![]() |
http://www.360-edu.com/images/post/large/suicide-prevention.jpg |
19 dari 100, selamat karena kalian telah menjadi yang terbaik dan terpilih.
Saya tersisih, saya sedih bahkan saya menangis.
Tapi sungguh, saya tidak bersedih apalagi menangis untuk kalian wahai 19 orang yang terbaik dan terpilih.
Kita memang teman, sahabat bahkan jujur harus saya akui, kalian telah terpatri dalam hati sanubari, sebagai keluarga baru bagi saya karena kalian telah mampu menerima saya dengan segala kekurangan dan mungkin kelebihan yang saya miliki, kalian mengingatkan saya ketika saya salah dan menyemangati ketika saya benar.
Terima kasih tapi saya tidak ingin munafik juga menjadi bodoh untuk menangisi kalian, kalian yang belum tentu juga bersedih atau bahkan menangis meninggalkan saya disini.
Saya pamrih? ya!
Tidak ada bahagia dan sedih yang terasa dalam hati pada waktu yang bersamaan, tidak akan mungkin menangis juga tersenyum dalam satu waktu yang sama. Hal itu jelas sangat tidak rasional, setidaknya untuk ukuran rasio otak saya.
Saya sangat yakin, seyakin saya percaya bahwa Tuhan itu ada, bahwa kalian itu bahagia!
Karena siapa di dunia ini yang tak ingin dirinya menjadi yang terbaik?
Siapa di dunia ini yang tak ingin dirinya terpilih?
Siapa yang tak ingin dirinya dipuji, dipuja, disanjung dan dielu-elukan namanya sebagai seorang pemenang, orang-orang yang hebat?
Ayo-lah jangan kalian munafik! Karena ini tentang harag diri!
Dan itu-lah kenapa saya bersedih hingga akhirnya menangis..
Saya bersedih hingga menangis untuk diri saya sendiri, diri sendiri yang tak mampu untuk menjadi yang terbaik dan terpilih walau secara isi, secara substansi, saya rasa saya mampu dan pantas untuk menjadi yang terbaik dan terpilih.
Dan ya, pemikiran-pemikiran liar seperti itu yang berterbangan tak menentu dalam otak semakin membuat sakit, sungguh sakit dalam hati!
Persetan dengan gelar!
Tak masalah bagi saya menjadi sarjana atau diploma bahkan kenyataannya saya lebih ingin menjadi praktisi daripada sekedar ahli teori maka tidak terpilihnya saya seharusnya tak harus membuat saya sakit hati.
Tapi sayang karena mekanisme penentuan itu ditentukan langsung berdasarkan orang-orang yang katanya terbaik dan terpilih maka saya sungguh sakit ketika mendapati diri ini tidak terpilih dan tidak termasuk orang-orang terbaik.
Bahkan saya kalah oleh orang-orang yang saya pikir kualitasnya berada jelas di bawah saya.
Maaf, tapi setidaknya itu yang saya rasakan dan bila ada diantara kalian yang tidak terima dengan pernyataan ini maka mari sama-sama kita buktikan kualitas diri kita masing-masing secara langsung, tidak hanya secara teoritis tertulis di atas kertas, tapi nyata terimplementasi dalam argumen kalimat secara langsung.
“selayaknya permainan sepak bola, sebuah kekalahan akan terasa sangat menyakitkan ketika sebenarnya sepanjang 90 menit permainan, sebuah tim yang terkalahkan itu mampu untuk menguasainya!”
Tapi apa mau dikata?
Toh ini kebijakan pimpinan dan segala yang telah terjadi berarti itu adalah yang terbaik menurut Allah kan?
Saya iri, saya marah dan segala rasa negatif lainnya tak akan pernah mampu untuk merubah apapun, tak akan menjadi apapun kecuali dosa serta memperkeruh suasana semata.
Saya hanya mencoba apa adanya, mencoba tidak munafik. Saya katakan saja sebagai seorang pria yang kecewa, terluka hatinya, seseorang yang belum bisa menerima kekalahan sepenuhnya. Saya tidak sedang melawan pimpinan atau bahkan menentang Takdir Illahi, saya hanya mencurahkan isi hati dalam kapasitas saya sebagai seorang manusia yang berperasaan dan memiliki emosi .
Jadi, saya menangis bukan untuk kalian wahai sahabat karena kalian pun tidak menangis untuk saya disini. Saya menangis untuk diri saya sendiri yang saat ini sedang perih terluka hatinya.
Saya iri karena kalian mendapatkan label terbaik dan terpilih padahal, maaf, tidak semua diantara kalian pantas mendapatkannya.
Tapi apapun itu, saya harus secara adil serta berbesar hati mengatakan “Selamat, kawan”.
Selamat telah menjadi yang terbaik dan terpilih.
Maafkan saya, tapi mengerti-lah tulisan ini murni luapan emosi, ditulis getir oleh seorang yang kecewa oleh dunia. Tolong kalian mengerti sebagaimana saya mencoba mengerti dan menerima terpilihnya kalian.
ur damn friend,
noorzmilanello
terkadang penilaian kita terhadap seseorang jauh berbeda dengan penilaian dunia terhadap orang itu ...salam , keep smile dan tetap semangat :)
BalasHapusterima kasih pak.
BalasHapusakang, tidak selamanya yang terpilih itu selalu jadi pemenang di hari kemudian, mungkin ada maksud lain dari Allah SWT mengapa tidak memilih akang, tidak menutup kemungkinan kalau suatu saat akang jauh lebih berhasil dari kami. Tidak selamanya untuk mencapai sebuah kesuksesan melalui jalan yang mudah, mungkin ini adalah saatnya akang di uji dan dilatih kesabaran untuk menerima.
BalasHapussemangat akang adima ^__^
kemenangan sebenarnya adalah pada saat kita di dunia kerja nanti. . dgn segala skill dan kemampuan yg kita peroleh selama pendidikan bakal kita aplikasikan ke dunia kejra nanti. ,
BalasHapusapakah anda mengingat ada pertandingan home-away?kalo kalah pada pertandingan leg pertama,pasti kamu bersemangat mengalahkan di leg yg k2. . .
hehehhe
@dwi handayani : terima kasih banyak, dwi. terima kasih! :) iya, akang skrg dlm proses menerima segalanya, sekali lagi terima kasih ya. :)
BalasHapus@anonim : hahaha perumpamaan yang bagus dan ya saya akan berjuang lebih keras sehingga nanti di "leg 2" saya mampu untuk menang. :)
BalasHapusSungguh Allah swt memberikan yang hamba-Nya butuhkan bukan yang hamba-Nya inginkan. Semangat! :)
BalasHapus@anonim : iya, terima kasih banyak ya! ;)
BalasHapus