Langsung ke konten utama

Ibu Rumah Tangga part. 2

JUM'AT, 21 RABI'UL AKHIR 1440 H // 28 DESEMBER 2018
13.55 WIB

PENGANTAR
Tulisan ini merupakan sebuah tulisan yang saya buat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Semester 1 Magister Administrasi Publik (MAP) Fisipol UGM. Mata kuliahnya adalah Ekonomi untuk Kebijakan Publik dengan dosen pengampu Prof. Muhadjir Darwin.

Mulanya beliau memberikan tantangan pada setiap mahasiswa yang beliau ajar pada semester tersebut untuk bisa membuat sebuah tulisan ilmiah yang ringan atau populer untuk bisa diterbitkan di sebuah koran (dalam bentuk cetak bukan online), baik koran skala lokal maupun nasional. Awalnya beliau hanya mau menerima tulisan yang telah berhasil dimuat di koran tapi pada akhirnya beliau pun berbaik hati untuk menerima semua tulisan mahasiswanya, walaupun tulisan itu belum masuk koran.

Adapun tulisan itu harus mampu memuat tema tentang Ekonomi secara umum atau tema mata kuliah Ekonomi untuk Kebijakan Publik yang telah dibahas di dalam kelas, seperti ekonomi kesehatan, ekonomi perumahan, ekonomi transportasi, ekonomi pendidikan, ekonomi gender, dan ekonomi ketenagakerjaan.

Bagi saya pribadi, tema tentang ekonomi gender merupakan tema yang langsung menarik minat saya untuk menulis. Akan tetapi tidak semua argumentasi bisa saya masukkan ke dalam tulisan itu karena di awal Prof. Muhadjir telah menyatakan bahwa argumen yang ada di dalam tulisan idealnya argumen dalam perspektif ekonomi atau setidak-tidaknya argumen dari buku/jurnal yang telah di bahas di dalam kelas. 

Oleh karena itu, saya tidak bisa leluasa untuk memasukan argumen dari sudut pandang para Ulama. Pun dengan keterbatasan jumlah kata, saya pun harus bisa mengemas tulisan itu sesingkat mungkin tapi tetap tidak lepas dari substansi utamanya.

Saya sangat menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kata "baik" atau "berbobot" karena setelah saya coba kirimkan ke beberapa koran yang ada di tanah air, tidak ada respon positif yang diberikan media cetak tersebut. Berbeda dengan beberapa tulisan teman satu kelas lainnya, yang mampu untuk diterima dan akhirnya diterbitkan dalam sebuah koran.

Tapi apapun itu, insyaallah saya akan tetap teguh dengan pendirian saya sesuai dengan apa yang saya tulis di bawah ini. Selamat membaca!

GENDER
Kata “gender” dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status dan tanggungjawab pada laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari bentukan (konstruksi) sosial budaya yang tertanam lewat proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian gender adalah hasil kesepakatan antar manusia yang tidak bersifat kodrati. (Puspitawati, 2012) Sehingga yang harus dipahami terlebih dahulu adalah gender bukan berarti jenis kelamin (kodrati) akan tetapi gender memiliki arti tentang peran, fungsi, status dan tanggungjawab yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki (non-kodrati) di dalam tatanan kehidupan bermasyarakat. 

Diskusi berkenaan dengan kesetaraan dan keadilan gender seharusnya fokus dalam penentuan peran, fungsi, status, dan tanggungjawab antara perempuan dan laki-laki sehingga tercipta suatu harmoni dalam kehidupan bermasyarakat. Maka definisi pekerjaan jangan hanya dipahami sebagai sebuah aktivitas yang harus menghasilkan upah/gaji. Hal itu akan menyebabkan pembagian peran, fungsi, status, dan tanggungjawab antara perempuan dan laki-laki menjadi terbatas.

PEKERJAAN
Pekerjaan harus mampu dipahami dalam konteks yang lebih luas. Terlebih lagi di zaman sekarang ketika banyak orang sudah mulai melakukan berbagai macam aktivitas dengan motivasi utamanya tidak lagi terletak pada uang. Aspek willingness to perform menjadi faktor utama dalam menggerakan seseorang dalam bekerja. 

Konsep pekerjaan harus mulai dipahami sebagai sebuah aktvitas yang berusaha untuk memberikan nilai tambah pada sesuatu dan sesuatu itu mampu untuk memberikan manfaat bagi masyarakat luas. Hal itu sejalan dengan arti dari akar kata pekerjaan, yaitu kerja yang disampaikan oleh Ndraha (1991), “kerja adalah proses penciptaan atau pembentukan nilai baru pada suatu unit sumber daya, pengubahan atau penambahan nilai pada suatu unit alat pemenuhan kebutuhan yang ada.”

Keluarga sebagai komunitas pertama dan utama dalam sebuah tatanan masyarakat hanya akan berfungsi dengan baik apabila setiap anggota yang ada di dalamnya, yaitu perempuan dan laki-laki, mengatur serta menjalankan peran, fungsi, status dan tanggungjawabnya masing-masing. Sehingga ketika perempuan memilih untuk menjadi seorang ibu rumah tangga, maka jangan kemudian dihakimi bahwa keluarga tersebut tidak menjalankan prinsip kesetaraan dan keadilan gender. Karena toh willingness yang ada dalam dirinya adalah untuk menjadi seorang ibu rumah tangga.

Peran, fungsi, status dan tanggungjawab ibu rumah tangga dalam konteks pendidikan anak memiliki peran yang sangat strategis. Hal itu dapat dilihat dari mulai digerakannya pendidikan karakter sebagai sebuah kurikulum pendidikan yang ada di Indonesia. Penguatan karakter menjadi salah satu program prioritas Presiden Jokowi yang tertuang di dalam Nawa Cita, yaitu pemerintah akan melakukan revolusi karakter bangsa.

KARAKTER
Kemendikbud pun telah mengimplementasikan penguatan karakter penerus bangsa melalui gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang digulirkan sejak tahun 2016. PPK mendorong sinergi tiga pusat pendidikan, yaitu sekolah, keluarga, serta masyarakat agar dapat membentuk suatu ekosistem pendidikan. Mendikbud menyebutkan bahwa Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter adalah fondasi dan ruh utama pendidikan. (kemdikbud.go.id, 2017)
Pada perspektif yang lebih luas, Pemerintah Indonesia sering mendapatkan kritik karena dinilai terlalu banyak melakukan pinjaman dari pihak asing. Di dalam perspektif ekonomi, selama pinjaman yang dilakukan oleh pemerintah tidak dilakukan untuk membiayai sebuah hal yang konsumtif tapi digunakan untuk melakukan sebuah investasi yang nantinya akan meningkatkan multiplier effect di suatu daerah, maka hal itu bisa dibenarkan.
Maka apabila di dalam perspektif yang lebih luas pemerintah Indonesia bisa “membenarkan” melakukan pinjaman untuk pembiayaan program pembangunan yang baru akan dirasakan manfaatnya di masa depan, kenapa kemudian seorang perempuan yang memilih menjadi ibu rumah tangga justru di beri label negatif? bukankah dia telah berusaha sejalan dengan program pemerintah untuk menjalankan pendidikan karakter? bukankah dia telah berusaha menjadi seorang negarawan yang berpikir jauh ke depan?

Diskusi kesetaraan dan keadilan gender jangan lagi hanya “memaksa” perempuan untuk bekerja menghasilkan uang atau bekerja di luar rumah tapi diskusi tentang gender harus fokus pada apakah perempuan bisa mendapatkan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat di dalam kehidupan bermasyarakat dengan peran apapun yang dipilihnya.

SUMBER BACAAN :
 
Ndraha, Taliziduhu. 1991. Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa. Bumi Aksara. Jakarta.

Puspitawati, H. 2012. Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. PT IPB Press. Bogor.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. Mung

Wahana Wyata Praja IPDN

Sejarah Singkat Wahana Wyata Praja Wahana Wyata Praja adalah organisasi internal Praja IPDN yang pada dasarnya mempunyai tugas dan fungsi sama dari tahun ke tahun, namun namanya berubah sesuai situasi dan kondisi pada masa angkatan tersebut. Nama organisasi praja yang terbentuk sejak awal berdirinya STPDN hingga IPDN adalah sebagai berikut: Manggala Corps Praja Angkatan I STPDN sampai dengan angkatan IV STPDN Organisasi ini bernama MANGGALA CORPS PRAJA, yang pimpinannya adalah Manggala Pati dengan tanda jabatan talikur berwarna merah, nama Manggala Corps ini hanya sampai pada angkatan IV saja, karena pada angkatan V organisasi internal Praja ini berubah nama menjadi WAHANA BINA PRAJA. Wahana Bina Praja Angkatan IV STPDN sampai dengan angkatan XVI STPDN Wahana Bina Praja ini pimpinannya bernama Gubernur Praja dengan tanda jabatan talikur berwarna biru lis kuning nestel dua, dari Wahana Bina Praja inilah mulai di bentuk berbagai instansi dan UKP yang di ang