Sebuah masa telah terlewati dan kini saya telah memasuki masa, sebuah fase baru dalam kehidupan ini. Tak terasa memang, tapi inilah keadaannya. Kini, saya telah menjadi seorang praja, Muda Praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri Angkatan XXI, sebuah Perguruan Tinggi Kedinasan pencetak aparatur pemerintahan. IPDN merupakan PTK di bawah lingkungan Kementerian Dalam Negeri. Bukan hal yang mudah memang untuk bisa masuk dan akhirnya dilantik menjadi seorang Muda Praja. Setidaknya ada lima tes yang harus dilewati untuk bisa masuk ke IPDN. Dimulai dari Psikotest, tes kesehatan, tes kesamaptaan, tes akademik dan Pantukhir. Seperti kebanyakan orang lainnya, saya pun tidak hanya berpangku tangan atau hanya mengandalkan IPDN sebagai tujuan tempat kuliah. Prinsip Hope for the best and prepare for the worst, sangat cocok dan harus kita terapkan di setiap pilihan yang akan kita buat. Begitu juga dalam hal ini. Saya mencoba menyiapkan pilihan lainnya sebagai bentuk usaha saya dalam menata masa depan, karena pada hakikatnya manusia hanya diwajibkan untuk berusaha diiringi dengan doa dan menyerahkan segala apapun hasilnya pada Allah Swt.
Cita-cita utama, bila tidak boleh saya katakan sebagai ambisi, adalah masuk dan bersekolah di IPDN. Pilihan kedua yang saya tentukan pada waktu itu adalah masuk ke UI, jurusan HI atau Ilmu Politik dan pilihan ketiga atau pilihan terakhir saya adalah STAN. Ketiga pilihan itu memang sangat beragam dan bahkan tidak sesuai dengan jurusan IPA yang saya pilih dan jalani di SMA, karena memang hal yang mendasari kenapa saya memilih jurusan IPA bukan karena kemampuan tapi murni karena hanya ingin melatih diri ini berpikir logis dan runtut. Hal yang menjadi prinsip dan acuan saya dalam menentukan ketiga pilihan tadi adalah semua pilihan yang saya buat harus benar-benar sesuai dengan hati, minat dan kemampuan yang saya miliki, bukan berdasarkan paksaan dan gengsi semata atau alasan-alasan lainnya. Semua pilihan yang saya buat harus murni dari suara hati.
Setelah rencana dan pilihan telah saya tentukan, saya pun mulai melakukan usaha-usaha guna mewujudkan semua itu. Dimulai dengan mengikuti SIMAK UI, UMB, UM STAN dan tentunya tes masuk IPDN. Dan Alhamdulillah, saya bisa lulus tes UMB ke UI Jurusan Ilmu Politik, lulus STAN D1 Bea Cukai dan lulus tes IPDN. Sebuah anugerah, sebuah hadiah yang begitu indah dari Allah Swt. Tapi di saat itulah masalah lain datang menghampiri. Hati mulai bimbang untuk menentukan, mulai banyak saran yang datang. Saran yang mayoritas hanya bersandar kepada penilaian subjektif perorangan. Dan pada akhirnya, saya tetap mantap untuk memilih IPDN.
Dengan fakta bahwa saya mempunyai dua pilihan lain selain IPDN, yang dari awal memang kurang disetujui oleh keluarga dekat saya yang tidak bisa dipungkiri sedikit banyak telah terpengaruh oleh pemberitaan buruk IPDN tujuh tahun belakangan ini. Akhirnya pilihan saya pun menjadi kurang populer. Tapi sekali lagi saya tekankan, dalam memilih setiap pilihan yang ada saya benar-benar ingin menyandarkan dan mendasari itu semua berdasarkan hati, cita-cita dan keinginan. IPDN merupakan cita-cita saya, karena saya sangan tertarik dengan dunia birokrasi beserta segala budayanya dan ilmu pemerintahannya. Selain itu dengan masuknya saya ke IPDN, kita sudah pasti menjadi bagian dari birokrasi itu sendiri dan secara teori jenjang karir kita nantinya setelah lulus sudah dapat kita perkirakan dan terjamin. Kita juga tidak perlu lagi dipusingkan dengan segala biaya kuliah, makan dan segala hal lainnya yang biasanya menjadi beban bagi seorang mahasiswa. Kita hanya tinggal fokus belajar, menaati segala peraturan yang ada dan akhirnya lulus menjadi seorang PNS golongan III/A.

Tapi ternyata IPDN tak seindah yang saya pikirkan, ternyata IPDN Belum berubah seperti yang saya bayangkan. Mungkin benar pihak lembaga telah melakukan segala daya dan upaya nya untuk membenahi sistem yang ada sehingga IPDN bisa menjadi lembaga pendidikan tinggi yang lebih baik lagi dan tidak mengulangi kesalahn yang sama di masa lalu. Perubahan disana-sini telah mereka lakukan, tapi merubah kultur memang tidaklah mudah untuk dilakukan. Mungkin secara prosedur dan struktur IPDN sudah mampu berubah kearah yang lebih baik, tapi secara kultur IPDN bukanlah tempat belajar yang kondusif bagi peserta didik di dalamnya. Secara kurikulum, IPDN mempunyai kurikulum yang sangat besar dan hebat, yaitu kurikulum JarLatSuh (Pengajaran, Pelatihan dan Pengasuhan). Sebuah kurikulum yang dibuat untuk mendidik dan melatih secara langsung tiga potensi dalam diri setiap peserta didiknya, yang disebut praja, yaitu Pengajaran untuk kognitif, Pelatihan untuk apektif dan Pengasuhan untuk psikomotorik. Karena memang untuk menjadi seorang aparatur yang baik, yang mampu melakukan sebuah pelayanan yang optimal terhadap masyarakat, diperlukan seorang aparatur yang mempunyai wawasan yang luas, skill yang hebat didukung dan sikap dan perilaku yang baik. Maka disinilah semua itu dilatih, di bidang Pengajaran dalam bentuk kuliah seperti pada umumnya dimaksudkan agar praja mengusai berbagai disiplin ilmu beserta segala teorinya, Pelatihan dalam bentuk praktek dan setiap akhir semesternya dilakukan Praktek Lapangan bertujuan untuk mengasah skill praja dalam menguasai dan menerapkan berbagai ilmu pemerintahan dalam dunia nyata di pemerintahan desa, kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi dan Pengasuhan untuk membentuk sikap disiplin, loyal dan respect, yang dilakukan dalam dunia asrama, yang dipenuhi dengan segala aturan yang sangat mengikat.
Secara teori kurikulum JarLatSuh ini sangat ideal dalam membentuk seorang kader aparatur pemerintahan dalam negeri. Tapi dalam praktek nya dilapangan, ketiga komponen tadi belum mampu untuk disinergikan dan yang terjadi adalah komponen Pengasuhan masih menjadi yang utama, mengalahkan komponen Pengajaran dan Pelatihan. Kesalahan yang terjadi disini adalah kuarangnya kordinasi dari setiap komponen tadi, yang terjadi adalah ketiga komponen tadi seperti berjalan sendiri-sendiri tanpa adanya visi misi yang sama. Inilah yang menjadi kultur di IPDN, sebuah kultur yang kurang kondusif. Praja lebih disibukan dengan bidang Pengasuhan daripada Pengajaran dan Pelatihan. Tidak dipungkiri memang, Pengasuhan dengan segala aturannya, berusaha untuk menanamkan rasa korsa (komando satu rasa), performance, disiplin, loyal dan respect di dalam diri setiap praja. Oleh karena itu, setiap kesalahan yang ada, maka hukuman kolektif yang akan diperlakukan. Disiplin, loyal dan respect memang sangat diperlukan, tapi ketiga hal itu harus diimbangi dengan ilmu dan skill yang mumpuni dari setiap praja. Karena tanpa ilmu, disiplin, loyal dan respect yang ada hanyalah semu dan kosong. Fisik menjadi yang utama daripada otak, itulah kesan yang ada di IPDN.
Setelah lima bulan berjalan hidup di dunia IPDN, sempat terlintas penyesalan. Sempat terpikir di dalam benak, kenapa dulu tidak memilih UI atau STAN, yang mungkin lebih baik yang mungkin jauh lebih kondusif dalam hal pembelajaran. Tapi itu semua hanyalah pikiran-pikiran yang hanya membuat kita lemah dan patah semangat. Tidak ada gunanya menyesali setiap pilihan yang telah kita buat, tidak ada gunanya meratapi hal-hal yang telah berlalu. IPDN adalah pilihan saya, dan menjadi seorang birokrat adalah cita-cita saya. Maka setiap konsekuensi yang ada diakibatkan oleh pilihan itu, saya harus mampu terima dan menjalani nya. Saya tidak boleh menjadi seorang pecundang yang hidup di masa lalu. Saya, kita semua harus berorientasi ke masa depan dan menjadikan masa lalu sebagai suatu pembelajaran yang sangat berharga. Menikmati semua yang ada di IPDN sebagai suatu pendidikan untuk membentuk saya menjadi seorang yang kuat dan lebih baik lagi. IPDN dalah sebuah lembaga besar yang pasti akan selalu berusaha berubah menjadi lebih baik dan membenahi setiap sistem yang belum benar. Karena IPDN merupakan lembaga pendidikan tinggi kepamong prajaan. Saya bangga menjadi Praja! And I’m refuse to REGRET!!
Cita-cita utama, bila tidak boleh saya katakan sebagai ambisi, adalah masuk dan bersekolah di IPDN. Pilihan kedua yang saya tentukan pada waktu itu adalah masuk ke UI, jurusan HI atau Ilmu Politik dan pilihan ketiga atau pilihan terakhir saya adalah STAN. Ketiga pilihan itu memang sangat beragam dan bahkan tidak sesuai dengan jurusan IPA yang saya pilih dan jalani di SMA, karena memang hal yang mendasari kenapa saya memilih jurusan IPA bukan karena kemampuan tapi murni karena hanya ingin melatih diri ini berpikir logis dan runtut. Hal yang menjadi prinsip dan acuan saya dalam menentukan ketiga pilihan tadi adalah semua pilihan yang saya buat harus benar-benar sesuai dengan hati, minat dan kemampuan yang saya miliki, bukan berdasarkan paksaan dan gengsi semata atau alasan-alasan lainnya. Semua pilihan yang saya buat harus murni dari suara hati.
Setelah rencana dan pilihan telah saya tentukan, saya pun mulai melakukan usaha-usaha guna mewujudkan semua itu. Dimulai dengan mengikuti SIMAK UI, UMB, UM STAN dan tentunya tes masuk IPDN. Dan Alhamdulillah, saya bisa lulus tes UMB ke UI Jurusan Ilmu Politik, lulus STAN D1 Bea Cukai dan lulus tes IPDN. Sebuah anugerah, sebuah hadiah yang begitu indah dari Allah Swt. Tapi di saat itulah masalah lain datang menghampiri. Hati mulai bimbang untuk menentukan, mulai banyak saran yang datang. Saran yang mayoritas hanya bersandar kepada penilaian subjektif perorangan. Dan pada akhirnya, saya tetap mantap untuk memilih IPDN.
Dengan fakta bahwa saya mempunyai dua pilihan lain selain IPDN, yang dari awal memang kurang disetujui oleh keluarga dekat saya yang tidak bisa dipungkiri sedikit banyak telah terpengaruh oleh pemberitaan buruk IPDN tujuh tahun belakangan ini. Akhirnya pilihan saya pun menjadi kurang populer. Tapi sekali lagi saya tekankan, dalam memilih setiap pilihan yang ada saya benar-benar ingin menyandarkan dan mendasari itu semua berdasarkan hati, cita-cita dan keinginan. IPDN merupakan cita-cita saya, karena saya sangan tertarik dengan dunia birokrasi beserta segala budayanya dan ilmu pemerintahannya. Selain itu dengan masuknya saya ke IPDN, kita sudah pasti menjadi bagian dari birokrasi itu sendiri dan secara teori jenjang karir kita nantinya setelah lulus sudah dapat kita perkirakan dan terjamin. Kita juga tidak perlu lagi dipusingkan dengan segala biaya kuliah, makan dan segala hal lainnya yang biasanya menjadi beban bagi seorang mahasiswa. Kita hanya tinggal fokus belajar, menaati segala peraturan yang ada dan akhirnya lulus menjadi seorang PNS golongan III/A.

Tapi ternyata IPDN tak seindah yang saya pikirkan, ternyata IPDN Belum berubah seperti yang saya bayangkan. Mungkin benar pihak lembaga telah melakukan segala daya dan upaya nya untuk membenahi sistem yang ada sehingga IPDN bisa menjadi lembaga pendidikan tinggi yang lebih baik lagi dan tidak mengulangi kesalahn yang sama di masa lalu. Perubahan disana-sini telah mereka lakukan, tapi merubah kultur memang tidaklah mudah untuk dilakukan. Mungkin secara prosedur dan struktur IPDN sudah mampu berubah kearah yang lebih baik, tapi secara kultur IPDN bukanlah tempat belajar yang kondusif bagi peserta didik di dalamnya. Secara kurikulum, IPDN mempunyai kurikulum yang sangat besar dan hebat, yaitu kurikulum JarLatSuh (Pengajaran, Pelatihan dan Pengasuhan). Sebuah kurikulum yang dibuat untuk mendidik dan melatih secara langsung tiga potensi dalam diri setiap peserta didiknya, yang disebut praja, yaitu Pengajaran untuk kognitif, Pelatihan untuk apektif dan Pengasuhan untuk psikomotorik. Karena memang untuk menjadi seorang aparatur yang baik, yang mampu melakukan sebuah pelayanan yang optimal terhadap masyarakat, diperlukan seorang aparatur yang mempunyai wawasan yang luas, skill yang hebat didukung dan sikap dan perilaku yang baik. Maka disinilah semua itu dilatih, di bidang Pengajaran dalam bentuk kuliah seperti pada umumnya dimaksudkan agar praja mengusai berbagai disiplin ilmu beserta segala teorinya, Pelatihan dalam bentuk praktek dan setiap akhir semesternya dilakukan Praktek Lapangan bertujuan untuk mengasah skill praja dalam menguasai dan menerapkan berbagai ilmu pemerintahan dalam dunia nyata di pemerintahan desa, kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi dan Pengasuhan untuk membentuk sikap disiplin, loyal dan respect, yang dilakukan dalam dunia asrama, yang dipenuhi dengan segala aturan yang sangat mengikat.
Secara teori kurikulum JarLatSuh ini sangat ideal dalam membentuk seorang kader aparatur pemerintahan dalam negeri. Tapi dalam praktek nya dilapangan, ketiga komponen tadi belum mampu untuk disinergikan dan yang terjadi adalah komponen Pengasuhan masih menjadi yang utama, mengalahkan komponen Pengajaran dan Pelatihan. Kesalahan yang terjadi disini adalah kuarangnya kordinasi dari setiap komponen tadi, yang terjadi adalah ketiga komponen tadi seperti berjalan sendiri-sendiri tanpa adanya visi misi yang sama. Inilah yang menjadi kultur di IPDN, sebuah kultur yang kurang kondusif. Praja lebih disibukan dengan bidang Pengasuhan daripada Pengajaran dan Pelatihan. Tidak dipungkiri memang, Pengasuhan dengan segala aturannya, berusaha untuk menanamkan rasa korsa (komando satu rasa), performance, disiplin, loyal dan respect di dalam diri setiap praja. Oleh karena itu, setiap kesalahan yang ada, maka hukuman kolektif yang akan diperlakukan. Disiplin, loyal dan respect memang sangat diperlukan, tapi ketiga hal itu harus diimbangi dengan ilmu dan skill yang mumpuni dari setiap praja. Karena tanpa ilmu, disiplin, loyal dan respect yang ada hanyalah semu dan kosong. Fisik menjadi yang utama daripada otak, itulah kesan yang ada di IPDN.
Setelah lima bulan berjalan hidup di dunia IPDN, sempat terlintas penyesalan. Sempat terpikir di dalam benak, kenapa dulu tidak memilih UI atau STAN, yang mungkin lebih baik yang mungkin jauh lebih kondusif dalam hal pembelajaran. Tapi itu semua hanyalah pikiran-pikiran yang hanya membuat kita lemah dan patah semangat. Tidak ada gunanya menyesali setiap pilihan yang telah kita buat, tidak ada gunanya meratapi hal-hal yang telah berlalu. IPDN adalah pilihan saya, dan menjadi seorang birokrat adalah cita-cita saya. Maka setiap konsekuensi yang ada diakibatkan oleh pilihan itu, saya harus mampu terima dan menjalani nya. Saya tidak boleh menjadi seorang pecundang yang hidup di masa lalu. Saya, kita semua harus berorientasi ke masa depan dan menjadikan masa lalu sebagai suatu pembelajaran yang sangat berharga. Menikmati semua yang ada di IPDN sebagai suatu pendidikan untuk membentuk saya menjadi seorang yang kuat dan lebih baik lagi. IPDN dalah sebuah lembaga besar yang pasti akan selalu berusaha berubah menjadi lebih baik dan membenahi setiap sistem yang belum benar. Karena IPDN merupakan lembaga pendidikan tinggi kepamong prajaan. Saya bangga menjadi Praja! And I’m refuse to REGRET!!
wih mantep dim foto na,,kabita uyy,,
BalasHapushehehe
atos di follow balik dim,,,,tukeran link ahh???
yudi
hehehe... jgn tertipu oleh penampilan lur!
BalasHapustukeran link?? kumaha tah?? urg mah teu ngarti eung, mhon bimbingan nya!! okayz?