Langsung ke konten utama

Zona Nyaman

SELASA, 7 JUNI 2016
21.00 WIB

Seharusnya dengan status sebagai seorang pegawai pusat di salah satu instansi yang menjadi tolak ukur pemerintahan terutama pemerintahan daerah, saya bisa berpikir secara makro dan mengetahui segala macam informasi berkenaan dengan isu-isu terhangat perihal problematika pemerintahan Indonesia. Itu idealnya.

Kenyataannya saya tidak atau belum mampu memiliki pola pikir seperti itu. Saya justru sering mengetahui informasi dari beberapa teman yang berada dan bekerja di daerah.

Hal itu sebenarnya wajar terjadi karena saya tidak bekerja di bagian yang secara langsung menangani urusan pemerintahan. Saya bekerja di bagian kesekretariatan, lebih spesifik lagi menangani urusan kepegawaian. Saya bertugas untuk melayani beberapa urusan kepegawaian pegawai di instansi saya bekerja. Jadi saya lebih banyak berkutat dengan urusan internal instansi dengan titik berat kepada pelayanan kepegawaian.

Akan tetapi alasan bekerja di sekretariat tak lantas menjadi sebuah argumen kuat untuk membenarkan fakta saya tak bisa untuk mengetahui informasi terhangat tentang jalannya pemerintahan. Di luar rutinitas, seharusnya saya bisa mengakses informasi sebanyak mungkin karena kedekatan jarak.

Tapi apa mau dikata, hampir satu tahun saya berada di instansi pusat, saya justru belum memiliki akses memadai terhadap informasi terkini pemerintahan.

Indikatornya adalah saya tak lagi banyak menuliskan opini serta kritikan yang dulu biasa saya lakukan. Rasa-rasanya dulu saya banyak memiliki referensi serta ide tentang isu-isu hangat pemerintahan. Tapi kini saya kok seperti kehilangan?

Kurangnya informasi sebagai salah satu referensi utama membuat tumpulnya daya analisis saya terhadap suatu permasalahan yang sedang terjadi. Pada akhirnya semua rutinitas mengarahkan saya pada zona nyaman.

Padahal tak sulit untuk menjadi seorang pegawai yang baik. Karena bekerja di pemerintahan berarti bekerja di sebuah lembaga eksekutif. Lembaga eksekutif mempunyai fungsi menjalankan peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh lembaga legisatif (Trias Politica) di samping tugas dan fungsi lainnya.

Jadi kita hanya perlu untuk membaca, memahami, serta terus memperbaharui pengetahuan tentang aturan/dasar hukum berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi yang kita miliki.

Sehingga jawaban utama kenapa saya tak mampu berpikir makro adalah karena kurangnya kemampuan serta keinginan saya untuk membaca, memahami dan memperbaharui aturan. 

Saya hanya unggul dengan sebuah label pegawai pusat tapi isi/kualitas saya tak lebih baik dari teman-teman saya yang bekerja di daerah.

#PMA

Komentar

  1. Semangat Adima, Keren juga bisa pindah kepusat. Abang juga pengen pindah kepusat, tapi asal pusatnya jangan dijakarta, jauhhh hehhee

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. Mung

Wahana Wyata Praja IPDN

Sejarah Singkat Wahana Wyata Praja Wahana Wyata Praja adalah organisasi internal Praja IPDN yang pada dasarnya mempunyai tugas dan fungsi sama dari tahun ke tahun, namun namanya berubah sesuai situasi dan kondisi pada masa angkatan tersebut. Nama organisasi praja yang terbentuk sejak awal berdirinya STPDN hingga IPDN adalah sebagai berikut: Manggala Corps Praja Angkatan I STPDN sampai dengan angkatan IV STPDN Organisasi ini bernama MANGGALA CORPS PRAJA, yang pimpinannya adalah Manggala Pati dengan tanda jabatan talikur berwarna merah, nama Manggala Corps ini hanya sampai pada angkatan IV saja, karena pada angkatan V organisasi internal Praja ini berubah nama menjadi WAHANA BINA PRAJA. Wahana Bina Praja Angkatan IV STPDN sampai dengan angkatan XVI STPDN Wahana Bina Praja ini pimpinannya bernama Gubernur Praja dengan tanda jabatan talikur berwarna biru lis kuning nestel dua, dari Wahana Bina Praja inilah mulai di bentuk berbagai instansi dan UKP yang di ang