Pencabutan UU Nomor 1/PNPS/1965 membuka peluang kian besarnya penodaan agama.
JAKARTA — Ormas Islam berharap Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Langkah ini, untuk melindungi kemurnian ajaran agama di Indonesia. Sekretaris Jenderal (Sekjen) MK, Janedjri M Gaffar, menyatakan, para hakim MK kini dalam proses rapat permusyawaratan hakim (RPH) membahas soal gugatan uji materiil undang-undang tersebut, setelah menyelesaikan serangkaian sidang dan mendengarkan keterangan para saksi. ''Para hakim sedang melakukan RPH untuk memutuskan apakah menolak atau menerima gugatan terhadap undang-undang itu. Kapan berakhirnya RPH ini, tergantung dinamika dalam rapat. Kami berharap keputusan mengenai uji materiil ini bisa secepatnya,'' kata Janedjri di Jakarta, Selasa (13/4).
Janedjri mengatakan, pihaknya tak bisa menentukan kapan keputusan akan dibacakan dalam sidang. Semuanya bergantung pada RPH yang dilakukan para hakim. Jadi, para hakim MK membahas dengan cermat hasil dari serangkaian siding uji materiil undang-undang itu. Sebelumnya, Ketua MK, Mahfud MD, menyatakan, uji materiil ini akan dibacakan pada pertengahan April ini. ''Harapan kami, MK mau melindungi kemurnian agama dengan menolak uji materiil Undang-Undang Penodaan Agama. Ini sikap umat Islam,'' kata Ketua MUI, Ma'ruf Amin. Menurut Ma'ruf, konstitusi Indonesia tak hanya menjamin kebebasan beribadah, tetapi juga kemurnian agama yang dipeluk masyarakat. Hal ini, ditunjukkan oleh para pendiri bangsa yang menjadikan sila pertama Pancasila bernilai religius. ''Oleh karena itu, kalau Undang-Undang Penodaan Agama dicabut maka kemurnian agama tak terlindungi lagi dan saya kira itu melanggar sila tersebut. Pencabutan Undang-Undang Penodaan hanya akan membuka peluang lebih besar atas terjadinya aksi penodaan agama,'' kata Ma'ruf.
Kondisi seperti ini, jelas Ma'ruf, bakal memicu konflik antarumat beragama. Dengan
demikian, sudah semestinya kemurnian agama yang seharusnya dilindungi oleh negara melalui keberadaan undang-undang tersebut sebagai perangkat hukum. Ma'ruf menyatakan, undang-undang ini harusnya diperkuat bukan malah dicabut. Secara terpisah, Sekjen Pengurus Besar Al Jamiyatul Al Washliyah, Masyhuril Khomis, juga meminta MK bijaksana dalam menyikapi kepentingan masyarakat Muslim di Indonesia. Mereka, kata Masyhuril, menginginkan agar Undang-Undang Penodaan Agama ini di pertahankan. Saat ini, berbagai ormas Islam termasuk Al Wasliyah menilai undang-undang itu diperlukan untuk mencegah terjadinya pelecehan terhadap agama. ''Kami berharap, MK arif dalam menyikapi kepentingan Muslim yang merupakan mayoritas,'' kata Masyhuril. Ia menambahkan, undang-undang ini sangat penting karena menjadi instrumen hukum mencegah aksi penodaan agama. Ia menegaskan, undang-undang ini juga berfungsi mencegah terjadinya penafsiran yang terlalu bebas atas nilai-nilai
ajaran agama. Dengan mempertahankan undang-undang ini, generasi mendatang akan bisa lebih memahami dan menghormati nilai-nilai agama.
Pencabutan Undang-Undang Penodaan Agama, jelasnya, hanya akan menyebabkan suburnya aliran menyimpang dan tindak penodaan agama. ''Ini akan berujung pada perpecahan antarumat beragama. Sebab, masyarakat tak lagi memiliki alat hukum melindungi keyakinannya.'' Masyhuril menyebutkan, alasan hak asasi manusia (HAM) dari sekelompok orang yang mendorong dicabutnya Undang-Undang Penodaan Agama, sebetulnya tak bisa digunakan sebagai dasar untuk melakukan pencabutan undang-undang itu. Sebab, jelas dia, undang-undang ini menghormati kebebasan beribadah seluruh umat beragama sepanjang tak melakukan pelecehan terhadap agama. Sebab, kebebasan juga tak bisa digunakan untuk semena-mena melecehkan orang dan ajaran agama. ■ ed: ferry
Komentar
Posting Komentar