Langsung ke konten utama

Tulisan ringan : Kritikan dan Motivasi

RABU, 23 APRIL 2014
17.27 WIB


“Kebiasaan-kebiasaan Inspiratif KH. Ahmad Dahlan & KH. Hasyim Asy’ari”, memang bukan merupakan buku yang bisa saya kategorikan sebagai sebuah buku yang “sangat baik”.

Buku yang mencoba untuk memaparkan segala kebiasaan-kebiasaan dari 2 (dua) tokoh Muslim yang sangat berpengaruh hingga saat ini. Karena kedua tokoh itu mendirikan masing-masing sebuah organisasi, yang sampai dengan saat ini menjadi organisasi Islam terbesar yang ada di Indonesia.

Lebih dari sekedar organisasi, Muhammadiyah dan NU, sangat mewarnai kehidupan beragama bahkan telah menjadi “label” untuk setiap ritual agama Islam yang ada di Indonesia.

Fakta itu lebih dari cukup untuk kemudian mengangkat segala kebiasaan dari keduanya untuk dituangkan dalam sebuah buku dengan harapan mampu untuk memberikan inspirasi dan tauladan bagi kita yang kini sekarang hidup beberapa tahun setelah kepergian mereka.

Akan tetapi bagi saya pribadi, buku itu tidak cukup dalam untuk mengupas segala kebiasaan dua tokoh tersebut. Terlalu memaksakan atau mungkin ambisius bagi M. Sanusi (penulis buku tersebut), merangkum semua kebiasaan 2 (dua) tokoh itu dalam satu buku.

Hingga yang terjadi adalah pembahasan yang ditampilkannya sangat dangkal, referensi yang M. Sanusi acu pun terlampau minim untuk sebuah buku yang saya kategorikan mencoba untuk “menjadi biografi”.

Buku itu seperti sebuah rangkuman atau ringkasan dari beberapa sumber bacaan, baik buku lain ataupun sumber internet. Bahasa yang dituliskan pun tak cukup mampu untuk membuat pembaca, khususnya saya, berhasrat untuk terus membaca. Bosan, mungkin adalah kata yang tepat ketika membacanya.

Jujur saya akui, bila bukan rasa penasaran dan keinginan untuk menjadikan tauladan kebiasaan 2 (dua) tokoh Islam tersebut, saya mungkin tidak akan pernah menyelesaikan membaca buku itu.

Tapi satu hal yang sangat, sangat, sangat harus diapresiasi adalah ide atau mungkin (sekali lagi saya katakan) ambisi dari M. Sanusi untuk memberikan sebuah buku yang kembali mengangkat hal-hal positif yang patut untuk kita teladani dari tokoh Indonesia sendiri.

Terlepas dari itu semua, dan dari banyaknya kebiasaan inspiratif yang dimiliki oleh kedua tokoh tersebut. Satu hal yang harus digarisbawahi adalah ada sebuah pembeda, yang menurut kacamata saya, merupakan sebuah perbedaan besar dan mendasar antara KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, dan KH. Hasyim Asy’ari, pendiri NU, yakni kebiasaan menulis.

Disebutkan dalam buku karangan M. Sanusi itu, bahwa antara KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari, tercatat bahwa KH. Hasyim Asy’ari yang memiliki kebiasaan menulis secara rutin. Bahkan KH. Hasyim Asy’ari memiliki waktu khusus untuk beliau gunakan membaca dan menulis berbagai kitab atau sekedar tulisan opini.

Sedangkan di sisi lain, sulit untuk menemukan, buku atau kitab atau sekedar tulisan opini yang dihasilkan oleh KH. Ahmad Dahlan.

Di dalam buku itu memang tidak disebutkan secara jelas, alasan kenapa seorang KH. Ahmad Dahlan tidak memiliki kebiasaan menulis yang intens.

Mengetahui hal itu, saya jelas menaruh hormat sangat tinggi kepada KH. Hasyim Asy’ari, walaupun jujur, secara ritual keagamaan yang banyak diajarkan oleh organisasi Islam NU, saya tidak mengikutinya. Tapi, hal itu tidak lantas membuat saya tidak menyukai sosok KH. Hasyim Asy’ari.

Apalagi setelah kini saya mengetahui, bahwa beliau memiliki kebiasaan membaca dan menulis yang konsisten dia lakukan.

Disebutkan bahwa waktu baginya untuk membaca dan menulis adalah sekitar pukul 10 pagi hingga menjelang waktu sholat Dzuhur tiba. Disebutkan juga dalam buku tersebut bahwa pada masanya, koleksi buku KH. Hasyim Asy’ari adalah yang terbanyak.

Beliau rela untuk menjual kuda yang dimilikinya hanya untuk terus membeli buku-buku atau kitab-kitab lainnya yang belum dia miliki. Tak hanya cukup memiliki, beliau pun sangat menjaga setiap buku dan kitab yang ada.

Sebulan sekali, beliau selalu menjemur setiap buku dan kitab yang dimilikinya agar terbebas dari segala macam rayap yang mungkin akan merusak buku dan kitabnya.

Well, hal itu jelas membuat saya kagum dan sangat menginspirasi saya untuk kedepannya. Karena warisan yang akan kita turunkan, sebuah tanda nyata segala rekam jejak kehidupan kita nantinya adalah segala macam bentuk catatan yang kita buat.

Tulisan mampu merekan dengan baik, dengan sangat sistematis segala bentuk ide dan pikiran yang kita miliki. Sehingga bilapun pada saatnya nanti kita telah tiada, segala pikiran dan ide yang kita miliki akan tetap mampu untuk terus bertahan dan bahkan terus berkembang dari setiap generasi.

Ya, tulisan akan mampu membuat kita tetap hidup. 

Bila memang dengan membaca mampu untuk membawa kita menembus cakrawala dunia, maka dengan tulisan-lah kita akan mampu untuk dikenal di dunia!

Stay #PMA!

Komentar

  1. hmm... tokoh yang bersejarah selalu punya "gaya" tersendiri ya..

    Saya juga tidak tahu apakah tulisan saya pantas untuk "dijemur" atau tidak heeehee

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. Mung

Wahana Wyata Praja IPDN

Sejarah Singkat Wahana Wyata Praja Wahana Wyata Praja adalah organisasi internal Praja IPDN yang pada dasarnya mempunyai tugas dan fungsi sama dari tahun ke tahun, namun namanya berubah sesuai situasi dan kondisi pada masa angkatan tersebut. Nama organisasi praja yang terbentuk sejak awal berdirinya STPDN hingga IPDN adalah sebagai berikut: Manggala Corps Praja Angkatan I STPDN sampai dengan angkatan IV STPDN Organisasi ini bernama MANGGALA CORPS PRAJA, yang pimpinannya adalah Manggala Pati dengan tanda jabatan talikur berwarna merah, nama Manggala Corps ini hanya sampai pada angkatan IV saja, karena pada angkatan V organisasi internal Praja ini berubah nama menjadi WAHANA BINA PRAJA. Wahana Bina Praja Angkatan IV STPDN sampai dengan angkatan XVI STPDN Wahana Bina Praja ini pimpinannya bernama Gubernur Praja dengan tanda jabatan talikur berwarna biru lis kuning nestel dua, dari Wahana Bina Praja inilah mulai di bentuk berbagai instansi dan UKP yang di ang