Artikel ini mulai ditulis pada hari Selasa tanggal 7 Zulkaidah 1443 H yang bertepatan dengan tanggal 7 Juni 2022 Masehi, pukul 10.17 WIB.
Bissmillah
walhamdulillah wa shallatu was sallam ala rasulillah.
Kami
sangat menyarankan agar anda terlebih dahulu membaca beberapa tulisan kami (sebagaimana
link terlampir di bawah) sebelum membaca tulisan ini, sehingga anda bisa
memahami konteks pembicaraan dalam artikel ini dengan baik:
a.
Beberapa
tulisan untuk memberikan gambaran tentang model karier di dalam birokrasi
Indonesia:
1)
SEKILAS
TENTANG PP 11/2017
https://noorzandhislife.blogspot.com/2017/04/sekilas-tentang-pp-112017.html
2)
Babak
Baru Karir Pegawai ASN (1)
https://noorzandhislife.blogspot.com/2019/11/babak-baru-karir-pegawai-asn-sebuah.html
3)
Babak
Baru Karier Pegawai ASN (2)
https://noorzandhislife.blogspot.com/2019/12/babak-baru-karir-pegawai-asn-seminar.html
4)
Refleksi
tentang Pola Karier
https://noorzandhislife.blogspot.com/2021/01/titik-jeda-sebuah-refleksi-tentang-pola.html
b.
Beberapa
tulisan untuk memberikan gambaran tentang model pemberian gaji bagi Pegawai ASN
di Indonesia:
1)
Transisi
http://noorzandhislife.blogspot.com/2015/10/transisi.html
2)
PNS
itu orang Kaya?
https://noorzandhislife.blogspot.com/2020/10/meluruskan-paham-bahwa-pns-itu-pasti.html
CPNS
MENGUNDURKAN DIRI
Beberapa
hari yang lalu Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) menjadi bahan pembicaraan di
kalangan masyarakat Indonesia. Sayangnya, pembicaraan itu bukan dalam konteks
positif sebentuk prestasi yang patut dibanggakan. Pemberitaan tentang CPNS yang
menyita perhatian banyak pihak justru datang dari sebuah kabar negatif, yaitu
banyaknya CPNS hasil penerimaan di tahun 2021 yang menyatakan mundur dari statusnya
sebagai CPNS.
Sebenarnya,
kasus mundurnya CPNS bukan sebuah hal yang baru di dalam tatanan birokrasi
Indonesia. Bahkan secara aturan, hal itu memang menjadi sebuah pilihan yang dilegalkan.
Bahkan mungkin, bila kita lihat dari perspektif yang lebih luas, yaitu dari
dunia kerja secara umum, baik di dunia pemerintahan maupun swasta, maka mundur
dari sebuah instansi adalah sebuah hal yang sangat lumrah.
Tapi,
kami pribadi melihat bahwa masalah ini, mundurnya CPNS hasil penerimaan di
tahun 2021, menjadi sebuah hal yang “besar” adalah karena narasi yang kemudian
dibawakan oleh banyak media mainstream di Indonesia, yaitu membenturkan
keputusan mundur CPNS dengan kerugian yang dialami oleh negara.
Karena
dalam proses penerimaan CPNS, semua proses seleksi tidak dipungut biaya alias
semuanya dibebankan kepada APBN/APBD, sehingga masing-masing peserta seleksi
hanya mengeluarkan biaya untuk kepentingan pemenuhan persyaratan yang bersifat
pribadi. Dan apabila kita lihat dari segi aturan yang ada, yaitu Romawi VI huruf
B angka 8 Peraturan BKN Nomor 14 Tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Pengadaan
PNS, disebutkan bahwa sanksi bagi CPNS yang mengundurkan diri pada saat
menjalani masa percobaan (satu tahun dari TMT CPNS-nya) dikenakan sanksi tidak
dapat mengikuti seleksi pengadaan PNS untuk 1 (satu) tahun anggaran penetapan
kebutuhan pegawai.
Mungkin
karena “lemah”nya sanksi yang akan didapatkan oleh CPNS, maka setiap CPNS dengan
mudahnya memilih untuk mundur. Dan apabila kita lihat arah kritikan media mainstream
yang ada, maka solusi dari masalah ini adalah mengatur ulang sanksi bagi CPNS
yang mengundurkan diri pada saat masa percobaan. Misalnya ditambahkan sanksi berupa
jumlah uang senilai gaji yang sudah dia dapatkan dan/atau senilai dengan jumlah
biaya proses seleksi yang telah dia lalui.
Akan
tetapi, kami pribadi melihat bahwa realita adanya CPNS yang mengundurkan diri
adalah sebuah keniscayaan dengan iklim birokrasi yang ada saat ini. Alih-alih
menyalahkan mereka yang mengundurkan diri, kami justru memandang harusnya hal
ini menjadi sebuah momen untuk melakukan instrospeksi diri.
Bukan
justru balik melakukan tindakan atau solusi yang bernada ancaman, yang justru
nantinya bisa membuat orang semakin enggan untuk menjadi Abdi Negara. Pemerintah
harus membuat kebijakan yang lebih humanis.
YUK,
BERBENAH!
Kita
harus melihat secara mendalam alasan kenapa para CPNS itu memilih untuk mengundurkan
diri. Karena tentu, asumsinya, kesalahan itu ada pada iklim birokrasi bukan
pada sisi CPNS-nya. Karena CPNS mau mendaftar dan ikut serangkaian proses
seleksi yang panjang, bermakna bahwa hukum asalnya mereka merasa tertarik
dengan dunia birokrasi Indonesia berdasarkan testimoni yang mereka dapatkan
(bukan pengalaman langsung).
Kemudian
setelah mereka akhirnya diterima dan langsung menjalani pengalaman sebagai CPNS
di dunia birokrasi, maka apa yang mereka bayangkan (berdasarkan testimoni)
langsung terbentur dengan kenyataan yang mereka rasakan secara langsung.
Dan
kami pikir, semua ahli MSDM akan sepakat bahwa dewasa ini, dengan semakin
pesatnya perkembangan teknologi, maka kebutuhan organisasi kepada SDM yang
handal semakin kuat dan mendesak. Bahkan persaingan itu semakin ketat antar
organisasi. Oleh karena itu, sudah bukan zamannya lagi organisasi hanya sekadar
duduk menunggu hadirnya SDM terbaik datang untuk melamar. Di zaman ini,
organisasi harus menjemput bola mencari talenta SDM terbaik untuk bekerja di
organisasinya.
Di
dunia swasta pun perpindahan SDM bergerak sangat cepat. Mereka saling “mengambil”
orang terbaik. Maka ketika kini, pemerintah justru lebih bersikap menyalahkan
CPNS maka kami pikir itu bukan sebuah langkah yang cerdas.
Lalu,
apa yang harus dibenahi?
Sependek
ilmu dan pengalaman yang kami miliki, maka dua hal yang biasanya menjadi daya
tawar organisasi bagi SDM adalah tentang pola karier dan besaran gaji yang akan
mereka dapatkan. Tapi, organisasi publik akan sangat sulit bila harus bersaing
dalam hal besaran gaji dengan organisasi swasta. Maka dalam hal pola karier
harus lebih ditekankan.
Hal
lain yang sebenarnya layak untuk dipertimbangkan adalah melakukan evaluasi
dalam hal rekrutmen CPNS. Dengan asumsi bahwa organisasi pemerintah tidak akan
mampu bersaing dalam hal besaran gaji dengan organisasi swasta, maka seharusnya
pemerintah harus mencari SDM yang tidak “mengutamakan” atau tidak berhasrat
dalam mencari materi. Apakah hal itu mungkin di zaman ini? Mungkin!
Setidaknya
secara teori hal itu sangat dimungkinkan. Karena ada teori yang disebut dengan Public
Service Motivation (PSM). Secara global, PSM adalah kecenderungan manusia
untuk mendapatkan kepuasaan secara immateri. Sehingga orang tersebut fokus untuk
memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat karena kepuasaan baginya adalah ketika
mampu memberikan manfaat bagi orang lain.
PSM
bukan sekadar khayalan karena faktanya sudah banyak jurnal ilmiah yang menulis
dan membuktikan hal itu. Maka idealnya, pemerintah Indonesia bisa untuk
melakukan kajian mendalam tentang hal itu. Sehingga faktor PSM bisa menjadi salah
satu indikator dalam proses seleksi CPNS di Indonesia.
Allahu’allam.
Terima kasih tulisannya bg Adima.
BalasHapusSebagai CPNS 2021, sy berharap bisa menjadi satu dari sekian banyak CPNS yg menerapkan prinsip PSM untuk memberikan pelayanan prima di lingkungan kerja. Semoga Allah mudahkan.
Aamiin, yang penting luruskan niat dan mantapkan prinsip. Jangan mudah terbawa arus.
Hapus