Langsung ke konten utama

Black Market Love

BLACK MARKET LOVE
Black Market Love, sebenarnya adalah sebuah istilah yang saya ambil dari nama album keempat band Punk Rock Indonesia asal Bali, Superman Is Dead. SID (Superman Is Dead) sendiri mengartikan Black Market Love sebagai Cinta Pasar Gelap ; Cinta rahasia ; kecintaan kita terhadap terhadap hal-hal yang dianggap "salah" di perspektif masyarakat mayoritas. Yupz, it sounds serious and so politic! Tapi dalam hal ini, saya tak akan berbicara tentang isi dari album band SID ataupun pesan mereka tentang pengertian dari istilah tersebut, saya pribadi mempunyai sudut pandang tersendiri untuk mengartikan istilah tadi dan mencoba untuk mengaplikasikannya atau menelitinya terhadap dunia yang lebih kecil, yaitu dunia olahraga Sepak Bola.

ARIEF NATAKUSUMAH
Istilah Black Market Love bagi saya mempunyai makna, bahwa cara-cara salah yang banyak kita lakukan untuk menunjukan kecintaan kita terhadap suatu hal, dalam setiap segi kehidupan tapi dalam hal ini saya mempersempitnya menjadi kecintaan seorang penggemar sepak bola terhadap tim yang ia idolakan atau bahkan terhadap sepak bola itu sendiri.
Mengutip dari sebuah tulisan yang berjudul "MORALITAS" di kolom Visi pada majalah bulanan BOLA VAGANZA edisi Juni 2009 No. 92, yang ditulis oleh wartawan olahraga profesional, Arief Natakusumah. Beliau menyebutkan bahwa bila diantara kita sudah berani menyebut atau mengklaim diri kita sebagai seorang suporter, berarti dengan sendiri nya kita harus memenuhi tiga prinsip utama, yaitu : vocally, financially, dan morally.

VOCALLY, FINANCIALLY, MORALLY



  • Vocally
yang berarti "dengan suara lantang", artinya kita wajib mendukung tim yang kita sukai dimana pun tim itu berada dan dimana pun kita berada. Tapi, mendukung bukan berarti menjadi seorang pembela, karena apabila kita menjadi seorang pembela, maka kita cenderung untuk menjadi seorang yang tak berpikir logis dan hanya berpikir secara subjektif, tak peduli bila tim kita berbuat salah, kita tetap mendukungnya dan mencari pembenaran untuk itu. Dalam hal ini Arief Natakusumah menyatakan, " kalau tim anda mainnya jelek, lalu tak mau menerima kekalahan ini artinya anda berada dalam risiko dan masalah besar."
  • Financially
"dengan finansial/menggunakan uang", yang berarti kita mempunyai tanggung jawab menaikkan kebanggaan pada tim dengan cara membeli tiket nonton dan merchandise-nya. Bisa dibilang setelah kita dengan lantang menyatakan dukungan terhadap tim yang kita sukai, tahapan selanjutnya adalah menunjukan itu semua kedalam sebuah tindakan nyata di lapangan, yang dewasa ini hanya bisa kita lakukan dengan cara menyisihkan sebagian harta kita, entah itu untuk menonton langsung ke lapangan, membeli merchandise asli atau bahkan melakukan keduanya! Kenapa harus kedua hal itu? karena berdasarkan fakta yang ada, pemasukan tiket dan penjualan merchandise asli adalah sumber utama penghasilan/pendapatan sebuah tim, yang jelas-jelas sangat dibutuhkan oleh suatu tim untuk bisa terus melangsungkan kehidupannya. "...jangan nyablon sendiri", itulah pesan sederhana dari Arief Natakusumah.
  • Morally
yang secara harfiah bisa diartikan "dengan moral/menggunakan moral", artinya bila kita telah berhasil memenuhi prinsip vocally dan financially, maka kita harus mampu memenuhi prinsip yang terakhir dan yang paling penting yaitu morally. Karena tanpa moral, semua yang kita lakukan akan sia-sia dalam artian akan cenderung melakukan sesuatunya tanpa melihat kaidah hukum yang berlaku ataupun dampak yang akan ditimbulkannya. Dalam hal ini, Arief Natakusumah berkata bahwa segala tindakan kita sebagai seorang suporter, citranya akan terekam otomatis dan bila kita melanggar segala moral dan hukum yang ada, yang rugi selain tim tentu saja kita secara pribadi. Karena apabila kita tak berhasil memenuhi prinsip ini atau tindakan kita cenderung tak bermoral, maka tim yang kita dukung akan hancur lambat launnya dan bahkan olahraga sepak bola secara keseluruhannya. Tanpa moral, maka citra buruk yang hanya akan terdengar oleh publik, dengan citra buruk maka tak akan ada orang yang mau mendukung secara vocally apalagi financially, karena mereka ingin sebuah hiburan bukan justru menaikan kadar emosi mereka dengan melihat tindakan tal bermoral suporter yang ada, atau justru pemain dan kalangan elite sepak bola nya.

GROW UP, MAN!
Jadi, satu kesimpulan yang bisa kita tarik adalah kita harus mau berkorban untuk suatu hal yang kita cintai, berkorban untuk hal yang positif dan dengan cara yang positif pula. Jangan melihat seseorang itu mendukung tim kesayangannya dengan selalu menonton langsung ke lapangan, tapi lihatlah apakah orang itu membeli tiket secara legal. Jangan melihat orang itu mendukung tim kesayangannya dengan mengoleksi banyak kaos tim nya, tapi lihatlah apakah kaos itu adalah asli merchandise tim itu. Dan jangan melihat sekelompok suporter yang mati-matian mendukung tim kebanggaannya, tapi lihatlah dengan cara apa kelompok itu mendukungnya, apakah dengan cara kreatifitas, apakah dengan cara yang bermoral atau justru dengan cara-cara yang bejat nan anarkis!
GROW UP MAN!!
bukan karena mayoritas berarti itu adalah benar dan bukan karena minoritas berarti itu adalah salah, ini bukan tentang kuantitas tapi kualitas bung!

PEACE & CHEERS!!

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da...

D-IV atau S1 ?

Suatu malam pada hari Sabtu , tanggal 14, bulan Januari , tahun 2012, berlatar tempatkan teras masjid Al-Ilmi IPDN Kampus Kalimantan Barat, terjadi satu percakapan ringan sangat sederhana tapi kemudian mampu untuk membuat otak ini menjadi rumit karena terus memikirkan substansi dari apa yang diperbincangkan itu, terlalu rumit sehingga saya pikir perlu untuk dituangkan dalam sebuah narasi penuh kata, tidak berpetuah dan tidak juga indah. Tapi cukup-lah untuk sekedar berbagi ide dan informasi yang pastinya tidak sesat. Dan ini-lah percakapan singkat itu : HP ( inisial teman saya ) : “Dim, kamu lebih milih mana, S.IP atau S.STP ?” Saya : “mmm….pengennya sih S.IP” HP : “Kenapa, Dim? Kata orang kan kalo S.STP tuh lebih baik buat karir dan kata orang juga S.IP tuh lebih condong buat jadi dosen.” Saya : “Wah gak tau sih kalo masalah yang kayak gitunya, tapi saya ingin S.IP karena yang saya tau S.IP itu lebih mudah untuk nantinya kita mau nerusin ke S2, nah kalo S.STP itu gak semua unive...

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. ...