Artikel ini mulai ditulis pada hari Kamis tanggal 11 Syawal 1443 H yang bertepatan dengan tanggal 12 Mei 2022 Masehi, pukul 10.45 WIB.
Bissmillah walhamdulillah wa shallatu was sallam ala rasulillah.
4) Tidak Terlalu Membutuhkan pada Bawahan.
Idealnya seorang pemimpin tidak boleh terlalu akrab dengan bawahan sehingga bawahan tidak bisa menjaga sopan santun dan bersikap terlalu santai kepadanya ataupun bersikap terlalu kaku sehingga ada jarak dengan bawahan. Pemimpin harus mempunyai wibawa sehingga semua perintahnya bisa dilaksanakan dan dihormati, serta di sisi lain pemimpin juga harus tetap ramah sehingga bawahan merasa nyaman berada di dekatnya.
Penjabaran lebih jauh tentang hal itu adalah pemimpin harus bisa bersikap tidak terlalu membutuhkan bawahan. Sikap tidak butuh bawahan bukan berarti pemimpin harus bersikap egois. Tapi sikap tidak butuh bawahan harus ditunjukan oleh pimpinan dalam rangka menjaga wibawanya.
Secara umum, hubungan atasan-bawahan harus
terjalin secara positif dan saling melengkapi. Dan untuk menjaga keseimbangan
itu, maka disinilah letak pentingnya seorang pemimpin untuk jangan
memperllihatkan secara gamblang bahwa dia sangat butuh pada bawahan. Karena
menunjukan sikap terlalu membutuhkan pada bawahan akan membuat seorang pemimpin
terlihat bodoh dan mudah diatur oleh bawahan. Bahkan akan ada kecenderungan bahawan akan bersikap semaunya. Karena dia berpikir bahwa pimpinan yang sangat butuh padanya, sehingga tidak akan mungkin bagi pimpinan untuk menegurnya.
Oleh karena itu, seorang pemimpin harus mempunyai visi dan misi yang jelas. Dia harus rutin memberikan arahan. Pemimpin memang tidak harus pandai dalam detail seluruh pekerjaan, dia cukup untuk memosisikan diri sebagai seorang dirigen. Sehingga mau tidak mau, pemimpin itu harus pandai dalam berorasi. Dia harus bisa tampil dan berbicara dengan lugas serta mudah dipahami.
Beberapa praktek di lapangan, masih ada beberapa pemimpin yang justru sibuk mengurusi hal-hal detail tentang teknis pekerjaan sehingga membuat bawahan tidak bisa bergerak leluasa dalam menyelesaikan tugasnya. Bawahan tidak mampu untuk melakukan inovasi karena semua detail pekerjaan diatur oleh pimpinan. Hal itu kemudian diperparah dengan fakta bahwa justru tugas utama pimpinan ditinggalkan. Pimpinan tidak memberikan arahan ataupun motivasi pada bawahan sehingga pimpinan terkesan hanya peduli pada penyelesaian tugas, tapi tidak peduli dengan psikologis bawahan. Pimpinan tidak mau tahu dengan apa yang sedang dihadapi oleh bawahan. Dia hanya ingin semua bawahan hadir ketika dia juga hadir di ruangan.
Akan tetapi, pada praktek yang lain, sering juga ditemukan pimpinan yang memang tidak sibuk mengurusi hal detail, tapi juga tidak memberikan arahan apapun. Sehingga kehadirannya antara ada dan tiada.
Pada akhirnya pimpinan dan bawahan menjadi sama derajat kewajibannya, karena seolah-olah semua tugas pimpinan langsung juga diserahkan pada bawahan. Tapi pada akhirnya hak yang didapat oleh pimpinan dan bawahan berbeda. Maka tentu hal ini bukan sebuah iklim yang baik apabila terus terjadi.
Wallahu’alam.
Selesai ditulis pada hari Kamis tanggal 11 Syawal 1443 H yang bertepatan dengan tanggal 12 Mei 2022 Masehi di Permata Bogor Residence, pukul 11.18 WIB
Komentar
Posting Komentar