Langsung ke konten utama

Api-Asap, Sebab-Akibat

Mendekati pertengahan tahun, biasanya para remaja, anak-anak dan orang tua disibukan dengan sebuah masalah, yaitu masalah pendidikan, untuk melanjutkan pendidikan mereka. Satu hal yang selalu menjadi pembicaraan hangat adalah tentang bagaimana lulusan SMA/MA/SMK dan yang sederajat untuk bisa masuk Perguruan Tinggi/PT yang sesuai dengan keinginan mereka atau mungkin keinginan orang tua mereka.

Ini selalu menjadi topik utama setiap tahunnya, terutama bagi mereka yang secara pribadi memang sedang atau akan mengalaminya. Seiring perkembangan zaman, meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, dalam hal ini meneruskan pendidikan di PT, yang memang merupakan impian setiap orang, bukanlah suatu perkara mudah. Zaman berganti diiringi dengan jumlah populasi yang semakin membludak dan ketika jumlah populasi tinggi maka sebuah persaingan adalah sebuah kenyataan yang tak bisa kita tolak atau hindari. Bisa dipahami memang alasan kenapa orang begitu ngotot untuk bisa masuk PT, terlebih masuk PTN/Perguruan Tinggi Negeri favorit yang jelas-jelas telah mempunyai reputasi besar dan nama baik. Ada harapan dan cita-cita yang mereka pertaruhkan di sana, ada sebuah masa depan yang coba mereka rangkai dan persiapkan di sana, walaupun tak sedikit ada gengsi dan harga diri yang coba mereka pertahankan atau bahkan mereka tingkatkan di sana. Terlepas dari apapun alasan mereka, persaingan adalah sesuatu hal yang harus mereka hadapi.

600 RIBU UNTUK 2,4 JUTA
Secara statistik/data, aroma persaingan sudah sangat terasa ketika Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) mengeluarkan data bahwa sekitar 2,6 juta siswa SMA/MA/SMK dan yang sederajat yang ada di Indonesia telah dinyatakan lulus dan siap untuk meneruskan pendidikan mereka. Tapi di lain pihak, PTN dan PTS yang merupakan tujuan dari kebanyakan siswa tersebut hanya menyediakan tempat sebanyak 600 ribu. Okay, angka-angka tersebut memang bukan angka pasti, masih merupakan hitungan kotor yang belum memperhitungkan segala faktor lainnya. Tapi sekali lagi, data tersebut sudahlah cukup bagi kita untuk tau betapa persaingan itu sangatlah nyata dan kita harus bersiap untuk itu.

BERSAING ?
Ya, mau tidak mau, bagi mereka yang ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi memang harus menyiapkan dirinya sebaik mungkin untuk menghadapi kerasnya persaingan. Tapi sebenarnya, bila kita mau jujur, persaingan yang ada sekarang adalah sebuah persaingan karena banyaknya peminat yang tidak terfasilitasi dengan banyaknya tempat yang disediakan. Terkadang antara kuota dan pendaftar sangatlah tidak rasional. Lalu munculah sebuah fakta atau sebuah akibat dari persaingan itu yang sebenarnya tidak terlalu mengenakan karena ternyata dan bahkan sudah menjadi rahasia umum, sebuah persaingan memasuki sebuah PT untuk meneruskan pendidikan, bisa dilalui dengan cara di luar pendidikan, yang ironinya justru memakai nama "Pendidikan", yaitu atas nama "Sumbangan Pendidikan". Mari kita coba ilustrasikan : Misalnya di sebuah PT hanya menyediakan 10 tempat saja, tapi pendaftar yang ingin memasukinya mencapai 100 orang. Itu berarti secara kasar, 1 tempat diperebutkan oleh sekitar 10 orang. Bagi mereka yang mempunyai kepintaran di atas rata-rata bukanlah hal yang sulit untuk bisa mendapatkan nilai sempurna, untuk dapat meraih peringkat tertinggi dan masuk PT tersebut dengan mudah. Tapi bagi mereka yang tak benar-benar pintar, kemungkinan mereka untuk mendapat nilai yang sama satu sama lainnya sangatlah besar dan ketika banyak orang yang memilki atau mendapatkan nilai yang sama, apa yang terjadi selanjutnya?bagaimana cara memutuskannya? Ada orang yang menyebutkan faktor "Lucky" bermain di sana, ada yang mencoba menerapkan kata "Kolusi", dan ada pula yang memakai besarnya "Sumbangan Pendidikan".

Yupz, kita tidak bisa menyalahkan siapa pun, karena tak akan ada asap bila tak ada api, tak akan ada akibat tanpa adanya sebab. Fakta ini menunjukan pendidikan kita hanya ramah untuk mereka yang Benar-benar Pintar atau Benar-benar Kaya.
PEACE and CHEERS!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. Mung

Wahana Wyata Praja IPDN

Sejarah Singkat Wahana Wyata Praja Wahana Wyata Praja adalah organisasi internal Praja IPDN yang pada dasarnya mempunyai tugas dan fungsi sama dari tahun ke tahun, namun namanya berubah sesuai situasi dan kondisi pada masa angkatan tersebut. Nama organisasi praja yang terbentuk sejak awal berdirinya STPDN hingga IPDN adalah sebagai berikut: Manggala Corps Praja Angkatan I STPDN sampai dengan angkatan IV STPDN Organisasi ini bernama MANGGALA CORPS PRAJA, yang pimpinannya adalah Manggala Pati dengan tanda jabatan talikur berwarna merah, nama Manggala Corps ini hanya sampai pada angkatan IV saja, karena pada angkatan V organisasi internal Praja ini berubah nama menjadi WAHANA BINA PRAJA. Wahana Bina Praja Angkatan IV STPDN sampai dengan angkatan XVI STPDN Wahana Bina Praja ini pimpinannya bernama Gubernur Praja dengan tanda jabatan talikur berwarna biru lis kuning nestel dua, dari Wahana Bina Praja inilah mulai di bentuk berbagai instansi dan UKP yang di ang