementasikan.
Walhamdulillah, proses penyetaraan
jabatan eselon III, IV, dan V sudah dilaksanakan oleh mayoritas instansi
birokrasi di Indonesia.
Akan
tetapi, perubahan struktur yang dilakukan secara masif, belum bisa untuk
merubah kultur/budaya kerja di dalam tubuh birokrasi Indonesia. Budaya kerja
yang masih tetap terlihat dan sangat terasa dalam tubuh birokrasi Indonesia
adalah budaya yang sangat hierarkis dan feodal (dalam makna “kolot”, “selalu
ingin dihormati”, dan “bertahan pada nilai-nilai lama yang sudah banyak
ditinggalkan”).
PERMENPAN
RB NOMOR 6 TAHUN 2022
Perubahan
struktural tidak akan cukup dan tidak akan bisa menjadi panasea bagi birokrasi
Indonesia, harus juga dilakukan perubahan budaya kerja melalui perubahan aturan
sistem kerja yang radikal.
Pemerintah
Indonesia melalui Kemenpan RB, mencoba melakukan perubahan pola kerja dengan
telah diterapkannya Permenpan RB Nomor 6 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Kinerja
Pegawai ASN. Pun aturan tersebut langsung diikuti oleh Permenpan RB Nomor 7
Tahun 2022 tentang Sistem Kerja pada Instansi Pemerintah untuk Penyederhanaan
Birokrasi.
Permenpan
RB Nomor 6 Tahun 2022 adalah aturan teknis tentang tata cara penilaian kinerja
Pegawai (biasa disebut dengan SKP), maka dengan hadirnya aturan itu, diharapkan
instansi pemerintah bisa melakukan perubahan kultur budaya birokrasi. Sehingga
perubahan struktur bisa sejalan dengan adanya perubahan sistem kerja sejalan
dengan Permenpan RB Nomor 7 Tahun 2022.
Lalu
apakah cukup hanya dengan aturan teknis penilaian kinerja?
Allahu’allam, untuk jangka pendek
maka seharusnya aturan itu sudah bisa menjadi awal bagi perubahan budaya
birokrasi di Indonesia, sehingga sedikit demi sedikit mulai meninggalkan pola
hierarkis dan feodal menuju ke birokrasi yang agile, dan egaliter.
Kenapa
kami sebutkan cukup untuk sebagai awal perubahan dalam jangka pendek?
Karena
konsep perubahan budaya kerja semisal dihilangkanya koordinator dan
sub-koordinator, dan diterapkannya squad team, dialog kinerja, dan
penekanan pada tercapainya tujuan organisasi, tidak berhenti pada sekadar
tataran teori atau grand design, tapi juga langsung dituangkan pada
teknis pengisian penilaian kinerja. Sehingga mau tidak mau, organisasi harus
memahami setiap perubahan yang ada.
Jadi
kasarnya adalah, ketika walaupun instansi pemerintah hanya sekadar menerapkan penilaian
kinerja di atas dokumen (formalitas belaka) tapi secara global seluruh instansi
dan seluruh pegawai ASN bisa sedikit mendapatkan gambaran bahwa birokrasi
Indonesia sedang dalam proses perubahan besar (terpapar beberapa ide baru
tentang agile government).
Adapun keberhasilan
penerapan penialain kinerja yang baru sesuai amanat Permenpan RB Nomor 6 tahun
2022, maka itu sangat tergantung dengan keinginan dan kemauan dari pimpinan
masing-masing instansi.
Kenapa?
Karena konsep besar dari penerapan Permenpan RB No 6 Tahun 2022 peningkatan
kapasitas dan penguatan peran pimpinan, baik eselon I ataupun eselon II. Grand
design dari Permenpan RB Nomor 6 Tahun 2022 adalah pemenuhan ekspektasi
pimpinan. Sehingga harus ada dialog kinerja antara unsur pimpinan dan pelaksana
di dalam sebuah organisasi.
Hal itu
dilakukan agar setiap Pegawai ASN di instansi pemerintah bisa fokus untuk
menjalankan dan mencapai tujuan organisasi. Sehingga menurut kami, Permenpan RB
Nomor 6 Tahun 2022 dibuat agar setiap pegawai bekerja untuk organisasi. Bukan
sibuk bekerja untuk kepentingan sendiri. Sehingga ketika organisasi ingin pergi
menuju ke Jakarta, maka semua pegawai yang ada di dalam organisasi tersebut
harus bersama-sama berusaha mencari jalan menuju ke Jakarta, bukan justru malah
pergi ke arah lain.
Maka
selain dari unsur pimpinan (eselon I dan II) maka setiap pegawai ASN di dalam
organisasi akan bersifat “pasif”, dalam arti hanya bekerja sesuai dengan apa
yang telah diberikan oleh pimpinan.
Pimpinan
harus membagi habis apa yang menjadi tanggung jawabnya. Membagi tanpa harus
dipisah-pisah oleh sekat divisi/bidang/bagian, tapi membagi berdasarkan
kompetensi dan passion dari setiap pegawai yang ada di lingkungannya.
Berdasarkan
hal itu, maka pimpinan harus cermat dalam membentuk tim. Pimpinan harus bisa
terlebih dahulu memetakan mana pekerjaan rutin (urusan administrasi) dan mana
pekerjaan yang di luar rutinitas (melaksanakan core organisasi, misalnya
Biro SDM maka core nya adalah melakukan kegiatan pengembangan SDM).
Setelah
membagi habis pekerjaan yang ada di Unit Kerjanya, selanjutnya pimpinan harus
mampu melakukan penguatan kolaborasi di setiap pegawainya. Karena tim nya tidak
akan mampu berjalan dengan baik apabila tidak adanya kolaborasi.
PROBLEM
Ketika di
sebuah Unit Kerja, pimpinannya belum mau bergerak meninggalkan zona nyaman,
masih ingin bersikap hierarkis dan feodal, maka tentu konsep squad team
seperti yang di amanatkan Permenpan RB Nomor 6 Tahun 2022 dan Permenpan RB
Nomor 7 Tahun 2022.
Kenapa?
Karena
faktanya pelaksanaan kegiatan instansi pemerintah di Indonesia masih sangat
bergantung pada proses penyerapan anggaran dan bahkan penyerapan anggaran
adalah salah satu bahan evaluasi utama bagi birokrasi di Indonesia.
Adapun
format squad team belum sepenuhnya sejalan dengan proses
pertanggungjawaban anggaran birokrasi Indonesia. Sehingga mau tidak mau pimpinan
(eselon I dan II) harus juga tetap memperhatikan proses pertanggungjawaban
anggaran di unit kerjanya. Ya, untuk saat ini mungkin pelaksanaan squad team
masih harus banyak disesuaikan dengan proses anggaran yang saat ini berjalan.
Ringkasnya,
dalam proses anggaran masih terdapat beberapa tingkatan, yaitu Pengguna
Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK),
dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). Dari uraian di atas, maka masih
ada lebih dari dua tingkatan dalam proses pelaksanaan anggaran.
Apakah ada
solusi jangka pendek?
Allahu’allam, sependek ilmu yang
kami miliki, maka hal di atas bisa di kompromikan, karena biasanya KPA itu
dipegang oleh eselon II, dan PPK dipegang oleh eselon III, lalu eselon IV
memegang peran PPTK.
Maka
dalam proses penyerapan anggaran, Ketua Tim bisa difungsikan sebagai PPTK, atau
misalnya hal itu juga terganjal aturan sehingga tidak bisa untuk dilakukan maka
PPK dan PPTK bisa ditunjuk pada masing-masing cukup satu orang. Sehingga PPTK
tidak harus lagi ditunjuk per jenis kegiatan (biasanya merujuk pada
divisi/bidang/bagian), sehingga nantinya Ketua Tim langsung berkoordinasi
kepada PPTK dan PPK dalam konteks penyerapan anggaran.
Tapi hal
tersebut di atas, perlu komitmen dan kemauan yang tinggi dari pimpinan dan
seluruh pegawai yang ada di instansi pemerintah. Karena anggaran masih
dipandang sebagai hal yang sangat sensitif.
Qadarallah, kami belum bisa
tuliskan secara jelas alasan kenapa anggaran di birokrasi masih jadi hal yang sensitif.
Semoga Allah selamatkan kami.
Intinya,
anggaran menjadi aset berharga bagi masing-masing divisi/bidang/bagian dalam
sebuah instansi, sehingga salah satu halangan terberat dalam penerapan squad
team adalah terbukanya rahasia dapur anggaran. Tidak ada lagi pegangan
anggaran divisi/bidang/bagian. Sudah siapkah?
EPILOG
Tulisan
ini tidak sedang membahas semua hal yang di atur dalam Permenpan RB Nomor 6
Tahun 2022 dan Permenpan RB Nomor 7 Tahun 2022. Kami hanya sedang membahas
sedikit saja bagian dari aturan tersebut. Maka kami berharap minimalnya konsep squad
team bisa sedikit demi sedikit diterapkan di instansi pemerintah. Sehingga
perubahan struktural yang telah masif dilakukan tidak hanya sekadar kegiatan
seremonial ganti baju dari jabatan adminstrasi ke jabatan fungsional.
Lebih
dari itu, program revolusioner Pak Joko Widodo berupa dihapuskannya eselon III
dan IV di instansi pemerintah bisa menjadi legacy yang baik, karena
mampu menghilangkan budaya hierarkis dan feodal, menuju birokrasi yang agile
dan egaliter.
Allahu’allam, semoga Allah mudahkan.
Selesai
ditulis pada tanggal 6 Ramadhan 1444 Hijriah yang bertepatan dengan tanggal 28
Maret 2023 Masehi, pukul 11.18 WIB.
Komentar
Posting Komentar