Langsung ke konten utama

KO-TEKS Vs. KONTEKS

Dalam sebuah wacana, apapun bentuk wacana itu, biasanya kita selaku pembaca akan menemukan atau bahkan sengaja mencari makna apa yang terkandung dalam sebuah wacana tersebut. Kegiatan itu tidak lain dilakukan agar kita dapat mengetahui, mengerti dan memahami isi dari wacana tersebut dan pesan apa yang hendak disampaikan oleh penulis.

Biasanya dalam sebuah wacana, kita akan menemukan dua macam makna. Yang pertama adalah makna ko-teks (tersurat), yaitu makna yang benar-benar ada dalam wacana tersebut atau sesuai dengan fakta kalimat yang kita baca atau dengar. Yang kedua adalah makna konteks (tersirat) adalah makna yang tidak terdapat dalam kalimat yang kita baca atau dengar.

Kedua macam makna tersebut memberi pemahaman bagi saya pribadi, bahwa saya tak akan pernah mau untuk membatasi pendapat orang lain, selama masih sesuai dengan topik pembicaraan dan tidak merugikan saya pribadi khususnya dan orang banyak pada umumnya. Kenapa demikian? karena dengan adanya kedua jenis makna tersebut, terlebih untuk makna konteks, maka disitu yang akan berperan banyak adalah faktor persepsi dan pendidikan orang yang kita ajak bicara atau orang yang membaca tulisan kita.

Setiap otak manusia akan berbeda isinya dan mempunyai beragam sudut pandang dan bila dalam mendengarkan atau membaca sebuah wacana, mereka menggunakan makna konteks untuk dapat memahami wacana tersebut, maka yang akan kita dapatkan adalah beribu-ribu macam kesimpulan. Yang harus kita pahami adalah semua orang berhak untuk mengeluarkan pendapat mereka, tapi pendapat itu haruslah bisa dipertanggung jawabkan dan sesuai dengan hukum yang berlaku.

Jadi, hendaknya bila kita memperbincangkan segala sesuatunya atau berdebat tentang suatu hal, maka haruslah jelas patokan dan pijakan hukum nya. Agar pada akhirnya, perdebatan itu tak akan menjadi debat kusir and means nothing but waste our time....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadalana uliy ba’sin syadid

Selasa, 22 Juli 2014 22.00 WIB Saya akan menampilkan atau mem- posting tulisan dari Bapak Usep Romli , Pengasuh Pesantren Budaya "Raksa Sarakan" Garut. Tulisan ini merupakan tulisan di kolom Opini , harian Republika yang diterbitkan pada hari Selasa, 22 Juli 2014. Beliau menulis tentang (satu-satunya) cara untuk bisa mengalahkan zionis Israel. sehingga tulisannya pun diberi judul, Mengalahkan Zionis Israel . Berikut ini tulisannya saya tampilkan penuh tanpa ada sedikit pun saya kurangi atau tambahkan. "Mengalahkan Zionis Israel" Hari-hari ini, bangsa Palestina di Jalur Gaza sedang dibombardir pasukan Zionis-Israel. Nyaris tak ada perlawanan sama sekali, karena Palestina tak punya tentara. Hanya ada beberapa kelompok sipil bersenjata yang berusaha bertahan seadanya. Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab tak berdaya. Begitu pula negara-negara berpenduduk mayoritas Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), tak da...

D-IV atau S1 ?

Suatu malam pada hari Sabtu , tanggal 14, bulan Januari , tahun 2012, berlatar tempatkan teras masjid Al-Ilmi IPDN Kampus Kalimantan Barat, terjadi satu percakapan ringan sangat sederhana tapi kemudian mampu untuk membuat otak ini menjadi rumit karena terus memikirkan substansi dari apa yang diperbincangkan itu, terlalu rumit sehingga saya pikir perlu untuk dituangkan dalam sebuah narasi penuh kata, tidak berpetuah dan tidak juga indah. Tapi cukup-lah untuk sekedar berbagi ide dan informasi yang pastinya tidak sesat. Dan ini-lah percakapan singkat itu : HP ( inisial teman saya ) : “Dim, kamu lebih milih mana, S.IP atau S.STP ?” Saya : “mmm….pengennya sih S.IP” HP : “Kenapa, Dim? Kata orang kan kalo S.STP tuh lebih baik buat karir dan kata orang juga S.IP tuh lebih condong buat jadi dosen.” Saya : “Wah gak tau sih kalo masalah yang kayak gitunya, tapi saya ingin S.IP karena yang saya tau S.IP itu lebih mudah untuk nantinya kita mau nerusin ke S2, nah kalo S.STP itu gak semua unive...

Hercules dan Moral

The Legend of Hercules Minggu, 9 Februari 2014 10.10 WIB Cukup lama saya tidak menonton sebuah film di bisokop. Untuk sebagian orang, hal ini merupakan sebuah pemborosan karena kondisi yang ada di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa menonton sebuah film dengan harga yang jauh lebih murah.  Di Indonesia kita masih bisa untuk mendapatkan sebuah DVD dengan harga yang sangat murah, sekitar 6 (enam) ribu rupiah ( bajakan tentunya tapi dengan kualitas gambar yang cukup baik ), bandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan apabila kita menonton sebuah film di bioskop, sekitar 25 ribu – 50 ribu rupiah tergantung bioskop yang kita pilih. Saya pun menyadari hal itu tapi saya tentu juga memiliki alasan. Terlepas dari alasan idealis yang sebenarnya juga masih saya miliki, alasan utama yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa menonton sebuah film di bioskop bagi saya adalah sebuah penyegaran, sebuah hobi untuk melepas penat dan mendapatkan lagi beberapa semangat. Ya, hobi. ...