Selasa, 15 April 2025
09.11 WIB
Bissmillah wa shallatu wa sallam ala rasulillah.
![]() |
Tampak Belakang |
![]() |
Tampak Depan |
Buku dengan judul "Dua Kisah Satu Cerita", merupakan sebuah buku yang dituliskan berdasarkan kisah nyata. Buku ini ditulis dengan gaya penulisan buku harian (diary).
Pada zamannya, buku diary pernah mendapat tempat khusus di hati banyak orang Indonesia. Sehingga kemudian dikenal istilah, "dear diary", sebagai sebuah frasa awal dalam menuliskan cerita yang dialami oleh masing-masing penulisnya.
Pada intinya, buku harian atau buku diary adalah sebuah catatan yang bersifat pribadi. Catatan tersebut bisa tentang pengalaman, pemikiran, dan perasaan yang dialami oleh penulis.
Tentunya tidak harus pengalaman, pemikiran, dan perasaan yang bersifat harian yang dituliskan. Penulis bisa saja menuliskan pengalaman, pemikiran dan perasaan yang telah dia himpun dalam kurun waktu tertentu.
Buku diary berfungsi untuk mendokumentasikan kehidupan sehari-hari penulis. Kehidupan sehari-hari itu bisa berisikan peristiwa penting atau hanya sekadar tempat untuk menuangkan emosi dan ide penulis.
"Dua Kisah Satu Cerita" ditulis oleh Annisa Pratiwi. Tapi kami tidak mendapatkan informasi yang jelas dan spesifik tentang kisah siapa yang ada di dalam buku itu. Karena di dalam Pengantar Penulis, Annisa Pratiwi tidak secara lugas menjelaskan siapakah si Emak dan Bujang yang ada dalam bukunya.
Akan tetapi, dalam Kata Pengantar yang ditulis oleh Ustaz Beni Sarbeni, beliau menegaskan bahwa kisah yang ada dalam buku ini adalah rangkaian peristiwa nyata yang dialami oleh seorang ibu dan anaknya. Pun begitu, Ustaz Beni Sarbeni tidak menyebutkan kisah siapa yang ada di dalam buku ini.
Buku setebal 219 halaman ini diterbitkan oleh Penerbit BELAJAR ISLAM Bandung dan yang kami miliki saat ini merupakan Cetakan Kedua pada bulan Syawal 1444 H/April 2023.
Garis besar cerita yang ada di buku ini adalah memaparkan cerita yang ditulis oleh Emak (si ibu) dan Bujang (si anak), sehingga setiap bagiannya akan ditulis keterangan/judul "Cerita Emak" yang itu artinya kisah tersebut berdasarkan sudut pandang si ibu, adapaun "Cerita Bujang" maka artinya kisahnya ditulis dari sudut pandang si anak.
Buku "Dua Kisah Satu Cerita" menceritakan tentang proses awal Bujang masuk ke dunia pesantren. Bujang mungkin menjadi salah satu contoh kecil seorang anak yang berkeinginan untuk masuk pesantren atas kemauannya sendiri.
Dan di sisi lain, keputusan Bujang untuk masuk pesantren justru membuat kaget Emak, yang di awal sempat berusaha untuk membujuk Bujang mengurungkan niatnya masuk pesantren dan hanya melanjutkan sekolah di dekat rumah.
Hal di atas merupakan sebuah fenomena yang mungkin jarang terjadi, mayoritasnya, orang tua akan berusaha keras merayu anaknya agar bisa dan mau untuk melanjutkan sekolah ke jenjang pesantren.
Karena sistem asrama yang diterapkan di dunia pesantren membuat "ciut" nyali mayoritas anak. Selain mereka harus hidup berjauhan dari orang tua, mereka pun harus meninggalkan zona nyaman dan menjalani segala aktivitasnya secara mandiri.
Sehingga kisah yang ditawarkan dalam buku itu adalah perjuangan Bujang meyakinkan Emak untuk bisa memberikan restu untuk dirinya masuk pesantren. Kemudian setelah akhirnya Bujang masuk pesantren, dia harus mendapat ujian berupa sakit/luka di kakinya.
Hal itu membuat Emak dan Bujang sempat ragu untuk meneruskan perjuangannya di Pesantren. Permasalahan tentang sakit pada kaki Bujang kemudian berkecamuk dengan perasaan rindu Emak terhadap anak pertamanya. Perasaan seorang Ibu yang belum siap melepas anaknya untuk hidup mandiri di "rumah yang lain" semakin memperburuk situasi sakit Bujang.
Kisah yang mampu disampaikan dengan baik. Emosi Emak dan perasaan Bujang mampu tersampaikan dan dirasakan oleh kami selaku pembaca. Tanpa kami sadari, hampir saja kami "terkalahkan" untuk meneteskan air mata ketika membaca buku tersebut.
Hal lain yang kami sukai dari buku "Dua Kisah Satu Cerita" adalah gaya penulisannya. Buku tersebut menuliskan setiap kata sesuai dengan ejaan baku KBBI, sehingga hal itu membuat kami lebih mudah mencerna maksud yang akan disampaikan oleh penulis.
Contoh kecil sebagai bukti bahwa buku itu berusaha untuk maksimal mengikuti kaidah penulisan KBBI adalah dalam hal penulisan kata "Ustaz". Banyak yang belum mengetahui bahwa kata ustaz telah resmi diserap ke dalam Bahasa Indonesia. Hal kecil tapi bermakna besar bagi kami yang juga berusaha untuk selalu mematuhi kaidah-kaidah yang telah ditetapkan dalam Bahasa Indonesia.
Buku tersebut juga ditutup dengan tulisan nasihat dari Ustaz Beni Sarbeni, dengan judul tulisan "Kiat Sukses bagi Orang Tua yang Menyekolahkan Anaknya di Pesantren". Sebuah nasihat berharga bagi seluruh orang tua yang ingin ataupun sedang menyekolahkan anaknya di dunia pesantren.
Adapun kekurangan yang kami dapati dari buku tersebut adalah kekurangan dalam makna kritik terhadap apa yang terjadi dalam beberapa kisah yang disajikan di dalamnya. Pada beberapa moment, Emak masih menjadi figur Utama dalam mengambil keputusan.
Hal tersebut jelas bertentangan dengan prinsip yang kami coba jalani dalam kehidupan rumah tangga yang kami miliki saat ini. Bagi kami, suami harus mengambil peran sentral dalam setiap pengambilan keputusan. Benar, bahwa diskusi/musyawarah harus tetap dilaksanakan dengan baik dan berkelanjutan, akan tetapi pada akhirnya setiap keputusan harus diputuskan oleh Suami, sebagai konsekueansi logis dari peran Kepala Rumah Tangga.
EPILOG
Pada akhirnya "Dua Kisah Satu Cerita" memberikan inspirasi bagi kami untuk juga mendokumentasikan setiap gerak usaha kami dalam menyekolahkan anak kami ke Pesantren. Kami akan mencoba untuk menuliskan setiap cerita yang kami lalui bersama anak-anak kami, khususnya yang berkenaan langsung dengan dunia pesantren. Terlebih perjuangan itu akan Panjang kami lalui, karena kini anak kami yang pertama masih berusia 6 tahun, dan baru akan masuk jenjang SD pada bulan Juni/Juli tahun ini.
Oleh karena itu, kami akan memiliki banyak kisah yang bisa untuk dituliskan tentang usaha dan proses Panjang kami "merayu" anak kami untuk masuk ke Pesantren. Semoga Allah mudahkan.
Wallahu'allam
Selesai ditulis pada tanggal 15 April 2025 pukul 15.04 WIB.
Komentar
Posting Komentar