Langsung ke konten utama

GET REAL, PLEASE!

WHY CAN'T YOU LIVE WITHOUT THE ATTENTION?
Jarak bukanlah masalah di zaman Globalisasi seperti sekarang ini. Dengan semakin canggihnya alat komunikasi, jarak bukan lagi menjadi sebuah halangan bagi kita semua untuk bertegur sapa. Tidak hanya dengan keluarga, teman, kekasih, bahkan dengan orang-orang yang kita tidak kenal sekalipun, komunikasi dewasa ini amat mudah kita lakukan. Tapi, layaknya dua sisi mata pisau, komunkasi yang dalam hal ini diwakili oleh situs jejaring sosial, mempunyai dua sisi yang berlawanan. Tak bisa kita pungkiri, karena itulah konsekuensi logis sebuah penemuan atau lahitnya suatu alat/barang baru.

Dan sebagai manusia, kita sudah seharusnya menyikapi kedua akibat tersebut, positif dan negatif, secara utuh dan dengan bijak. Masih hangat dalam ingatan kita, banyak bermunculan kasus kriminal, penculikan/perkosaan/dan lain senagainya, yang terjadi akibat terjadinya sebuah interaksi antara dua insan yang tak saling mengenal di salah satu situs jejaring sosial paling populer sekarang ini, yaitu Facebook dan yang cukup menyita perhatian warga Indonesia adalah kasus dimana ada siswa yang secara terang-terangan menghina dan sedikit "mengancam" akan membunuh guru mereka sendiri.
Dengan munculnya banyak kasus, masyarakat yang dalam hal ini dimobilitasi oleh dramatisasi opini media, mulai resah dengan kehadiran situs jejaring sosial. Mulai banyak orang yang berani berkoar agar dibuat aturan khusus dalam menyikapi masalah dan efek negatif dari hadirnya situs jejaring sosial tersebut dan bahkan tak sedikit yang bersifat lebih ekstrem dengan meyuarakan agar semua situs jejaring sosial, Facebook/Twitter/MySpace/Friendster/dan lain sebagainya, ditutup atau dilarang di buka dan digunakan di Indonesia.

Suara-suara keras banyak bermunculan menyikapi fenomena tersebut, ada yang mendukung dan tentu saja ada yang menolak. Yang jelas peristiwa tersebut amat mengagetkan semua pengguna situs jejaring sosial tersebut, apalagi dengan fakta bahwa pengguna situs jejaring sosial di Indonesia, Facebook khususnya, mampu mendududki peringkat ketiga dunia. Mmm...entah sesuatu yang membanggakan atau sesuatu yang justru memalukan.
Tapi, satu hal yang pasti dan harus kita sadari adalah, kita bagaimanapun juga tidak bisa dan sangat lah tidak bijak bila menyalahkan sepenuhnya pada sebuah situs jejaring sosial tersebut atas apa yang telah terjadi. Karena, apakah kita akan menyalahkan sebuah pisau bila pisau itu digunakan seseorang untuk membunuh seseorang lainnya?

Kita harus bersyukur mampu hidup atau diberi kesempatan hidup di zaman seperti ini, dimana teknologi sangat membantu kita dalam menjalani beratnya hidup. Teknologi membuat semuanya terasa lebih mudah untuk kita jalani. Begitu juga dengan situs jejaring sosial yang ada sekarang ini, situs-situs tersebut membuat kita lebih mudah mendekatkan diri dengan teman-teman kita dan lebih jauhnya berkenalan dengan orang-orang yang tentu saja awalnya tidak kita ketahui. Di dalamnya kita bisa berbagi cerita, pengalaman, saling bertukar pikiran dan mungkin menjalin persahabatan bahkan percintaan. Semua hal yang kita anggap mustahil kini menjadi sebuah hal mudah untuk kita lakukan. Dan persoalan pun muncul, ketika kata "terlalu" mulai melekat pada semua pengguna situs jejaring sosial di seluruh dunia. Mereka menjadi seperti seorang yang ketagihan untuk selalu membuka akun pribadi mereka, mereka mulai menghabiskan waktu mereka hanya untuk bersosialisasi semu dengan semua teman-teman semu nya.
Bagaimanapun juga, sesuatu hal perlu dan harus ada batasnya. Kita sebagai manusia, harus mampu mengatur "benda" tersebut, bukan justru"benda" tersebut mengatur kehidupan kita, manusia yang jelas mempunyai akal dan pikiran.

CENTER OF ATTENTION
Mulai terjadi pergeseran moral dan pembentukan karakter baru pada setiap pengguna situs jejaring sosial yang tidak mampu mengendalikan hasrat mereka. Dari awalnya mereka hanya saling berbagi sesuatu yang bersifat umum, kini mereka mulai haus dan menginginkan banyak nya perhatian dari orang, yang justru kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang tak mereka ketahui. Mereka saling berkompetisi untuk mempunyai banyak "teman", yang walaupun mereka tak kenal dan tak seditpun rasa untuk ingin saling mengenal. Tak berhenti di situ, guna mendapatkan banyak nya perhatian di dunia maya tersebut, mereka mulai berbagi atau menceritakan sesuatu hal sebetulnya sangat pribadi dan sensitif. Dan tak sedikit dari mereka justru mengambil jalan sebaliknya untuk mendapatkan perhatian itu, mereka menuliskan hal-hal yang berbau porno, menghina, kata-kata kotor penuh amarah, meghasut untuk melakukan hal-hal yang negatif dan bahkan mengumumkan setiap perilaku atau aktifitas negatif mereka yang sebetulnya amat tak layak untuk menjadi konsumsi publik, terlebih lagi kepada mereka yang tak mereka kenal.Dari sini mulai terlihat jelas, bahwa di zaman sekarang, privasi bukanlah menjadi sebuah hal yang patut kita hargai atau banggakan. Semua orang dengan bangga memperlihatkan atau memberitahukan hal-hal privasi mereka, hal-hal buruk yang mereka lakukan dan dosa yang telah mereka lakukan kepada khalayak luas, hanya untuk mendapatkan sebuah perhatian.

SEDIKIT SOLUSI
Tak ada salahnya untuk saing berbagi karena itulah hakikatnya hidup. Kita harus mampu berbagi pengalaman dengan orang lain, agar pengetahuan kita bertambah dan kita pun mampu mempelajari sesuatu hal dari pengalaman orang lain. Saling bertukar pikiran, saling memberi masukan, memberikan motivasi, menghibur dan semua kegiatan positif lainnya. Dan kita pun tak bisa memungkiri bahwasannya kita memang selalu membutuhkan sebuah perhatian. Tapi yang perlu kita ingat di sini adalah kita harus mampu menyikapi sesuatu nya secara utuh dan secara bijak, kita harus mampu berpikir panjang sebelum kita berbagi sesuatu. Apakah hal ini layak untuk diketahui orang lain? apakah hal ini tak akan menyakiti oarang lain? apakah memang hal ini tak akan menganggu hak orang lain??
Intinya, situs jejaring sosial yang ada, harus mampu membentuk kita menjadi seseorang yang bersikap dewasa. Jangan biarkan kita gadaikan privasi kita hanya untuk sebuah ketenaran di sebuah dunia tak nyata bersama semua teman-teman tak nyata kita.

GET REAL, DUDE!
PEACE and CHEERS!

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da...

D-IV atau S1 ?

Suatu malam pada hari Sabtu , tanggal 14, bulan Januari , tahun 2012, berlatar tempatkan teras masjid Al-Ilmi IPDN Kampus Kalimantan Barat, terjadi satu percakapan ringan sangat sederhana tapi kemudian mampu untuk membuat otak ini menjadi rumit karena terus memikirkan substansi dari apa yang diperbincangkan itu, terlalu rumit sehingga saya pikir perlu untuk dituangkan dalam sebuah narasi penuh kata, tidak berpetuah dan tidak juga indah. Tapi cukup-lah untuk sekedar berbagi ide dan informasi yang pastinya tidak sesat. Dan ini-lah percakapan singkat itu : HP ( inisial teman saya ) : “Dim, kamu lebih milih mana, S.IP atau S.STP ?” Saya : “mmm….pengennya sih S.IP” HP : “Kenapa, Dim? Kata orang kan kalo S.STP tuh lebih baik buat karir dan kata orang juga S.IP tuh lebih condong buat jadi dosen.” Saya : “Wah gak tau sih kalo masalah yang kayak gitunya, tapi saya ingin S.IP karena yang saya tau S.IP itu lebih mudah untuk nantinya kita mau nerusin ke S2, nah kalo S.STP itu gak semua unive...

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. ...