Langsung ke konten utama

NEVER GIVE UP


Senin, 27 Mei 2013
10.00 WIB


Lagi dan lagi saya akan mencoba menampilkan sebuah tugas. Tugas hasil karya sendiri berbentuk sebuah tulisan, mencoba ilmiah sebagai konsekuensi seorang peserta didik dalam dunia akademisi. Segalanya harus bisa untuk dipertanggungjawabkan. Mengenyampingkan segala kebenaran intuisi, mengutamakan data yang faktual, valid, bisa untuk diselidiki.
 

Kenapa saya jadi begini? Begitu bernafsu dengan segala macam yang berbentuk ilmiah?
Karena saya sungguh malu, saya telah mengikuti sebuah lomba penulisan karya tulis ilmiah, tapi apa yang saya lakukan masih jauh dari metode ilmiah. 

Apa yang saya tulis masih sangat mengalir, tanpa ada kerangka berpikir. Tidak mendalam, tidak ada fokus dan lokus yang jelas. Sangat normatif dengan bahasa bombastis, tak begitu baku.
 
Ahh, saya berlindung di bawah ketiak “pengalaman pertama”, awalnya begitu. 

Tapi saya pun lantas menyadari, tak bijak rasanya selalu mencari pembenaran ketika kita sepenuhnya salah. Tak baik sepertinya selalu mencari alasan ketika kesalahan itu murni kita berbuat sendiri.
 
Mencoba membesarkan hati, mencoba menelan ludah tanpa tersedak, mencoba menahan emosi, dan mencoba tetap merasionalkan akal. Saya pun dengarkan segala masukan/kritikan yang datang mengalir deras. Ada yang mencoba membungkusnya dengan bahasa halus, ada juga yang menumpahkannya dengan bahasa apa adanya. Semua sama, substansi sama, hanya redaksi kata yang berbeda.

Lalu apa selanjutnya? 

Mata, kepala, dan hati saya lebih terbuka. Bahwa saya senang untuk menulis memang benar adanya, tapi ketika tulisan saya itu telah benar adalah perkara lain. 

Saya ternyata terlalu terbuai dengan pujian, saya terlalu sering mendengar pujian atau pujian itu yang terlalu sering menampakan dirinya ke permukaan atau saya selalu beruntung menampilkan “tulisan” ketika orang-orang memang ingin memuji saya.

Akibatnya saya merasa bahwa saya telah hebat. Ukuran “tau diri dan tau batas” yang saya pegang menjadi tinggi. Sehingga ketika ada sebuah moment, saya ambil moment tersebut karena merasa mampu dan saya pun mau. ( baca : kemampuan dan kemauan ) tapi ternyata saya belum mampu, saya belum “tau diri dan tau batas”.

Saya seharusnya lebih banyak mendengar masukan atau kritikan atau cacian atau hujatan. Atau seharusnya saya tidak selalu beruntung menampilkan ”tulisan” sehingga kritikan-lah yang akan datang. Atau seharusnya hewan bernama kritikan, cacian, hujatan itu sering untuk keluar dan memangsa saya. Adakah umpan untuk itu?
 
Tapi saya yakinkan disnini : saya tidak menyerah!! 

Walau beberapa kali sepertinya “meyerah” menjadi sebuah pilihan yang manis untuk dilakukan. Terlihat begitu menggoda dengan bentuk yang memunculkan nafsu mengakhiri semua.
 
Tapi akal sehat saya berkata lain dan segera untuk mengambil alih semua. Saya justru merasa terpacu untuk lagi, lagi, lagi, dan lagi menulis karya lain yang lebih menampilkan ke-ilmiahan-nya. 

Hasrat saya bulat dan penuh : saya ingin mendapatkan label penulis. Saya ingin orang bisa mengakui apa yang saya tuliskan. Saya ingin apa yang saya tuliskan bisa menjadi sebuah referensi.
 
Jadi ... 
terima kasih banyak kritikan, cacian, hujatan. 
terima kasih banyak telah datang, dan merobek kepercayaan diri saya. 

Saya akan mengalahkan kalian semua, mungkin tidak sekarang tapi yakin-lah itu akan ada di suatu masa, di masa depan.

Semua orang ada massanya, semua massa ada orangnya.

#PMA all day, guys!

Komentar

  1. ayo semangat..hidup adalah pembelajaran untuk memperoleh kehidupan yang lebih dalam pandangan dunia dan juga dalam pandangan ALLAH...salam :-)

    BalasHapus
  2. @BlogS of Hariyanto : terima kasih pak, semoga saya bisa seperti itu pak.

    BalasHapus
  3. haduh, kalo kamu aja masih dicaci apalagi diriku, mungkin statement untuk ku yang paling tepat :

    " aku akan menyayangi kalian semua"

    wkwkwkk.....
    #nevermind

    BalasHapus
  4. 'never-ending spirit' yang dulur punya agaknya boleh ditularkan kepada saya lur hehe..

    ganbatte ne lur ! :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. Mung

Wahana Wyata Praja IPDN

Sejarah Singkat Wahana Wyata Praja Wahana Wyata Praja adalah organisasi internal Praja IPDN yang pada dasarnya mempunyai tugas dan fungsi sama dari tahun ke tahun, namun namanya berubah sesuai situasi dan kondisi pada masa angkatan tersebut. Nama organisasi praja yang terbentuk sejak awal berdirinya STPDN hingga IPDN adalah sebagai berikut: Manggala Corps Praja Angkatan I STPDN sampai dengan angkatan IV STPDN Organisasi ini bernama MANGGALA CORPS PRAJA, yang pimpinannya adalah Manggala Pati dengan tanda jabatan talikur berwarna merah, nama Manggala Corps ini hanya sampai pada angkatan IV saja, karena pada angkatan V organisasi internal Praja ini berubah nama menjadi WAHANA BINA PRAJA. Wahana Bina Praja Angkatan IV STPDN sampai dengan angkatan XVI STPDN Wahana Bina Praja ini pimpinannya bernama Gubernur Praja dengan tanda jabatan talikur berwarna biru lis kuning nestel dua, dari Wahana Bina Praja inilah mulai di bentuk berbagai instansi dan UKP yang di ang