AHAD, 18 SEPTEMBER 2016
11.14 WIB
Menyadari serta mengakui kekurangan/kelemahan yang dimiliki adalah
langkah awal untuk bisa memperbaiki dan menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Maka salah satu dari banyaknya hikmah yang mungkin ada dari penolakan ini
adalah saya harus mampu untuk bisa mengenyampingkan perasaan jumawa atau
berpikir serta membayangkan sesuatu hal yang belum terjadi secara berlebihan.
Entah cuma saya atau memang manusia pada umumnya juga seperti ini,
tapi untuk saya sendiri, ketika saya mempunyai suatu cita-cita dan sedang dalam
proses untuk mewujudkannya saya selalu membayangkan dan bahkan dalam beberapa
kasus bersikap seolah-olah cita-cita itu telah mampu saya dapatkan.
Padahal
fakta yang ada, sungguh saya masih dalam proses yang panjang untuk meraihnya. Mungkin
di satu sisi hal itu bukan sebuah permasalahan. Tapi kini, melalui sudut
pandang lain, saya melihat bahwa hal itu bukan sebuah kebiasaan yang patut
untuk dipertahankan.
Bertindak seolah-olah cita-cita telah saya raih padahal jelas masih
dalam proses, saya pikir adalah satu tindakan sombong. Karena jelas mendahului
apa yang nantinya akan ditakdirkan oleh Allah Swt. Bukankah kita sebagai
manusia hanya diwajibkan untuk berusaha dan berdoa? Jadi kenapa di awal harus
merasa sombong bahwa saya pasti akan mendapatkannya padahal belum tentu itu skenario-Nya?
Hikmah lainnya yakni saya harus bisa menerima argumen orang lain
secara utuh dan menyadari bahwa selalu ada proses panjang dari setiap
pengambilan keputusan.
Sesaat setelah penolakan itu saya terima, otak saya
mulai berontak. Hingga kemudian saya pun memberikan argumen kekecawaan
atas keputusan yang telah diungkapkan. Dan beruntung, ego itu bisa hilang lebih
cepat sehingga kalimat selanjutnya saya pun tersadar bahwa tidak mungkin
keputusan seperti itu diambil tanpa sebuah perhitungan. Pasti ada proses
dibelakangnya, yang saya mungkin tidak mengetahui tapi jelas harus mampu saya sikapi
secara bijaksana.
Dua hikmah di atas hanya contoh karena saya yakin semakin kita
mempelajari suatu peristiwa, terutama sebuah peristiwa yang tak sesuai harapan
maka akan semakin banyak pelajaran yang bisa kita petik dan akan menjadikan
kita menjadi pribadi yang lebih dewasa dalam bersikap. Bila hal ideal itu bisa
kita wujudkan, maka kita akan selalu bisa melewati masalah dengan baik.
Terlepas dari kedua hal itu, jujur saya semakin mengagumi sosoknya
tapi juga semakin menyadari bahwa saya rasa-rasanya sulit untuk mendapatkan
wanita dengan figur atau latar belakang agama yang kuat.
Karena walaupun kini
saya meng-klaim telah melakukan “hijrah”, tapi sungguh itu baru sebatas
permukaan. Jauh menyentuh ke kehidupan yang lebih dalam, nilai-nilai ajaran
Islam itu belum mampu saya kenakan secara utuh. Sedangkan dia telah lebih dulu
terhindar dari perkara-perkara yang abu-abu, apalagi haram.
Saya yang berharap mendapatkan wanita yang jauh lebih mengerti agama
dari saya, untuk bisa membantu saya keluar dari kehidupan yang masih penuh
dengan ketidakjelasan serta perkara yang jelas haram tapi terbungkus oleh
kemasan dunia seolah-olah boleh, ternyata memang belum bisa.
Wanita-wanita yang telah
taat dalam beragama memang tidak layak mendapatkan sesosok pria yang baru
meng-klaim “hijrah”, mereka tentunya ingin mendapatkan pria yang juga telah
mapan dalam beragama. Sama-sama telah terhindar dari segala macam urusan dunia yang tak jelas hukumnya.
Maka dengan perisitiwa ini saya pun bisa menyadari itu semua.
Peristiwa ini membuka dengan sangat jelas mata saya dalam melihat dunia. Bila kita belum bisa menjadi seperti atau setidak-tidaknya meneladani Ali bin Abi Thalib secara utuh maka tak mungkin atau tak layak bagi kita mengaharapkan seorang wanita dengan akhlak Fatimah az-Zahra. Sadar diri-lah, itu intinya.
Allahu’allam
#PMA
Yg penting terus berusaha memantaskan diri diks.
BalasHapusKeep istiqamah
terus berusaha dim..
BalasHapusInsyaa allah semuanya sudah disediakan.
tinggal bagaimana cara mengambilnya.. dengan cara yang halal atau haram
itu masing2 pribadi yang akan menentukan
terima ksih banyak atas dukungannya, mari tetap saling mendoakan...
BalasHapusKenapa bisa ditolak? Karena KPR?
BalasHapus