Langsung ke konten utama

Renungan dari Aktivasi Coretax

Kamis, 5 Rajab 1447 H / 25 Desember 2025

09.44 WIB


Bissmillah wa shallatu wa sallam ala rasulillah


Berdasarkan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 7 Tahun 2025 tentang Pendaftaran dan Aktivasi Akun Wajib Pajak serta Pembuatan Kode Otorisasi/Sertifikat Elektronik Melalui Sistem Inti Administrasi Perpajakan Direktorat Jenderal Pajak (CORETAX DJP) Mulai Tahun Pajak 2025 bagi Aparatur Sipil Negara, Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia, ditegaskan bahwa Seluruh ASN termasuk Calon Pegawai Negeri Sipil, prajurit TNI, dan anggota Polri melakukan pendaftaran pada Coretax DJP untuk mendapatkan akun wajib pajak, melakukan aktivasi akun wajib pajak dan memiliki Kode Otorisasi/Sertifikat Elektronik (KO/SE), paling lambat tanggal 31 Desember 2025.


Menindaklanjuti arahan tersebut, kami segera melakukan proses aktivasi sesuai dengan tutorial yang ada. Pada prosesnya, ternyata kami harus melakukan perubahan data nomor handphone (HP) karena nomor yang terdaftar dalam sistem pajak DJP adalah nomor yang sudah tidak kami gunakan. Dan, kami juga sudah tidak bisa mengingat nomor itu.


Long story short, kami akhirnya harus melakukan proses aktivasi Coretax dengan merubah data terlebih dahulu dan cara yang harus kami lalui adalah datang langsung ke kantor pajak pratama Sumedang.


Pada prosesnya, tidak ada hal besar yang kemudian mengganggu kami. Pelayanan yang kami dapatkan cukup baik, untuk ukuran standar sebuah birokrasi. Tapi memang, bila kita bandingkan dengan pelayanan yang diberikan oleh sektor swasta, maka rasa-rasanya masih sangat jauh. Wajar, bila mayoritas penduduk Indonesia masih sering kecewa terhadap apa yang diberikan oleh pemerintah.


Terkhusus tentang Pajak, memang seharusnya pelayanan yang diberikan harus bisa lebih "istimewa". Kenapa? Karena pajak adalah "pungutan paksa". Dalam kondisi normal, tidak ada satu pun masyarakat yang "rela" untuk membayar pajak. Pun, dalam pemahaman agama Islam yang saat ini kami pilih, pajak itu haram dan hanya bisa dilakukan dalam kondisi darurat.


Intinya, ketika fakta ilmiah dan realita di lapangan, sepakat mengatakan bahwa pajak itu "memberatkan" masyarakat, maka seharusnya negara hadir memberikan pelayanan yang terbaik dan memanjakan. Sehingga keterpaksaan masyarakat bisa di toleransi dengan perasaan nyaman dari pelayanan yang diberikan.


Kami tidak sedang bicara dari dampak pajak yang lantas akan didapatkan. Kami baru sekadar membahas dari sisi paling awal dari proses pajak itu sendiri. Karena menjadi ironi, ketika negara yang butuh pada masyarakatnya untuk membayar pajak, justru negara tidak maksimal dalam memberikan pelayanannya. Sedangkan di kutub yang berbeda, pihak swasta yang mereka menawarkan jasa atau produk yang jelas-jelas dibutuhkan oleh masyarakat, tapi mereka mampu memperlakukan masyarakat lebih dari sekadar "manusia", mayoritas pihak swasta memperlakukan konsumen sebagai "dewa", sehingga mereka terus kembali dan rela merogoh kocek lebih dalam untuk bisa mendapatkan jasa atau produknya.


Beberapa contoh yang dalam perspektif kami menunjukan kurang maksimalnya negara dalam memberikan pelayanan pajak adalah masyarakat selaku wajib pajak masih harus disuruh mengantri panjang ketika akan menunaikan kewajibannya. Program pemutihan pajak selalu hadir bagi mereka yang justru tidak taat membayar pajak, lantas apa reward bagi mereka yang setiap waktunya tepat waktu menunaikan pajaknya?


Hal-hal di atas hanya contoh kecil dari kurang maksimalnya pelayanan pajak di negeri ini, padahal negeri ini hidup dari pajak yang dibayarkan oleh masyarakatnya. Walhamdulillah, masyarakat di negeri ini sangat baik, dengan segala keluhan yang mereka sampaikan, mereka masih terus taat dan patuh pada segala aturan yang ada. Itu nyata terlihat, di panjangnya antrian ketika kami hadir untuk melakukan proses aktivasi coretax tempo hari.


Pada akhirnya, semoga Allah ta'ala berikan hidayah dan pertolongannya pada seluruh pemimpin di negeri Indonesia dan semoga Allah jaga negeri ini dalam kedamaian. Semoga Allah azza wa jala senantiasa memberikan bimbingan pada seluruh komponen masyarakat yang ada di Indonesia sehingga bisa hidup rukun dan taat pada aturan yang tidak melanggar syariat-Nya. Aamiin.


Wallahu'allam.

Selesai ditulis pada hari Kamis, 5 Rajab 1447 H yang bertepatan dengan tanggal 25 Desember 2025 pada pukul 10.25 WIB.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jiwa Kepemimpinan yang Baik (Bagian Ketujuh)

AHAD, 10 MUHARAM 1447 H // 6 JULI 2025 12.41 WIB Bissmillah wa shallatu wa sallam ala rasulillah Jiwa Kepemimpinan yang Baik (Bagian Pertama)  1. Membagi tugas. 2. Menjadi mentor. Jiwa Kepemimpinan yang Baik (Bagian Kedua)  3. Pengambilan Keputusan (Decision-making). Jiwa Kepemimpinan yang Baik (Bagian Ketiga)  4. Tidak Terlalu Membutuhkan pada Bawahan. Jiwa Kepemimpinan yang Baik (Bagian Keempat)  5. Jujur. Jiwa Kepemimpinan yang Baik (Bagian Kelima)  6. Menciptakan dan/atau membangun sebuah iklim birokrasi/proses kerja sesuai dengan yang dia inginkan/ucapkan/janjikan. Jiwa Kepemimpinan yang Baik (Bagian Keenam)  7. Teladan Pimpinan dan Konsistensi Penerapan Aturan Jiwa Kepemimpinan yang Baik (Bagian Ketujuh) 8. Regenerasi Di dalam sebuah organisasi yang baik harus memiliki pembagian tugas yang jelas sehingga masing-masing orang yang ada di dalam organisasi tersebut bisa melakukan identifikasi serta bertindak sesuai dengan tugas yang telah mereka miliki. ...

D-IV atau S1 ?

Suatu malam pada hari Sabtu , tanggal 14, bulan Januari , tahun 2012, berlatar tempatkan teras masjid Al-Ilmi IPDN Kampus Kalimantan Barat, terjadi satu percakapan ringan sangat sederhana tapi kemudian mampu untuk membuat otak ini menjadi rumit karena terus memikirkan substansi dari apa yang diperbincangkan itu, terlalu rumit sehingga saya pikir perlu untuk dituangkan dalam sebuah narasi penuh kata, tidak berpetuah dan tidak juga indah. Tapi cukup-lah untuk sekedar berbagi ide dan informasi yang pastinya tidak sesat. Dan ini-lah percakapan singkat itu : HP ( inisial teman saya ) : “Dim, kamu lebih milih mana, S.IP atau S.STP ?” Saya : “mmm….pengennya sih S.IP” HP : “Kenapa, Dim? Kata orang kan kalo S.STP tuh lebih baik buat karir dan kata orang juga S.IP tuh lebih condong buat jadi dosen.” Saya : “Wah gak tau sih kalo masalah yang kayak gitunya, tapi saya ingin S.IP karena yang saya tau S.IP itu lebih mudah untuk nantinya kita mau nerusin ke S2, nah kalo S.STP itu gak semua unive...

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da...