Langsung ke konten utama

Psikologi Masa

Minggu, 24 November 2013
16.23 WIB


Kurang lebih 2 (dua) atau 3 (tiga) minggu belakangan ini, kami (mahasiswa/praja yang berada tingkat 4 empat atau tahun terakhir), sedang “dihebohkan” oleh sebuah tugas penentu kelulusan bernama Laporan Akhir (bagi kami yang D4) dan Skripsi (bagi mereka yang S1).

Sederhanaaya laporan akhir (LA) atau skripsi merupakan sebuah tulisan ilmiah sebagai syarat kelulusan kami dari kampus ini.

Dari sudut pandang akademisi, karena kami adalah sekumpulan mahasiswa yang memang berada di jalur akademis, seharusnya dan idealnya, LA ataupun skripsi bukan merupakan sebuah monster yang menakutkan.
 
Karena sedari awal, ketika kami memutuskan untuk menjadi bagian dari sebuah perguruan tinggi, sebuah lembaga pendidikan, tentu menyadari dengan sangat waras bahwa akan selalu dihadapkan pada setiap tugas berkenaan dengan bidang akademis.

Tapi disini hal itu menjadi cerita lain, atau bahkan juga menghinggapi setiap mahasiswa di luar sana, LA ataupun skripsi tetap sangat menakutkan dan bisa membuat jantung berdegup tak karuan.

Banyak alasan yang berada di belakang perasaan itu. Tapi tentu alasan utama dan umumnya adalah karena kehidupan akademis tidak menjadi budaya atau kebiasaan dalam kehidupan sehari-harinya.

Kegiatan akademis berupa tulis menulis ataupun meneliti ataupun membaca menjadi barang awam bagi kami. Bahkan cenderung aneh dan lucu untuk dilakukan.
 
Maka ketika hal itu harus kami lakukan, atau dipaksakan, jelas kami tersedak dan terkejut dibuatnya.

Semua mendadak menjadi begitu sibuk. Semua mendadak menjadi kutu buku dibuatnya. Semua mendadak menjadi suka untuk masuk ke dalam perpustakaan dan peminjaman buku menjadi hal sangat padat untuk dilakukan.

Ini tentu bagus, bahwa semua orang menjadi serius ketika memang dipaksakan. Tapi mari kita coba lihat dari sudut pandang yang lain atau akan saya coba kemukakan fakta lain.

Semua orang seperti sangat terburu-buru, padahal semuanya telah terjadwal dengan sangat baik. Saya termasuk orang yang percaya proses dan percaya bahwa segala sesuatunya itu harus berjalan sesuai dengan waktunya. Tidak harus kita buru-buru, dan jangan pula kita perlambat.

Tapi saya pun setuju bila kita memang bisa melakukan nya sekarang kenapa juga harus ditunda nanti? Semakin cepat kita menyelesaikan suatu pekerjaan tentu semakin baik bagi kita karena kita pun akan mampu untuk segera melangkah ke pekerjaan selanjutnya.

Tapi masalahnya adalah, pekerjaan kami saat ini, tidak atau belum terfokus pada pembuatan LA ataupun skripsi, bahkan pekerjaan kami dalam satu hari tidak terpusat pada hal itu.

Maka ketika kita justru fokus untuk menghabiskan waktu dalam pembuatan LA atau skripsi tapi di waktu yang bersamaan harus juga meninggalkan pekerjaan lain, yang sebenarnya wajib untuk kita lakukan, apakah itu yang diharapkan?

Saya hanya menekankan pada sebuah keseimbangan, yang tentunya membutuhkan sebuah perencanaan matang. Tidak kerja secara serabutan, acak-acakan tanpa sebuah perencanaan. 

Bila seperti itu kita hanya bekerja sesuai dengan mood yang kita miliki.

Lalu bila mood itu telah tiada? Bisa apa?

Tapi bila kita bekerja berlandaskan jadwal, maka ada atau tanpa mood pun, kita pasti akan memaksakan diri untuk mengerjakan pekerjaan itu.

Ini hanya sebuah argument apabila kita fokus pada satu hal tapi juga meninggalkan pekerjaan lain. Berbeda ceritanya apabila kita memang hanya tinggal dihadapkan pada satu pekerjaan maka ya kita memang harus fokus pada satu hal itu.

Pendapat saya ini memang tidak terlalu memperhatikan antara pekerjaan wajib ataupun tidak, antara yang utama ataupun pokok. Dan tentu hal-hal itu juga memang perlu untuk diperhatikan.

Saya hanya tidak ingin kita semua terjebak dalam psikologi massa. Yang akhirnya akan membuat kita terombang-ambing di tengah banyak orang. Kita harus punya landasan tersendiri lalu percaya dan mantap untuk mengerjakan hal itu.

#PMA all day, guys!

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. Mung

Wahana Wyata Praja IPDN

Sejarah Singkat Wahana Wyata Praja Wahana Wyata Praja adalah organisasi internal Praja IPDN yang pada dasarnya mempunyai tugas dan fungsi sama dari tahun ke tahun, namun namanya berubah sesuai situasi dan kondisi pada masa angkatan tersebut. Nama organisasi praja yang terbentuk sejak awal berdirinya STPDN hingga IPDN adalah sebagai berikut: Manggala Corps Praja Angkatan I STPDN sampai dengan angkatan IV STPDN Organisasi ini bernama MANGGALA CORPS PRAJA, yang pimpinannya adalah Manggala Pati dengan tanda jabatan talikur berwarna merah, nama Manggala Corps ini hanya sampai pada angkatan IV saja, karena pada angkatan V organisasi internal Praja ini berubah nama menjadi WAHANA BINA PRAJA. Wahana Bina Praja Angkatan IV STPDN sampai dengan angkatan XVI STPDN Wahana Bina Praja ini pimpinannya bernama Gubernur Praja dengan tanda jabatan talikur berwarna biru lis kuning nestel dua, dari Wahana Bina Praja inilah mulai di bentuk berbagai instansi dan UKP yang di ang