Entah ada apa, entah kenapa sebab dan musababnya.
Bila orang lain tidak sungkan untuk berkata bahwa apa yang sedang saya alami ini merupakan sebuah fase yang biasa mereka sebut dengan galau maka dengan segala hormat, bahasa serta cara yang saya coba sehalus mungkin, saya menolak segala klaim yang mereka berikan dan sematkan pada saya. Saya pribadi lebih menganggap bahwa apa yang sedang saya alami ini adalah sebuah fase atau titik kejenuhan dalam menjalani sebuah kehidupan, hal yang wajar apalagi dengan segala rutinitas yang relatif sama dari satu waktu ke waktu yang lainnya, dengan segala masalah yang juga terus sama tak bisa untuk diselesaikan, berputar terus hingga akhirnya saya pun muak dibuatnya. Ya, saya jenuh dan ini-lah titik puncaknya.
Saya ingat dengan sebuah teori tentang cara seseorang menerima pembelajaran. Otak kita punya batasan, yang pada umumnya di saat awal pembelajaran maka otak kita berada pada posisi yang siap untuk menerima segala apa yang akan disampaikan akan tetapi kemampuan otak itu ada massanya. Biasanya lebih dari satu jam maka otak kita akan lelah karena proses pembelajaran mau tidak mau pasti banyak menggunakan otak kiri karena otak kita lebih banyak mengolah kata-kata dan angka sehingga otak kanan kurang kita fungsikan. Dalam fase ini biasanya orang-orang mulai sering untuk mengantuk, menggambar sesuatu hal yang tak jelas atau mungkin melamun tinggi tak bertepi. Untuk mengembalikan agar otak kembali siap dan produktif maka kemudian dikenal sebuah istilah, sebuah metode, yaitu break. Break yang berarti istirahat, bisa berupa atau berbentuk sebuah istirahat secara nyata, tertawa atau yang paling efektif serta populer adalah melakukan senam otak. Karena dengan melakukan senam otak hal itu juga mampu utnuk menyeimbangkan otak kita sehingga kita mampu untuk berpikir lebih inovatif serta produktif. Apabila hal itu dilakukan maka otak kita pun akan kembali siap menerima pembelajaran. Dan rasa-rasanya itu-lah mungkin yang sedang saya alami sekarang. Diri ini berada dalam posisi lelah, butuh dan menginginkan sebuah break, untuk kemudian kembali lagi siap menjalani kehidupan dengan segala intrik dan ke-utopiannya.
Adapun kenapa saya tidak mau menyebutkan bahwa saya ini sedang galau karena hal itu disebabkan oleh ketidakjelasan dari makna galau itu sendiri, apabila galau diartikan sebagai suatu keadaan pikiran yang kacau balau sesuai dengan pengertian murninya, maka ya saya sedang galau. Tapi apa yang terjadi sekarang pemaknaan terhadap galau sudah semakin sempit dan bergeser hanya kepada urusan cinta semata. Saya akui saya memang mengalami permasalahan mengenai cinta karena lagi dan lagi saya gagal dalam menjalin sebuah kisah cinta. Kembali harus berakhir tidak manis, pahit getir. Tapi itu bukan penyebab utama keadaan saya yang seperti ini. Jauh sebelum kisah cinta saya berakhir, jauh sebelum itu, saya sudah merasakan jenuh itu datang menghinggap membebani pundak sedikit demi sedkit sehingga cinta pun tak lagi manis terkecup dan hancurnya hubungan cinta yang saya bina itu hanya menjadi bumbu utama yang membuat rasa jenuh menjalani kehidupan ini semakin bertambah nikmat terasa.
Jadi, rasa malas, jenuh, yang saya alami sekarang bukan semata karena masalah cinta tapi memang masalah cinta membuat segala rasa negatif itu semakin besar dan terus melanda. Kembali pada teori awal, bahwa saya harus melakukan break sehingga saya bisa kembali meraih semangat maka saya pun telah melakukan serangkaian kegiatan break tersebut karena sebenarnya perasaan seperti ini tidak datang untuk yang pertama kalinya karena seperti yang saya telah sebutkan di awal, hal seperti ini wajar terjadi. Maka saya pun melakukan hal-hal yang biasa saya lakukan, seperti tertawa, bercanda, bercengkrama, menontan bola, mendengarkan musik, merenungkan kembali status dan peran yang saya emban, memikirkan kembali cita-cita besar di depan, nikmat yang telah diberikan Tuhan tapi hal itu tetap tak mampu membuat semangat itu datang kembali, saya masih tetap merasa jenuh dan malas, bahkan untuk hal mengerjakan sebuah tugas, saya pun tetap merasa malas. Menjadi di luar kebiasaan dan ciri khas saya ketika saya harus menyelesaikan tugas tepat di saat akhir dan untuk hal yang sangat penting pun rasa jenuh dan malas itu terus menghinggap, untuk pertama kalinya saya menghadapi sebuah ujian, ujian tengah semester, tanpa persiapan tanpa sebuah proses yang baik hingga saya pun dibuat bingung dan kelabakan untuk menjawab segala soal yang ada bahkan untuk sebuah soal yang saya telah ketahui jawabannya, saya sungguh enggan untuk menuliskannya dan kemudian menjabarkannya. Damn!
Dengan proses seperti ini saya tidak akan kaget, kecewa apabila kemudian saya mendapatkan hasil yang tidak memuaskan. Perlu lebih dari sekedar keajaiban bagi saya mendapatkan hasil yang baik dengan segala persiapan yang minimal, hancur dan amburadul.
Ketika hobi untuk menulis, yang juga biasanya mampu untuk mengembalikan semangat, tapi hal itu pun tetap malas untuk saya kerjakan. Tiba-tiba saja otak ini seperti malas, enggan untuk mencurahkan segala ide dalam otak, semua terhenti mati tanpa inovasi. Padahal sungguh banyak hal yang ingin saya kemukakan, hal-hal yang secara jelas mengganggu dan mengusik hati dan berbagai pegalaman yang sepertinya layak untuk saya bagi. Tapi semuanya tertahan dan terhadang tembok besar bernama malas dan jenuh. Terlalu sibuk membuang waktu dan kalah oleh rasa malas!
Jadi apa sekiranaya break yang tepat untuk kembali mendapatkan semangat itu?
Apakah cinta?wanita?atau apa??
Bila orang lain tidak sungkan untuk berkata bahwa apa yang sedang saya alami ini merupakan sebuah fase yang biasa mereka sebut dengan galau maka dengan segala hormat, bahasa serta cara yang saya coba sehalus mungkin, saya menolak segala klaim yang mereka berikan dan sematkan pada saya. Saya pribadi lebih menganggap bahwa apa yang sedang saya alami ini adalah sebuah fase atau titik kejenuhan dalam menjalani sebuah kehidupan, hal yang wajar apalagi dengan segala rutinitas yang relatif sama dari satu waktu ke waktu yang lainnya, dengan segala masalah yang juga terus sama tak bisa untuk diselesaikan, berputar terus hingga akhirnya saya pun muak dibuatnya. Ya, saya jenuh dan ini-lah titik puncaknya.
Saya ingat dengan sebuah teori tentang cara seseorang menerima pembelajaran. Otak kita punya batasan, yang pada umumnya di saat awal pembelajaran maka otak kita berada pada posisi yang siap untuk menerima segala apa yang akan disampaikan akan tetapi kemampuan otak itu ada massanya. Biasanya lebih dari satu jam maka otak kita akan lelah karena proses pembelajaran mau tidak mau pasti banyak menggunakan otak kiri karena otak kita lebih banyak mengolah kata-kata dan angka sehingga otak kanan kurang kita fungsikan. Dalam fase ini biasanya orang-orang mulai sering untuk mengantuk, menggambar sesuatu hal yang tak jelas atau mungkin melamun tinggi tak bertepi. Untuk mengembalikan agar otak kembali siap dan produktif maka kemudian dikenal sebuah istilah, sebuah metode, yaitu break. Break yang berarti istirahat, bisa berupa atau berbentuk sebuah istirahat secara nyata, tertawa atau yang paling efektif serta populer adalah melakukan senam otak. Karena dengan melakukan senam otak hal itu juga mampu utnuk menyeimbangkan otak kita sehingga kita mampu untuk berpikir lebih inovatif serta produktif. Apabila hal itu dilakukan maka otak kita pun akan kembali siap menerima pembelajaran. Dan rasa-rasanya itu-lah mungkin yang sedang saya alami sekarang. Diri ini berada dalam posisi lelah, butuh dan menginginkan sebuah break, untuk kemudian kembali lagi siap menjalani kehidupan dengan segala intrik dan ke-utopiannya.
Adapun kenapa saya tidak mau menyebutkan bahwa saya ini sedang galau karena hal itu disebabkan oleh ketidakjelasan dari makna galau itu sendiri, apabila galau diartikan sebagai suatu keadaan pikiran yang kacau balau sesuai dengan pengertian murninya, maka ya saya sedang galau. Tapi apa yang terjadi sekarang pemaknaan terhadap galau sudah semakin sempit dan bergeser hanya kepada urusan cinta semata. Saya akui saya memang mengalami permasalahan mengenai cinta karena lagi dan lagi saya gagal dalam menjalin sebuah kisah cinta. Kembali harus berakhir tidak manis, pahit getir. Tapi itu bukan penyebab utama keadaan saya yang seperti ini. Jauh sebelum kisah cinta saya berakhir, jauh sebelum itu, saya sudah merasakan jenuh itu datang menghinggap membebani pundak sedikit demi sedkit sehingga cinta pun tak lagi manis terkecup dan hancurnya hubungan cinta yang saya bina itu hanya menjadi bumbu utama yang membuat rasa jenuh menjalani kehidupan ini semakin bertambah nikmat terasa.
Jadi, rasa malas, jenuh, yang saya alami sekarang bukan semata karena masalah cinta tapi memang masalah cinta membuat segala rasa negatif itu semakin besar dan terus melanda. Kembali pada teori awal, bahwa saya harus melakukan break sehingga saya bisa kembali meraih semangat maka saya pun telah melakukan serangkaian kegiatan break tersebut karena sebenarnya perasaan seperti ini tidak datang untuk yang pertama kalinya karena seperti yang saya telah sebutkan di awal, hal seperti ini wajar terjadi. Maka saya pun melakukan hal-hal yang biasa saya lakukan, seperti tertawa, bercanda, bercengkrama, menontan bola, mendengarkan musik, merenungkan kembali status dan peran yang saya emban, memikirkan kembali cita-cita besar di depan, nikmat yang telah diberikan Tuhan tapi hal itu tetap tak mampu membuat semangat itu datang kembali, saya masih tetap merasa jenuh dan malas, bahkan untuk hal mengerjakan sebuah tugas, saya pun tetap merasa malas. Menjadi di luar kebiasaan dan ciri khas saya ketika saya harus menyelesaikan tugas tepat di saat akhir dan untuk hal yang sangat penting pun rasa jenuh dan malas itu terus menghinggap, untuk pertama kalinya saya menghadapi sebuah ujian, ujian tengah semester, tanpa persiapan tanpa sebuah proses yang baik hingga saya pun dibuat bingung dan kelabakan untuk menjawab segala soal yang ada bahkan untuk sebuah soal yang saya telah ketahui jawabannya, saya sungguh enggan untuk menuliskannya dan kemudian menjabarkannya. Damn!
Dengan proses seperti ini saya tidak akan kaget, kecewa apabila kemudian saya mendapatkan hasil yang tidak memuaskan. Perlu lebih dari sekedar keajaiban bagi saya mendapatkan hasil yang baik dengan segala persiapan yang minimal, hancur dan amburadul.
Ketika hobi untuk menulis, yang juga biasanya mampu untuk mengembalikan semangat, tapi hal itu pun tetap malas untuk saya kerjakan. Tiba-tiba saja otak ini seperti malas, enggan untuk mencurahkan segala ide dalam otak, semua terhenti mati tanpa inovasi. Padahal sungguh banyak hal yang ingin saya kemukakan, hal-hal yang secara jelas mengganggu dan mengusik hati dan berbagai pegalaman yang sepertinya layak untuk saya bagi. Tapi semuanya tertahan dan terhadang tembok besar bernama malas dan jenuh. Terlalu sibuk membuang waktu dan kalah oleh rasa malas!
Jadi apa sekiranaya break yang tepat untuk kembali mendapatkan semangat itu?
Apakah cinta?wanita?atau apa??
Komentar
Posting Komentar