Semua yang telah terjadi,
tak sepantasnya kita sesali.
Apalagi menentang, melawan takdir yang terjadi.
Karena sungguh, itulah yang terbaik dari Illahi.
Selama hampir setahun kau berjuang,
melawan kerasnya penyakit jantung yang kau dera.
Dan umur pun menjadi penyakit kedua untuk mu.
Tapi, tekad mu kuat untuk bertahan hidup.
Segala daya upaya kau lakukan,
dibantu oleh isteri, anak, cucu dan saudara.
Mereka semua ikut membantu,
walau hati tetap pesimis.
"Umur menjadi kendala", ucap mereka lirih.
Di usia senja, kematian memang semakin terlihat jelas.
Entah dengan datangnya sebuah penyakit,
atau bahkan menusuk tiba-tiba ke dalam diri.
Tapi, kita adalah manusia,
yang hanya wajib berusaha.
Bila memang mampu secara materi, kenapa tidak mencoba segala macam obat?
Karena dengan ikhlasnya kita yang membantu,
merupakan pahala yang kela karenaya kita akan dibantu.
Tapi terlepas itu semua.
Terlepas dari semua rasa pesimis yang ada.
Kau, kami tetap berjuang semangat.
Padahal tidak ada lagi cita-cita dunia yang kau kejar.
Semua telah kau dapatkan.
Bila materi bukan menjadi ukuran.
Hingga akhirnya, kau terbaring di Rumah Sakit.
Masih terus mencoba melawan sakit.
Dan aku menemani, bermaksud untuk menjadi cucu yang baik.
Tapi ternyata di saat terakhir, di malam sebelum kau tiada.
Aku tak bisa menjadi baik,
bukan karena aku tak bisa menemani.
Tapi karena sifat ku yang tak baik,
di balut ego kesenangan pribadi.
Huft...
Padahal kau beberapa kali menunjukan sayang mu padaku.
Tapi aku tak pernah bisa menunjukan itu pada mu.
Dan bahkan di saat terakhir sekalipun.
Ku memang bisa bersamamu, melihat dan memegang wajah mu,
tapi ego ku terlalu besar untuk menjadi seseorang yang baik...
Maafkan aku ya Allah..
Maafkan aku, Aki...
I really love you, I just can't say it or show it tou you. It all just because of my fuckin' ego!
Innalillahi wa inna Illaahi roji'un...
Innalillahi wa inna Illaahi roji'un. Saya turut berduka cita A'Dima.
BalasHapusTerima kasih banyak ya!
BalasHapus