Langsung ke konten utama

MK Diharap Pertahankan UU Penodaan

*Artikel ini adalah artikel yang ditulis oleh Muhammad Bachrul Ilmi, yang terdapat dan telah diterbitkan di harian Republika halaman 12, 29 Rabiul Akhir 1431 H yang bertepatan dengan hari Rabu tanggal 29 bulan April tahun 2010.

Pencabutan UU Nomor 1/PNPS/1965 membuka peluang kian besarnya penodaan agama.

JAKARTA — Ormas Islam berharap Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Langkah ini, untuk melindungi kemurnian ajaran agama di Indonesia. Sekretaris Jenderal (Sekjen) MK, Janedjri M Gaffar, menyatakan, para hakim MK kini dalam proses rapat permusyawaratan hakim (RPH) membahas soal gugatan uji materiil undang-undang tersebut, setelah menyelesaikan serangkaian sidang dan mendengarkan keterangan para saksi. ''Para hakim sedang melakukan RPH untuk memutuskan apakah menolak atau menerima gugatan terhadap undang-undang itu. Kapan berakhirnya RPH ini, tergantung dinamika dalam rapat. Kami berharap keputusan mengenai uji materiil ini bisa secepatnya,'' kata Janedjri di Jakarta, Selasa (13/4).

Janedjri mengatakan, pihaknya tak bisa menentukan kapan keputusan akan dibacakan dalam sidang. Semuanya bergantung pada RPH yang dilakukan para hakim. Jadi, para hakim MK membahas dengan cermat hasil dari serangkaian siding uji materiil undang-undang itu. Sebelumnya, Ketua MK, Mahfud MD, menyatakan, uji materiil ini akan dibacakan pada pertengahan April ini. ''Harapan kami, MK mau melindungi kemurnian agama dengan menolak uji materiil Undang-Undang Penodaan Agama. Ini sikap umat Islam,'' kata Ketua MUI, Ma'ruf Amin. Menurut Ma'ruf, konstitusi Indonesia tak hanya menjamin kebebasan beribadah, tetapi juga kemurnian agama yang dipeluk masyarakat. Hal ini, ditunjukkan oleh para pendiri bangsa yang menjadikan sila pertama Pancasila bernilai religius. ''Oleh karena itu, kalau Undang-Undang Penodaan Agama dicabut maka kemurnian agama tak terlindungi lagi dan saya kira itu melanggar sila tersebut. Pencabutan Undang-Undang Penodaan hanya akan membuka peluang lebih besar atas terjadinya aksi penodaan agama,'' kata Ma'ruf.

Kondisi seperti ini, jelas Ma'ruf, bakal memicu konflik antarumat beragama. Dengan

demikian, sudah semestinya kemurnian agama yang seharusnya dilindungi oleh negara melalui keberadaan undang-undang tersebut sebagai perangkat hukum. Ma'ruf menyatakan, undang-undang ini harusnya diperkuat bukan malah dicabut. Secara terpisah, Sekjen Pengurus Besar Al Jamiyatul Al Washliyah, Masyhuril Khomis, juga meminta MK bijaksana dalam menyikapi kepentingan masyarakat Muslim di Indonesia. Mereka, kata Masyhuril, menginginkan agar Undang-Undang Penodaan Agama ini di pertahankan. Saat ini, berbagai ormas Islam termasuk Al Wasliyah menilai undang-undang itu diperlukan untuk mencegah terjadinya pelecehan terhadap agama. ''Kami berharap, MK arif dalam menyikapi kepentingan Muslim yang merupakan mayoritas,'' kata Masyhuril. Ia menambahkan, undang-undang ini sangat penting karena menjadi instrumen hukum mencegah aksi penodaan agama. Ia menegaskan, undang-undang ini juga berfungsi mencegah terjadinya penafsiran yang terlalu bebas atas nilai-nilai

ajaran agama. Dengan mempertahankan undang-undang ini, generasi mendatang akan bisa lebih memahami dan menghormati nilai-nilai agama.

Pencabutan Undang-Undang Penodaan Agama, jelasnya, hanya akan menyebabkan suburnya aliran menyimpang dan tindak penodaan agama. ''Ini akan berujung pada perpecahan antarumat beragama. Sebab, masyarakat tak lagi memiliki alat hukum melindungi keyakinannya.'' Masyhuril menyebutkan, alasan hak asasi manusia (HAM) dari sekelompok orang yang mendorong dicabutnya Undang-Undang Penodaan Agama, sebetulnya tak bisa digunakan sebagai dasar untuk melakukan pencabutan undang-undang itu. Sebab, jelas dia, undang-undang ini menghormati kebebasan beribadah seluruh umat beragama sepanjang tak melakukan pelecehan terhadap agama. Sebab, kebebasan juga tak bisa digunakan untuk semena-mena melecehkan orang dan ajaran agama. ed: ferry



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da...

D-IV atau S1 ?

Suatu malam pada hari Sabtu , tanggal 14, bulan Januari , tahun 2012, berlatar tempatkan teras masjid Al-Ilmi IPDN Kampus Kalimantan Barat, terjadi satu percakapan ringan sangat sederhana tapi kemudian mampu untuk membuat otak ini menjadi rumit karena terus memikirkan substansi dari apa yang diperbincangkan itu, terlalu rumit sehingga saya pikir perlu untuk dituangkan dalam sebuah narasi penuh kata, tidak berpetuah dan tidak juga indah. Tapi cukup-lah untuk sekedar berbagi ide dan informasi yang pastinya tidak sesat. Dan ini-lah percakapan singkat itu : HP ( inisial teman saya ) : “Dim, kamu lebih milih mana, S.IP atau S.STP ?” Saya : “mmm….pengennya sih S.IP” HP : “Kenapa, Dim? Kata orang kan kalo S.STP tuh lebih baik buat karir dan kata orang juga S.IP tuh lebih condong buat jadi dosen.” Saya : “Wah gak tau sih kalo masalah yang kayak gitunya, tapi saya ingin S.IP karena yang saya tau S.IP itu lebih mudah untuk nantinya kita mau nerusin ke S2, nah kalo S.STP itu gak semua unive...

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. ...