JUMAT, 18 JULI 2014
21.41 WIB
Saya akan mencoba untuk menuliskan satu hal yang cukup menarik perhatian saya berkenaan dengan pekerjaan yang segera akan saya jalani.
Saat ini, saya adalah seseorang dengan status sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan apabila semua berjalan dengan baik, maka tepat pada bulan Juni 2015, status saya akan berubah menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Sesuatu hal yang cukup membanggakan bagi saya pribadi, karena di usia saya yang sekarang ini, 22 tahun, saya telah mampu untuk memiliki status sebagai seorang CPNS golongan III/a.
Hal ini adalah sesuatu hal yang harus sangat saya syukuri, terlepas dari anggapan orang bahwa saya hanya akan menjadi seorang “budak”, tapi di saat kebanyakan orang di rentang usia saya masih sibuk untuk mencari pekerjaan ataupun penghasilan. Saya telah mampu untuk mendapatkannya.
Hal menarik yang ingin saya bahas di sini adalah berkenaan dengan pekerjaan sambilan yang sering orang katakan kepada saya sebagai sebuah masukan ketika nantinya saya telah menjadi PNS.
Sudah menjadi sebuah rahasia umum bahwa bekerja sebagai seorang PNS, akan sulit untuk mendapatkan penghasilan besar atau sesuai dengan kondisi kehidupan “cukup” dewasa ini.
Walaupun saya sendiri sangat meyakini, bahwa standar kehidupan “cukup” menjadi sangat bias untuk dibicarakan. Karena menurut hemat saya, sebenarnya penghasilan sebagai seorang PNS sudah bisa untuk memberikan kehidupan yang layak. Hal itu sangat berbanding lurus dengan bagaimana cara kita dalam menjalani kehidupan ini.
Apabila penghasilan yang kita dapatkan sebagai seorang PNS mampu kita kelola dengan baik dan sepenuhnya kita fokuskan pada pemenuhan kebutuhan pokok sebagai manusia maka jelas penghasilan itu mampu untuk memenuhinya.
Tapi apabila kita kemudian mengharapkan sebuah kehidupan yang serba berlimpah dalam artian mampu untuk juga memenuhi segala kebutuhan sekunder serta tersier dalam hidup ini maka jelas penghasilan sebagai seorang PNS tidak akan mampu untuk memenuhinya.
Tapi kehidupan itu dinamis begitu juga manusia.
Manusia, termasuk saya, jelas tidak akan pernah mau untuk terus bertahan atau terdiam pada satu titik. Kita pasti akan selalu berusaha untuk mendapatkan lebih dari apa yang telah kita miliki saat ini.
Kaitannya dengan itu, maka menjadi sangat masuk akal ketika kemudian banyak orang yang memberikan masukan bahwa akan jauh lebih baik bagi saya untuk memiliki sebuah pekerjaan sambilan di luar pekerjaan utama saya sebagai seorang PNS.
Karena realita yang ada, banyak PNS yang justru menjadi “kaya” atau mempunyai kehidupan yang mapan karena dia sukses untuk meniti usaha di luar pekerjaannya sebagai PNS. Bahkan hal itu dewasa ini lumrah untuk kita temukan di banyak PNS di Indonesia.
Maka hal itu membuat saya sedikit bertanya, apakah memang PNS itu secara aturan diperbolehkan untuk memiliki pekerjaan sambilan di luar pekerjaannya sebagai PNS?
Jujur saya akui, saya memang tidak memiliki bakat atau keterampilan dalam menjalankan sebuah usaha, sehingga saya lebih memilih bekerja sebagai seorang pegawai. Karena saya menyadari bahwa saya hanya memiliki kemampuan di bidang pekerjaan administrasi atau perkantoran.
Saya jarang memiliki pikiran yang out of the box, sehingga saya sulit untuk menemukan formulasi yang mampu menarik perhatian orang banyak dalam artian untuk mampu dijual kepada khalayak luas. Sehingga saya cukup waras untuk sadar bahwa saya tidak mungkin untuk menjadi seorang wiraswasta.
Entah karena pikiran itu atau bukan, maka saya pun kemudian memiliki pemahaman bahwa apabila PNS memiliki sebuah pekerjaan sambilan di luar tugasnya sebagai PNS, maka hal itu akan menggangu konsentrasinya dalam mengerjakan tugas pokok dan fungsinya sehari-hari.
Karena secara idealnya, seorang PNS adalah pelayanan bagi masyarakat, PNS adalah sebuah pengabdian, dan secara teori-nya sebuah pengabdian itu tidak akan pernah memberikan sebuah kekayaan tapi hanya akan mampu memberikan sebuah nama baik atau kebanggaan.
Maka seharusnya setiap orang yang telah dengan sadar memutuskan untuk memilih sebagai PNS tidak lantas berpikir untuk mendapatkan kekayaan karena memang dari awal hal itu tidak bisa untuk didapatkan.
Tapi sekali lagi, hal itu jelas hanya merupakan sebuah teori ideal di atas kertas serta dalam imaji pikiran cendikiwian.
Kenyataan yang ada di lapangan, kembali harus berbenturan dengan pragmatisme. Antara kebutuhan dan keinginan manusia.
Karena pada akhirnya PNS juga adalah manusia, dan manusia itu jelas harus mempertahankan kelangsungan hidupnya. Mempertahankan kelangsungan hidup membutuhkan banyak biaya, tidak cukup hanya dengan nama baik atau kebanggaan. Dan faktanya kini, penghasilan sebagai seorang PNS hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok, maka sangat masuk akal ketika PNS melakukan pekerjaan sambilan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya dalam hidup mereka. Iya 'kan?
Tapi setelah saya melakukan pencarian secara kecil-kecilan melalui media internet, ternyata sedari dulu Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan dalam bentuk aturan Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan PNS dalam Usaha Swasta.
PP tersebut merupakan peraturan yang sudah sangat lama sehingga kemudian saya pun berpikir, apakah peraturan itu masih berlaku?
Karena nyatanya, sekarang ini banyak PNS yang memiliki sebuah usaha.
Dan pertanyaan saya itu kemudian terjawab oleh sebuah tulisan dari Edy Priyono dalam situs http://birokrasi.kompasiana.com/2012/03/02/analisis-peraturan-larangan-berbisnis-bagi-pns-443780.html.
Di dalam tulisan itu, Edy Priyono mengaku bahwa dirinya memang bukan ahli hukum sehingga analisis dalam tulisannya masih sangat mungkin untuk terbantahkan.
Akan tetapi logika yang dia gunakan dalam pembahasan tulisannya mengenai apakah PP No. 6 tahun 1974 itu, sangat mampu untuk saya terima dan sangat rasional. Sehingga saya, sejauh ini, setuju dengan apa yang dia tuliskan.
Pada intinya, saya setuju bahwa PP No. 6 tahun 1974 itu masih berlaku sampai dengan saat ini, adapun berikut ini saya lampirkan tulisan lengkap dari Edy Priyono :
21.41 WIB
Saya akan mencoba untuk menuliskan satu hal yang cukup menarik perhatian saya berkenaan dengan pekerjaan yang segera akan saya jalani.
Saat ini, saya adalah seseorang dengan status sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan apabila semua berjalan dengan baik, maka tepat pada bulan Juni 2015, status saya akan berubah menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Sesuatu hal yang cukup membanggakan bagi saya pribadi, karena di usia saya yang sekarang ini, 22 tahun, saya telah mampu untuk memiliki status sebagai seorang CPNS golongan III/a.
Hal ini adalah sesuatu hal yang harus sangat saya syukuri, terlepas dari anggapan orang bahwa saya hanya akan menjadi seorang “budak”, tapi di saat kebanyakan orang di rentang usia saya masih sibuk untuk mencari pekerjaan ataupun penghasilan. Saya telah mampu untuk mendapatkannya.
Hal menarik yang ingin saya bahas di sini adalah berkenaan dengan pekerjaan sambilan yang sering orang katakan kepada saya sebagai sebuah masukan ketika nantinya saya telah menjadi PNS.
Sudah menjadi sebuah rahasia umum bahwa bekerja sebagai seorang PNS, akan sulit untuk mendapatkan penghasilan besar atau sesuai dengan kondisi kehidupan “cukup” dewasa ini.
Walaupun saya sendiri sangat meyakini, bahwa standar kehidupan “cukup” menjadi sangat bias untuk dibicarakan. Karena menurut hemat saya, sebenarnya penghasilan sebagai seorang PNS sudah bisa untuk memberikan kehidupan yang layak. Hal itu sangat berbanding lurus dengan bagaimana cara kita dalam menjalani kehidupan ini.
Apabila penghasilan yang kita dapatkan sebagai seorang PNS mampu kita kelola dengan baik dan sepenuhnya kita fokuskan pada pemenuhan kebutuhan pokok sebagai manusia maka jelas penghasilan itu mampu untuk memenuhinya.
Tapi apabila kita kemudian mengharapkan sebuah kehidupan yang serba berlimpah dalam artian mampu untuk juga memenuhi segala kebutuhan sekunder serta tersier dalam hidup ini maka jelas penghasilan sebagai seorang PNS tidak akan mampu untuk memenuhinya.
Tapi kehidupan itu dinamis begitu juga manusia.
Manusia, termasuk saya, jelas tidak akan pernah mau untuk terus bertahan atau terdiam pada satu titik. Kita pasti akan selalu berusaha untuk mendapatkan lebih dari apa yang telah kita miliki saat ini.
Kaitannya dengan itu, maka menjadi sangat masuk akal ketika kemudian banyak orang yang memberikan masukan bahwa akan jauh lebih baik bagi saya untuk memiliki sebuah pekerjaan sambilan di luar pekerjaan utama saya sebagai seorang PNS.
Karena realita yang ada, banyak PNS yang justru menjadi “kaya” atau mempunyai kehidupan yang mapan karena dia sukses untuk meniti usaha di luar pekerjaannya sebagai PNS. Bahkan hal itu dewasa ini lumrah untuk kita temukan di banyak PNS di Indonesia.
Maka hal itu membuat saya sedikit bertanya, apakah memang PNS itu secara aturan diperbolehkan untuk memiliki pekerjaan sambilan di luar pekerjaannya sebagai PNS?
Jujur saya akui, saya memang tidak memiliki bakat atau keterampilan dalam menjalankan sebuah usaha, sehingga saya lebih memilih bekerja sebagai seorang pegawai. Karena saya menyadari bahwa saya hanya memiliki kemampuan di bidang pekerjaan administrasi atau perkantoran.
Saya jarang memiliki pikiran yang out of the box, sehingga saya sulit untuk menemukan formulasi yang mampu menarik perhatian orang banyak dalam artian untuk mampu dijual kepada khalayak luas. Sehingga saya cukup waras untuk sadar bahwa saya tidak mungkin untuk menjadi seorang wiraswasta.
Entah karena pikiran itu atau bukan, maka saya pun kemudian memiliki pemahaman bahwa apabila PNS memiliki sebuah pekerjaan sambilan di luar tugasnya sebagai PNS, maka hal itu akan menggangu konsentrasinya dalam mengerjakan tugas pokok dan fungsinya sehari-hari.
Karena secara idealnya, seorang PNS adalah pelayanan bagi masyarakat, PNS adalah sebuah pengabdian, dan secara teori-nya sebuah pengabdian itu tidak akan pernah memberikan sebuah kekayaan tapi hanya akan mampu memberikan sebuah nama baik atau kebanggaan.
Maka seharusnya setiap orang yang telah dengan sadar memutuskan untuk memilih sebagai PNS tidak lantas berpikir untuk mendapatkan kekayaan karena memang dari awal hal itu tidak bisa untuk didapatkan.
Tapi sekali lagi, hal itu jelas hanya merupakan sebuah teori ideal di atas kertas serta dalam imaji pikiran cendikiwian.
Kenyataan yang ada di lapangan, kembali harus berbenturan dengan pragmatisme. Antara kebutuhan dan keinginan manusia.
Karena pada akhirnya PNS juga adalah manusia, dan manusia itu jelas harus mempertahankan kelangsungan hidupnya. Mempertahankan kelangsungan hidup membutuhkan banyak biaya, tidak cukup hanya dengan nama baik atau kebanggaan. Dan faktanya kini, penghasilan sebagai seorang PNS hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok, maka sangat masuk akal ketika PNS melakukan pekerjaan sambilan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya dalam hidup mereka. Iya 'kan?
Tapi setelah saya melakukan pencarian secara kecil-kecilan melalui media internet, ternyata sedari dulu Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan dalam bentuk aturan Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan PNS dalam Usaha Swasta.
PP tersebut merupakan peraturan yang sudah sangat lama sehingga kemudian saya pun berpikir, apakah peraturan itu masih berlaku?
Karena nyatanya, sekarang ini banyak PNS yang memiliki sebuah usaha.
Dan pertanyaan saya itu kemudian terjawab oleh sebuah tulisan dari Edy Priyono dalam situs http://birokrasi.kompasiana.com/2012/03/02/analisis-peraturan-larangan-berbisnis-bagi-pns-443780.html.
Di dalam tulisan itu, Edy Priyono mengaku bahwa dirinya memang bukan ahli hukum sehingga analisis dalam tulisannya masih sangat mungkin untuk terbantahkan.
Akan tetapi logika yang dia gunakan dalam pembahasan tulisannya mengenai apakah PP No. 6 tahun 1974 itu, sangat mampu untuk saya terima dan sangat rasional. Sehingga saya, sejauh ini, setuju dengan apa yang dia tuliskan.
Pada intinya, saya setuju bahwa PP No. 6 tahun 1974 itu masih berlaku sampai dengan saat ini, adapun berikut ini saya lampirkan tulisan lengkap dari Edy Priyono :
Tulisan Edy Priyono
Lalu apabila memang PP itu masih berlaku, lantas kenapa sekarang ini masih banyak PNS yang tetap memiliki usaha? bahkan menjadi kaya dengan usahanya, dan justru mengesampingkan pekerjaannya sebagai PNS?
Well, saya pun tak tau kenapa, mungkin hal itu sengaja dibiarkan oleh Pemerintah karena ketidakmampuan pemerintah untuk memberikan penghasilan yang "layak" bagi para aparaturnya.
Mungkin jauh di lubuk hati Pemerintah, Pemerintah merasa malu dengan kondisi keuangan para aparaturnya sehingga akhirnya dengan "berat hati" mereka pun membiarkan PNS untuk memiliki usaha lain di luar tugasnya sebagai PNS.
Apapun alasan yang ada, hal itu tetap menjadi sebuah penilaian buruk bagi Pemerintah, menjadi bukti lain bahwa Pemerintah Indonesia sangat pandai dalam mengeluarkan kebijakan tapi tidak mampu untuk konsisten dalam menegakannya.
Sehingga jangan salahkan sepenuhnya kepada PNS sebagai aparatur negara apabila belum mampu memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat, karena memang Pemerintah pun belum mampu untuk memberikan kesejahteraan bagi PNS.
Sehingga tolong maafkan bila masih banyak PNS yang justru sibuk mengurusi "usaha"-nya dibandingkan dengan pekerjaan utamanya. Karena memang keadaan memaksa PNS untuk berbuat demikian.
Sehingga intinya adalah mari kita sama-sama saling tebarkan perasaan saling memahami dan memaklumi. :)
Always #PMA, folks!
Semoga analisis kecil-kecilannya bisa terwujud ya mas..
BalasHapusHappy Blogging..
Jika secara normatif maka argumen adima memang ada betulnya, tapi jika secara yurudis, PP No. 6 Tahun 1974 sudah tergantikan oleh PP No. 53 tahun 2010.
BalasHapusDalam PP nomor 53 tahun 2010 yang dikeluarkan SBY, ternyata pasal-pasal larangan berbisnis dihapuskan. Dalam aturan tersebut, terdapat 15 poin dalam pasal 4 yang berisi larangan-larangan bagi PNS.
Larangan bagi PNS dalam PP 53/2010
Pasal 4, Setiap PNS dilarang:
3. tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional;
4. bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing;
dan tidak melarang utk membuka usaha, asal dengan seizin atasan.
Tapi balik lagi, seperti hadist yang mengatakan bahwa semua tindakan itu tergantung pada niatnya.. Jika tidak berwiraswasta tetapi memiliki niat buruk dengan status ASN-nya ya lebih parah..
Abg sedang iseng2 aja lagi ngeblog dek, eh ketemu tulisan ini.. :D