Langsung ke konten utama

Sadar diri, Otda, dan UU Pemerintah Pusat

SABTU, 9 JANUARI 2016
14.36 WIB
 
Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap manusia adalah kemampuan untuk mengenali segala potensi dan kelemahannya. Hal itu biasa saya sebut dengan kemampuan "sadar diri".
 
Ini merupakan hal yang tidak bisa untuk dipandang sebelah mata. Bila tak mampu mengaturnya maka akan berbahaya.
 
Terlampau kecil takarannya akan menyebabkan kurangnya rasa percaya diri, namun apabila yang terjadi adalah sebaliknya, akan membuat seseorang tak tau diri.
 
Faktanya memang banyak diantara kita tak mengenal siapa diri kita sebenarnya. Kita tidak mengetahui apa yang menjadi kelemahan dan kelebihan yang kita miliki, sehingga kita hanya hidup secara pragmatis di zona nyaman mengikuti orang kebanyakan.
 
***
 
Pada tulisan saya yang berjudul Mutasi, salah seorang senior yang saya kenal melalui media sosial, blogger, menyempatkan untuk memberikan komentar.
 
Komentar tersebut kurang lebih menyatakan bahwa dia meminta saya untuk menulis tentang perbandingan Undang-undang (UU) tentang Pemerintahan Daerah (Pemda) yang sekarang berlaku dengan UU Pemda terdahulu.
 
Di satu sisi  saya merasa terhormat ketika seorang senior, yang saya tau sebenarnya memiliki kemampuan menulis di atas saya, mau untuk sekedar membaca dan bahkan meminta saya untuk menulis sesuatu hal yang ingin dia ketahui.
 
Tapi saya pun "sadar diri", saya belum memiliki kemampuan yang mumpuni, baik dari segi ilmu dan pengalaman, untuk menuliskan tulisan khusus perbandingan UU.
 
***
 
Otonomi daerah menjadi sesuatu yang selalu saya ikuti perkembangannya. Otonomi daerah mempunyai daya tarik tersendiri bagi saya. Akan tetapi karena keterbatasan ilmu dan rasa malas, saya belum mampu mengupas permasalahan otonomi daerah secara dalam hingga melahap banyak buku referensi. Saya hanya membahasnya melalui tulisan-tulisan opini dengan argumen seadanya.
 
Beberapa tulisan tersebut yakni :
Bila harus membuat sebuah tulisan perbandingan yang lengkap membahas bab, pasal, hingga ayat secara menyeluruh, saya belum bisa untuk melakukannya. Saya lebih memilih menulis secara umum, seperti keenam tulisan yang saya sebutkan di atas.
 
***
 
Ketika saya membaca ulang 6 (enam) tulisan saya berkenaan dengan otonomi daerah, saya dapati satu fokus utama yang selalu saya permasalahkan, yakni bentuk otonomi daerah di Indonesia masih setengah hati.
 
Terdapat perbedaan yang sangat jauh antara teori, aturan yang dibuat, dan kondisi nyata praktek pelaksanaan aturannya.
 
Hal tersebut sebenarnya sebuah permasalahan klasik. Permasalahan antara "yang seharusnya" dan "yang senyatanya".
 
Akan tetapi bagi saya, dalam konteks otonomi daerah, Pemerintah Indonesia seperti "sengaja" untuk menjalankan apa yang telah diatur dalam UU secara setengah-setengah.
 
Perbaikan positif yang ada dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 (yang kini sedikit mengalami perubahan sesuai dengan UU No. 2 Tahun 2015), telah berusaha untuk secara gamblang dan tegas tanpa malu-malu menyebutkan spesifik apa yang menjadi kewenangan pusat dan daerah.
 
Akan tetapi Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian, masih "melanggar" ketentuan tersebut. Mereka masih nyaman mengintervensi dengan membuat berbagai kebijakan teknis yang berpotensi untuk terjadi tumpang tindih di daerah.
 
Saya kembali tertarik untuk menghangatkan dan menghidupkan wacana pembentukan UU tentang Pemerintah Pusat. Suatu UU yang secara substansi sama dengan UU Pemda, akan tetapi tentu dalam konteks pelaksanaan Pemerintahan di tingkat Pusat. 
 
Sebuah UU yang akan menjadi acuan/dasar untuk pembentukan Kementerian/Lembaga negara, MPR/DPR/DPD, dan seluruh lembaga pusat lainnya.
 
Di dalam UU Pemerintah Pusat tersebut nantinya akan mengatur kedudukan, kewenangan, dan hubungan koordinasi serta hierarkis antar Kementerian/Lembaga yang ada di Pusat. Sehingga jelas siapa yang mengatur, siapa yang diatur, siapa yang bertindak sebagai koordinator, siapa yang bertindak sebagai eksekutor.
 
Hal ini saya anggap penting karena akan membuat setiap lembaga yang ada di Pusat "sadar diri".
 
Karena apabila dilihat dalam sudut pandang UUD 1945, seharusnya Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Pertahanan berada di garda terdepan dan menjadi poros Pemerintahan Pusat.
 
Mengapa? Karena ketiga Kementerian tersebut disebutkan secara jelas dalam UUD 1945 akan bersama-sama menjalankan Negara Kesatuan Republik Indonesia ketika Presiden dan Wakil Presiden tidak bisa menjalankan tugasnya karena satu dan lain hal seperti yang disebutkan dalam Konstitusi.
 
Akan tetapi karena tidak adanya UU yang mengatur secara tegas perihal tersebut, tidak adanya UU yang mengatur susunan dan struktur organisasi Pemerintah Pusat secara menyeluruh, sehingga hal itu menjadi bias.
 
Berbeda halnya dengan Pemda, karena telah memiliki aturan mengenai pelaksanaan pemerintahannya, jelas kewenangan dan kedudukannya, sehingga, setidak-tidaknya, pelaksanaan pemerintahan di daerah lebih tertata terutama dalam hal hierarkis.
 
Jadi, siapa tau dengan dirumuskannya UU mengani Pemerintah Pusat bisa juga berakibat baik terhadap pelaksanaan Otonomi Daerah. Dan semoga saya bisa untuk mencurahkan ide berkenaan dengan UU Pemerintah Pusat di tulisan selanjutnya.
 
#PMA

Komentar

  1. Salah tuw, mana ada kemampuan menulis ane lebih bgus dri yg punya lapak. :))

    Satu yg paling kerasa saat sudah kembali ke daerah yaa ituu.. inpoh perubahan/ perkembangan peraturan seputar pemerintahan menjadi lambat. Kalau di kampus, terasa betul up to date nya. Apalgi klo dosennya dapat pak mohaddam labolo (kakak purna juga) Insya allah bakal dapat inpoh teranyar terus. Kalo sekarang bukan kita2 yg inisiatif mencari, haqqul yaqiin inpoh2 semacam ini pasti tau belakangan. Di tempat sy yah, entah di t4 lain. Saya bahkan bru 2-3 bulan belakangan ini baru tau kalo uu pemda terbaru sdh di revisi lagi. Faraahh..

    Saya harusnya berterima kasih, keberadaan blog2 semacam yg ini, sekalipun belum lengkap tapi bisa jdi sumber inpoh yg baik. Semacam nitizen journalis, alarm untuk setiap perkembangan situasi terkait pelaksanaan pemerintahan. Thanks anyway. Tulisannya sy bookmark dlo. Next time, yg 6 tadi bakal dibaca baik2. :))

    BalasHapus
  2. siap kak, senang apabila ternyata saya bisa membantu hehe
    by the way, pak muhadam kan punya blog kak?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. Mung

Wahana Wyata Praja IPDN

Sejarah Singkat Wahana Wyata Praja Wahana Wyata Praja adalah organisasi internal Praja IPDN yang pada dasarnya mempunyai tugas dan fungsi sama dari tahun ke tahun, namun namanya berubah sesuai situasi dan kondisi pada masa angkatan tersebut. Nama organisasi praja yang terbentuk sejak awal berdirinya STPDN hingga IPDN adalah sebagai berikut: Manggala Corps Praja Angkatan I STPDN sampai dengan angkatan IV STPDN Organisasi ini bernama MANGGALA CORPS PRAJA, yang pimpinannya adalah Manggala Pati dengan tanda jabatan talikur berwarna merah, nama Manggala Corps ini hanya sampai pada angkatan IV saja, karena pada angkatan V organisasi internal Praja ini berubah nama menjadi WAHANA BINA PRAJA. Wahana Bina Praja Angkatan IV STPDN sampai dengan angkatan XVI STPDN Wahana Bina Praja ini pimpinannya bernama Gubernur Praja dengan tanda jabatan talikur berwarna biru lis kuning nestel dua, dari Wahana Bina Praja inilah mulai di bentuk berbagai instansi dan UKP yang di ang