Artikel ini mulai ditulis pada hari Selasa tanggal 23
Syaban 1442 H yang bertepatan dengan tanggal 6 April 2021 Masehi, pukul 13.29 WIB.
“Bola
panas” kebijakan penyederhanaan birokrasi kini mulai bergulir ke pemerintah
daerah (Provinsi, Kabupaten, dan Kota). Hal itu mulai “resmi” digulirkan
seiring dengan dibuatnya Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 130/1970/OTDA
tanggal 26 Maret 2021 hal Penyederhanaan Birokrasi pada Jabatan Administrasi di
Lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Surat tersebut ditujukan
kepada seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia.
Melalui
surat tersebut maka hasil akhir atau bukti dilaksanakannya penyederhanaan
birokrasi di pemerintah daerah adalah dengan dilakukannya proses penyetaraan jabatan
administrasi ke dalam jabatan fungsional. Hal itu harus dilakukan paling lambat
pada minggu keempat bulan Juni 2021.
Sebagaimana
disebutkan di awal Surat, perintah untuk melakukan penyederhanaan birokrasi bagi
pemerintah daerah sebenarnya sudah mulai diberikan sejak tahun 2020 melalui Surat
Menteri Dalam Negeri Nomor 130/4846/SJ tanggal 31 Agustus 2020 hal Tindak
Lanjut Proses Penyederhanaan Birokrasi di Lingkungan Pemerintah Daerah.
Akan
tetapi di dalam surat itu, sependek ilmu yang kami ketahui, belum mengatur
secara spesifik dan tegas tentang penyederhanaan birokrasi. Pun di bulan-bulan
itu, masih ada “benturan” atau “tarik-ulur” kebijakan antara Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara (Kemenpan) dan Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri).
Walhamdulillah,
kini
sudah ada kata sepakat antara Kemenpan dan Kemendagri, sehingga melalui Surat
Menteri Dalam Negeri Nomor 130/1970/OTDA tanggal 26 Maret 2021, pemerintah
daerah sudah diberikan tugas yang lebih spesifik tentang hal teknis yang harus
dilakukan agar mereka bisa disebut telah melaksanakan proses penyederhanaan
birokrasi.
Intinya
adalah penyederhanaan birokrasi yang ingin dicapai adalah dialihkannya semua pejabat
administrasi (eselon III, IV, dan V) ke dalam jabatan fungsional. Setidaknya
inilah konsep awal dari proses panjang penyederhanaan birokrasi dalam konteks
pelaksanaan reformasi birokrasi Indonesia (katanya).
Kami
pribadi sudah pernah menuangkan opini tentang kebijakan tersebut di dalam dua tulisan,
yaitu http://noorzandhislife.blogspot.com/2019/11/babak-baru-karir-pegawai-asn-sebuah.html?m=1
dan http://noorzandhislife.blogspot.com/2019/12/babak-baru-karir-pegawai-asn-seminar.html?m=1 .
Di
dalam tulisan ini kami akan kembali menegaskan apa yang telah kami tuliskan di
dalam tulisan kami terdahulu. Kami mengutip secara makna tulisan itu dari
pemaparan Bapak Prof. Agus Pramusinto, yaitu pemerintah pusat harus realistis
dalam menerapkan program pemangkasan birokrasi.
Bila
memang yang menjadi fokus utama adalah untuk mempercepat laju investasi yang
ada di Indonesia, maka langkah awal yang harus dilakukan adalah pemangkasan
birokrasi di level kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang terkait
dengan bidang perizinan, investasi dan pelayanan publik.
Ketika
nanti ketiga bidang tersebut telah mampu dilakukan pemangkasan dan ternyata
bisa berjalan dengan baik, maka kemudian hal yang serupa bisa dilakukan
terhadap bidang tugas yang lain.
Pemangkasan
birokrasi pun jangan hanya ditafsirkan pada hilangnya jabatan struktural tapi
lebih luas dari itu pemangkasan birokrasi harus mampu diartikan sebagai upaya
untuk menghilangkan segala macam fungsi yang memang sudah tidak relevan lagi.
Sehingga
bukan hanya eselon III, IV, dan V yang harus hilang. Tapi juga eselon I dan II
bisa “digusur” bila memang fungsinya tidak lagi dibutuhkan atau tumpang tindih
dengan fungsi lain yang serupa.
Faktanya,
program penyederhanaan birokrasi yang kini telah dan sedang berjalan di
Pemerintah Pusat tidak hanya dilakukan pada K/L yang menangani urusan investasi
dan/atau perizinan, tapi kebijakan tersebut dipukul rata pada seluruh K/L yang
ada di Pusat.
Kemendagri
adalah salah satu K/L yang telah melakukan proses penyederhanaan birokrasi
melalui program penyetaraan jabatan administrasi ke dalam jabatan fungsional,
akan tetapi kami pribadi selaku staf pelaksana di Kemendagri belum merasakan
adanya perubahan signifikan dari proses tersebut. Sejauh ini proses bisnis
pekerjaan yang kami lakukan masih tetap sama.
Apakah
hal tersebut juga terjadi K/L lain, tentu hal itu perlu dilakukan penelitian
dan evaluasi lebih mendalam. Nah, sehingga menurut kami, seharusnya Pemerintah
Pusat, dalam hal ini, Kemenpan dan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Ditjen
Otda) Kemendagri, mau untuk duduk bersama dan menahan dulu program ini agar
jangan dulu dilaksanakan di daerah.
Lebih
baik dan lebih bijaksana, kebijakan penyederhanaan birokrasi ini dilakukan
secara penuh di seluruh instansi Pusat, lalu kemudian dilakukan evaluasi secara
komprehensif, bahkan bila perlu melibatkan akademisi sehingga hasilnya lebih
objektif.
Berdasarkan
hasil evaluasi tersebut maka dapat diambil langkah atau keputusan lanjutan,
apakah memang program penyederhanaan birokrasi sudah tepat digulirkan di
pemerintah daerah atau belum. Mengingat kondisi pemerintah daerah di Indonesia sangat
beragam, dari Sabang sampai Merauke, terdiri dari 34 provinsi dan lebih dari
500 kabupaten/kota dengan segala macam jenis latar belakang politik dan
psikologi yang tentu sangat kompleks.
Ditinjau
dari segi regulasi yang ada dan berlaku saat ini, maka pengaturan tentang
Birokrasi di pemerintah daerah ada pada UU No. 5 Tahun 2014 dan PP No. 17 Tahun
2020 untuk pengaturan dari segi kepegawaian/SDM. Adapun pengaturan tentang kelembagaan
birokrasinya (perangkat daerah) diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 dan PP No. 72
Tahun 2019.
Idealnya,
apabila memang Pemerintah Pusat ingin menghilangkan seluruh jabatan
administrasi (eselon III, IV, dan V) maka pemerintah harus berani untuk
langsung melakukan revisi UU No. 5 Tahun 2014 dan PP Nomor 72 Tahun 2019.
Karena
di dalam kedua aturan tersebut, masih sangat jelas bahwa pemerintah daerah bisa
dan boleh untuk memiliki jabatan administrasi. Proses revisi menjadi penting
untuk dilakukan terlebih dahulu dan tidak dilakukan bersamaan dengan proses
penyetaraan jabatan karena dengan adanya proses revisi terlebih dahulu, maka semua
pihak akan bisa memahami dengan jelas grand design dari program
penyederhanaan birokrasi ini.
Pegawai
ASN selaku subjek dan objek di dalam proses ini menjadi punya gambaran secara
utuh tentang karier mereka ke depannya akan seperti apa. Idealnya sih
seperti itu. Tapi, ya apapun itu, kami berharap kebijakan penyederhanaan
birokrasi ini bisa berjala dengan lancar serta memberikan dampak yang positif
bagi Pemerintah Indonesia.
Wallahu’alam.
Selesai ditulis pada hari Selasa tanggal 23 Syaban 1442 H
yang bertepatan dengan tanggal 6 April 2021 di meja kerja, pukul 14.15 WIB
Komentar
Posting Komentar