Langsung ke konten utama

Sekedar menambah masukan, kawan!

SABTU, 26 APRIL 2014
17.33 WIB


Ada perbincangan menarik antara sahabat saya Budi (http://teriakanjiwabudiana.blogspot.com/2014/04/indonesia-sistem-banci.html) , dan Zulfikri Armada (http://catatanpamong.blogspot.com/2014/04/indonesia-demokrasi-konstitusional-atau.html).

Perdebatan yang saya pikir sehat karena dilakukan melalui cara yang sehat dan saya pikir cukup akademis.

Sebelum saya pun ikut serta dalam perbincangan atau sebut saja itu sebagai sebuah perdebatan atau sebuah masukan pemikiran dari mahasiswa yang ada di Indonesia, saya akan terlebih dahulu menyodorkan beberapa tulisan yang telah saya buat, yang sedikit banyaknya juga bersinggungan dengan pembahasan dalam tulisan kedua manusia kritis di atas, yakni Pancasilaias atau Sekularis ? dan Isra Mi’raj dan Tegaknya Khilafah.

Apa sebenarnya yang mereka perdebatkan?

Sungguh yang mereka perdebatkan adalah sebuah tema yang tidak bisa dikatakan remeh temeh, apalagi bila hal itu dikaitkan dengan posisi kami yang dididik secara khusus untuk menjadi aparatur sipil negara, pelaksana segala kebijakan negara Indonesia. 
 
Loyalitas adalah harga mati yang diharapkan tumbuh dalam sikap kami sehingga sebenarnya perdebatan ini cukup sensitif untuk dibicarakan.

Tapi kami pun sekumpulan akademisi, orang-orang yang juga memiliki kebebasan akademik untuk mengkritisi segala sesuatu yang terjadi. 
 
Jadi, dalam konteks mahasiswa, peserta didik, saya pikir wajar dan bahkan sebuah keharusan kami membicarakan hal-hal seperti itu.

Ya, yang kami bicarakan di sini adalah mengenai sistem politik yang dianut oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sebelumnya izinkan terlebih dahulu saya mengomentari gaya penulisan yang ditampilkan oleh sahabat saya Budi dan rekan saya Zulfikri.

Jujur saya akui, tulisan yang di tampilkan oleh Zulfikri merupakan tulisan yang sangat berisi. Zul (bila boleh saya memanggilnya demikian) benar-benar menunjukan sebuah artikel yang memang pantas untuk di baca dan memenuhi kaidah penulisan ilmiah.

Kenapa demikian?

Karena setiap argumen yang diberikan oleh Zul, disertai juga dengan fakta yang relevan, baik dari teori atau pendapat para ahli (dilengkapi dengan sumber referensi yang jelas) ataupun kenyataan yang ada di kehidupan sehari-hari.

Sehingga secara sederhananya, tulisan Zul, walaupun dia dengan rendah hati menyebutkan bahwa “hanya sebuah artikel pendek” tapi sungguh sangat mendalam.

Di sisi lain, tulisan yang dibuat oleh sahabat saya Budi, sangat kental dengan nuansa menggebu-gebu Bung Karno. Itu tidak aneh, karena Budi dengan bangganya menyebutkan bahwa dia merupakan anak idelogis dari Bung Karno.

Bila anda sempat berbicara panjang lebar dengannya, maka anda akan cepat mengetahui bahwa pikiran Budi merupakan pikiran dari seorang Bung Karno. 
 
Tapi Budi juga bukan merupakan seorang follower bodoh. Dia pun tidak serta merta mengikuti pemikiran Bung Karno tanpa sebab.
 
Budi telah mengetahui segala sesuatunya tentang Bung Karno sehingga dia tau persis apa yang dia ikuti dan apa yang coba dia sebarkan.

Permasalahannya, tulisan Budi masih terkesan meloncat-loncat, kurang sistematis, dan penuh emosi. Hal itu dalam artian, tulisan Budi masih kurang dilengkapi dengan teori yang relevan. Walaupun contoh atau permisalan yang dia tampilkan sungguh terasa nyata.

Tulisan Budi, masih khas tulisan anak muda, tulisan penuh pendapat pribadi sehingga rentan untuk “diserang”.

Dan bila boleh bila kemudian saya akui juga, saya pun belum mampu untuk menulis sebuah artikel yang baik dan memenuhi kaidah ilmiah seperti yang ditampilkan oleh Zul.

Tulisan saya sedikit banyaknya masih setali tiga uang dengan jenis tulisan yang dihasilkan oleh Budi.

Sebuah tulisan murni opini, minim ditunjang oleh kajian teori yang relevan sehingga sulit untuk dipertahankan atau bahkan mungkin dipertanggungjawabkan.

Satu-satunya hal yang membuat saya tetap berani untuk menulis, bahkan untuk ikut berpartisipasi dalam perdebatan ini adalah keyakinan saya bahwa setiap orang di negeri ini, khususnya mahasiswa, memiliki hak untuk mengemukakan pendapatnya. Sebodoh apapun itu!

Jadi, ini-lah pendapat saya : mengenai sistem politik apa yang sebenarnya pantas dan paling baik untuk diterapkan di Indonesia, sampai dengan detik ini, saya memiliki pendapat yang kurang lebih sama dengan Budi tapi dengan bahasa yang lebih jelas yakni sistem pemerintahan Islam. Khilafah dengan Khalifah.

Argumen saya seperti ini (ini didasari dengan penyampaian yang disampaikan oleh Ustadz Felix Siaux) bahwa baiknya suatu negara setidak-tidaknya harus didasari oleh 3 (tiga) hal, yakni individu, masyarakat, dan kemudian negara.

Hal ini sangat masuk akal, karena semua hal yang besar dimulai dengan terlebih dahulu dari hal kecil. Kita tidak mungkin bisa berlari tanpa terlebih dahulu belajar berjalan.

Sehingga memang segala sesuatunya harus dimulai dari setiap individu manusianya.

Individu di sini tentu adalah manusia. Dan manusia adalah Makhluk ciptaan Allah Swt.

Kita semua setuju bahwa tidak ada yang paling tau dan mengerti segala sesuatunya selain dari Sang Penciptanya. 
 
Maka tidak ada yang paling tau dan mengerti serta paham apa yang paling baik untuk manusia selain dari Allah itu sendiri.

Allah pun telah memberikan itu semua dalam kitab-Nya, yakni Al-Qur’an, tak cukup hanya itu, Allah pun mengutus Rasul-nya, yakni Muhamad untuk menjabarkan lebih lanjut segala ajarannya melalui Hadits.

Maka wajar, bila Rasul kita pernah bersabda bahwa tidak akan pernah tersesat apabila kita (manusia) berpegang pada Qur’an dan Hadits.

Sampai di sini tentu kita (terutama Muslim) pasti setuju.

Selanjutnya adalah Islam, di dalam Al-Qur’an dan Hadits juga telah menyebutkan serta mengajarkan tentang cara menjalankan sebuah negara, yang biasa dikenal dengan sistem pemerintahan Islam atau Khilafah.

Nah, kemudian di sini yang menjadi permasalahannya!

Contoh nyata adalah saya sendiri, seperti yang dikemukakan di atas, saya pun belum menjadi seorang ahli. Belum ahli dalam urusan sistem politik demokrasi, liberal, komunis, pancasila, dan segala macam bentuk sistem politik lainnya dan saya pun belum juga paham mengenai sistem pemerintahan Islam.

Saya hanya sekedar tau berdasarkan referensi “katanya”.

Logikanya adalah seperti ini. Mayoritas penduduk di Indonesia adalah Muslim. Dan bila begitu seharusnya penerapan sistem pemerintahan Islam bukan menjadi sebuah masalah. Karena setiap Muslim tentu sama Qur’an dan Haditsnya, iya kan?

Tapi masalahnya tidak sesederhana itu, Al-Qur’an dan Hadits disampaikan dalam bahasa arab, sehingga tidak setiap Muslim di Indonesia bisa menfasirkannya dengan baik dan benar. Sehingga banyak diantara kita, termasuk saya membutuhkan bantuan orang yang ahli di dalamnya, yang biasa kita sebut dengan “Ustadz”.

Dan masalah selanjutnya adalah tidak semua Ustadz menyampaikan hal yang sama tentang sistem pemerintahan Islam. Sehingga ini-lah yang menyebabkan Muslim di Indonesia tidak satu paham mengenai sistem ini. 
 
Sementara di sisi lain, kita bisa dengan mudah memahami sistem politik buatan manusia lainnya, seperti demokrasi, liberal, komunis, dan masih banyak lainnya, karena memang disampaikan dengan bahasa yang jauh lebih mudah untuk kita pahami.

Hal itu menjadi sebuah kewajaran bila sekarang ini sistem pemerintahan Islam menjadi sesuatu hal yang asing terlebih dewasa ini di identikan dengan gerakan separatisme, karena muncul di tengah-tengah sistem pemerintahan yang telah berjalan.

Maka saya pribadi, di setiap ceramah Islam, oleh kelompok apapun itu, selalu menyempatkan diri untuk bertanya kepada setiap penceramah, bahwa apakah ada upaya untuk terlebih dahulu menyamakan persepsi di kalangan cendikiawan Islam di Indonesia mengenai sistem pemerintaha Islam ini, sehingga tidak membingungkan masyarakat awam seperti saya?

Saya pun meyakini bahwa sistem pemerintaha Islam itu paling baik karena keyakinan saya pada Allah Swt., bahwa Allah yang paling tau apa yang terbaik untuk ciptaannya, dan sistem pemerintahan Islam termasuk di dalamnya, karena disebutkan di dalam kitab-Nya dan ajaran Rasul-Nya.

Ya, bahwa yang paling penting adalah orang di balik sistem itu bukan sistem apa yang dianutnya, tapi terlepas dari itu, Allah menyebutkan bahwa tugas utama manusia adalah beribadah kepada-Nya. Dan ibadah itu secara luas adalah menjalankan segala perintah-Nya, dan bukankah menerapkan sistem peemrintahan Islam adalah perintah-Nya juga?

Tapi saya pun tidak bodoh, dengan menyetuji segala bentuk tindakan anarki. Tapi saya sangat menyetujui segala bentuk gerakan ilmiah nan akademisi, yakni melalui gerakan perang pemikiran. Saling memberikan pemahaman menggunakan argument yang kuat dan meyakinkan.

Dan itu-lah yang sedang saya lakukan, juga oleh Budi, dan juga oleh Zul.

Demikian, pendapat saya kawan.
Stay #PMA!

Komentar

  1. saya sudah membaca ketiga blog tersebut termasuk blog adima ini...

    semuanya bagus, berbeda pendapat adalah wajar karena kita memang tidak dilahirkan untuk seragam, oleh karena itu lahirlah seorang pemimpin untuk mengendalikan itu semua.

    yang saya harapkan tidak banyak, tetaplah seperti ini ketika sudah masuk "sistem" yang sebenarnya. simple

    BalasHapus
  2. beda pendapat itu boleh,,termasuk soal islam...yg penting jangan sampai debat kusir..., apapun itu kalo tujuannya memang baik untuk pengembangan Islam...tak masalah, asal jangan niatnya menghancurkan Islam..
    keep happy blogging always..salam dari Makassar :-)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. Mung

Wahana Wyata Praja IPDN

Sejarah Singkat Wahana Wyata Praja Wahana Wyata Praja adalah organisasi internal Praja IPDN yang pada dasarnya mempunyai tugas dan fungsi sama dari tahun ke tahun, namun namanya berubah sesuai situasi dan kondisi pada masa angkatan tersebut. Nama organisasi praja yang terbentuk sejak awal berdirinya STPDN hingga IPDN adalah sebagai berikut: Manggala Corps Praja Angkatan I STPDN sampai dengan angkatan IV STPDN Organisasi ini bernama MANGGALA CORPS PRAJA, yang pimpinannya adalah Manggala Pati dengan tanda jabatan talikur berwarna merah, nama Manggala Corps ini hanya sampai pada angkatan IV saja, karena pada angkatan V organisasi internal Praja ini berubah nama menjadi WAHANA BINA PRAJA. Wahana Bina Praja Angkatan IV STPDN sampai dengan angkatan XVI STPDN Wahana Bina Praja ini pimpinannya bernama Gubernur Praja dengan tanda jabatan talikur berwarna biru lis kuning nestel dua, dari Wahana Bina Praja inilah mulai di bentuk berbagai instansi dan UKP yang di ang